Saturday 20 February 2016

Jalan-jalan Virtual ke Jepang (III)



Tulisan ini adalah visualisasi dari rencana jalan-jalan saya ke Jepang pada awal musim gugur tahun ini. Informasi yang ditampilkan bisa jadi kurang akurat atau tidak valid dan tidak bisa dijadikan acuan. Tulisan ini bisa dibaca untuk mendapatkan pemahaman yang lebih lengkap.

***

Hari kedua di Nagoya. Saya berniat pergi ke Kyoto dan Osaka seharian ini. Nagoya-Kyoto bisa ditempuh setengah jam dengan shinkansen. Di Kyoto saya ingin ke hutan bambu Arashiyama. Sejak melihatnya di NHK, saya tahu saya akan menjadikannya destinasi saat ke Jepang.

Kyoto adalah kota dari masa lalu dengan sejarah yang masih terjaga; yang nampak dari bangunan tradisionalnya. Karena tak punya banyak waktu, saya hanya akan mengunjungi Arashiyama saja untuk menikmati monokrom hijau dan suara desir daun bambu yang bergesekan.

Berjalan-jalan seorang diri di hutan bambu, saya dengarkan Bokutachi wa Tatakawanai versi instrumen di iPod karena Arashiyama-lah yang saya bayangkan saat pertama kali mendengarkannya. Mungkin saya mencoba tea ceremony  di Kyoto, mungkin juga tidak karena keburu harus ke Osaka.

Sebenarnya, tidak ada yang ingin saya lihat di Osaka, kecuali teater NMB48. Saya mungkin akan ke teaternya, berfoto di