Monday, 16 February 2015

Akhirnya Akad Juga


Bayangkan tentang Jakarta. Sebagian besar orang – kalau tidak bisa dibilang semua orang – setuju  kalau Jakarta adalah macet. Tambahkan Senin di Jakarta, itu ekual dengan macet parah. Masukkan variabel hujan deras terus-menerus berakibat banjir di Jakarta pada hari Senin, hasilnya adalah chaos – macet  total seperti yang terjadi pada tanggal 9 Februari 2015 yang lalu. Dan uh, di tanggal itu pula saya mesti tabah menjalani dampak macet dan banjir demi sebuah akad kredit.

Seperti yang saya tulis di sini, saya berniat mengambil rumah di Citra Maja Raya besutan Ciputra Group. Dari semua bank yang bekerjasama dengan developer, saya tertarik dengan BII karena bisa memberikan bunga fixed 13.75% sampai 10 tahun. Tanggal 10 Desember 2014, saya mulai mengajukan permohonan KPR ke BII.

Karena PD bakal disetujui, saya tidak mengajukan aplikasi ke bank lain. Namun ketika sampai akhir Desember saya belum juga dapat kabar, saya mulai deg-degan.

Akad kredit mestinya paling lambat 30 hari setelah pelunasan DP. Itu artinya, tanggal 9 Januari 2015 harusnya saya sudah teken dengan pihak bank. Agen developer saya, Pak Hermawan, untungnya baik. Dia bilang deadline akad kredit saya bisa diperpanjang, sementara dia mulai memasukkan berkas-berkas saya ke bank-bank lainnya.

Awal Januari 2015, Bank Mandiri jadi yang pertama menghubungi. Bunganya jauh lebih rendah dari BII, hanya 9%, namun fixed cuma dua tahun dan selebihnya floating. Kerja Bank Mandiri terbilang cepat. Dalam tempo dua minggu, saya sudah ditelpon dua orang dari Bank Mandiri untuk ditanya-tanya soal penghasilan, pekerjaan, dan lain-lain yang berhubungan dengan pengajuan kredit. Marketing dari Bank Mandiri bilang kalau keputusan KPR saya bisa dirumuskan pada akhir Januari.

Sementara saya menunggu approval dari Bank Mandiri, BII tiba-tiba menelepon lagi. Kalau sebelumnya saya hanya terhubung dengan bagian marketing, kini saya selangkah lebih maju karena mulai dihubungi oleh seseorang dari consumer loan executive bernama Mbak Annisa.

Mbak Annisa bilang pengajuan kredit saya bisa selesai hanya dalam waktu dua minggu. Oh well, saya pun menerima tawaran tersebut dan itu artinya saya mengajukan paralel ke dua bank sekaligus. Dilihat dari waktunya, approval dari Bank Mandiri dan BII bisa datang bersamaan. Saya memutuskan untuk menerima bank pertama yang menurunkan Surat Penegasan Kredit (SPK).

Selama Bank Mandiri tidak memberi kabar, BII memang terlihat gencar. Sudah dua kali saya ditelepon oleh BII selain keep in touch dengan Mbak Annisa; yang pertama hanya verifikasi standar sementara yang kedua mulai lebih detail. Saya bertaruh orang kedua yang menanyai saya itu pastilah sambil mencocokan data di buku tabungan saya. Selain itu, dua kali pula orang BII melakukan survey: ke kosan dan ke kantor saya oleh dua orang yang berbeda. Total saya berhubungan dengan enam orang dari BII, sementara dengan Bank Mandiri hanya tiga orang tanpa survey ke kosan ataupun kantor. Akhir Januari berlalu dan belum ada jawaban dari dua  bank tersebut.

Tanggal 3 Februari 2015, CIMB Niaga menelepon untuk memproses aplikasi KPR saya. Rupanya Pak Hermawan juga mengirimkan berkas saya ke CIMB Niaga. Karena belum ada keputusan dari BII atau Bank Mandiri, saya pun kembali mengajukan kelengkapan dokumen untuk CIMB Niaga. Sorenya, Bank Mandiri memberikan informasi kalau SPK untuk saya sudah turun. Saya minta mereka mengirimkan SPK melalui email namun tidak juga saya terima, apalagi omongan soal akad kredit. Saya belum bisa bilang iya kalau belum melihat SPK.

Dua hari kemudian, tanggal 5 Februari 2015, BII mengeluarkan SPK dan mengirimkannya melalui email untuk saya. Dengan keluarnya SPK dari BII, saya batalkan pengajuan ke Bank Mandiri dan CIMB Niaga.

Dan ya, tanggal 9 Februari 2015 dipilih untuk akad kredit karena sudah ada kesepakatan antara developer dengan BII. Saya menyetujui tanggal tersebut setelah meminta ijin dari kantor. Kalau saja saya tahu hari itu adalah mimpi buruk untuk keluar kantor..

Karena Citra Maja Raya masih dalam tahap dibangun, akad kredit dilakukan di Citra Raya Tangerang mulai jam 10.00 pagi. Senin pagi jam 07.30 saya sudah menunggu di halte bus depan f(X) setelah sebelumnya ke kantor untuk absen pagi. Hujan masih belum menampakkan tanda-tanda akan reda padahal sudah turun sejak malam sebelumnya. Saya menunggu bersama beberapa orang lain, menyesal karena tidak memakai jaket padahal udara sedang dingin begini.

Mestinya bus Citra Raya datang jam 07.30  dan 08.00, namun hingga jam 09.00 bus belum datang. Saya punya pilihan lain untuk naik bus Lippo Village dan turun di Karawaci, namun bus itu juga belum nampak. Orang-orang mulai gelisah. Satu per satu meninggalkan halte.

Mbak Annisa sempat menelepon dan menawarkan untuk menunda akad kredit hingga Senin depan. Dia bilang dua orang debiturnya sudah meminta untuk memundurkan jadwal. Tapi hey, saya sudah minta ijin dari kantor. Melihat kondisi cuaca yang buruk dari Januari, belum tentu Senin depan juga akan cerah ceria.

Jam 10-an, bus Lippo Village datang. Dari supirnya saya tahu kalau bus itu mestinya datang jam 07.30; telat DUA SETENGAH JAM dari jadwal karena macet total di tol. Saya naik bus itu dan rasanya ingin lompat dari bus ketika melihat bus Citra Raya melenggang di sebelah.

Perjalanan ke Tangerang sih tidak macet, kontras dengan arah sebaliknya yang parkir di tol. Saya sampai Karawaci jam 11 kurang, kemudian dilanjut naik bus kecil ke Citra Raya. Jam 11.45, saya sampai di gedung marketing Citra Raya dengan sepatu basah dan perut kosong.

Saya pikir akad kredit akan dilakukan di tempat tertutup dengan notaris, pihak bank, dan developer. Ternyata saya salah. Hall di tengah gedung terdiri dari meja-meja dan masing-masing bank punya tempatnya sendiri. Akad dilakukan di situ juga. Saya mendatangi meja BII dan mendapatkan nomor urut 23. Orang yang sedang akad saat saya datang bernomor urut 5. Ini lebih lama dari perkiraan saya.

Saat nomor urut melewati 10, saya baru tahu kalau saya harus menukarkan bukti asli pembayaran DP dengan kwitansi dari Citra Maja Raya. Saya pindah ke loket di sebelah kiri pintu masuk. Another long queue, namun kali ini saya harus berdiri di depan loket. Orang di depan saya bermasalah dengan kwitansinya dan saya mesti menunggu lama hingga kwitansi saya terima.

Saya kembali lagi ke tempat BII saat urutan sudah mencapai nomor 20. Saya haus dan lapar, waktu sudah melewati jam makan siang. Namun saya tidak bisa keluar dari gedung karena khawatir ketika nomor saya dipanggil, saya tidak ada. Yang bisa saya lakukan hanya menunggu.

Akhirnya, nama saya dipanggil juga. Saya duduk berhadapan dengan orang dari Ciputra Group selaku developer. Dia memberikan saya setumpuk berkas Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) dan menjelaskan poin-poin pentingnya. Secara normatif, mestinya saya membaca semua poin sebelum tanda-tangan. Namun itu tidak memungkinkan saking banyaknya. Saya bertanya tentang satu dua hal yang saya anggap paling penting, seperti apa yang terjadi ketika serah terimanya terlambat dari waktu yang ditentukan (serah terimanya 24 bulan dari tanggal PPJB). Orang developer bilang kalau pihaknya akan dikenai denda per hari. Developer juga akan mendapat sanksi dari bank.

Setelah penandatanganan PPJB, saya bergeser ke meja sebelah untuk tanda-tangan dengan BII. Dokumen yang harus ditandatangani sangat banyak hingga semakin lama tanda-tangan saya semakin tak jelas bentuknya. Oya, yang menarik, bunga di BII turun hingga hanya 12.75% untuk fixed 10 tahun - turun 1 poin dari yang sebelumnya. Alhamdulillah..

Setelah semua dokumen ditandatangani, saya menutupnya dengan menjabat-tangan orang BII. Akad kredit sudah sah. Dan uh.. saya merasa benar-benar jadi orang dewasa saat itu; orang dewasa yang punya tanggung jawab lebih besar.

Sekitar jam 3, saya keluar dan mencari tempat makan. Gerimis masih rintik. Melihat kondisi begini, saya memutuskan untuk pulang naik kereta dari BSD. Naik bus untuk kembali ke Jakarta sama saja dengan menyiksa diri karena banjir meluas dimana-mana.

Saya naik ojek dari Citra Raya dengan tujuan BSD karena bus dari Citra Raya ke BSD tidak pasti jadwalnya. Akibat tidak memakai jas hujan, baju saya mulai agak basah terpapar gerimis. Rambut saya sudah tidak karuan karena tidak memakai helm. Beberapa kali saya menahan dingin dan meyakinkan diri bahwa this shall pass.

Darn, ternyata BSD dari Citra Raya itu sangat jauh. Untung ada orang yang memberi tahu kalau Stasiun Serpong lebih dekat daripada Stasiun Rawa Buntu di BSD. Akhirnya saya turun di Stasiun Serpong.

Tak lama, kereta datang. Dari pengeras suara, petugas KA menginformasikan kalau kereta hanya sampai Stasiun Palmerah karena banjir menggenangi rel kereta Stasiun Tanah Abang. Sampai Stasiun Palmerah, ada informasi terbaru kalau kereta bisa sampai di Stasiun Tanah Abang tapi mesti menunggu lama. Kereta tertahan setengah jam lebih sebelum melaju ke stasiun terakhir di Tanah Abang.

Stasiun Tanah Abang sore itu super crowded. Kereta yang saya naiki adalah yang pertama sampai di sana setelah kereta-kereta sebelumnya hanya sampai Palmerah. Untuk turun dari gerbong saja sulit karena banyak yang merangsek naik. Sudah Maghrib ketika saya naik ojek (lagi) dari Tanah Abang ke Kuningan.

Saya sempatkan absen sore di kantor sebentar, baru pulang ke kosan. Rambut saya sudah lepek kena hujan. Rasanya menyenangkan setelah saya mengganti baju setengah basah yang lebih dari tiga jam menempel di badan dengan baju kering untuk tidur.

Hari yang panjang dan melelahkan. Saya lega karena sudah akad kredit hari itu. And deep down, I’m happy that I didn’t give up easily.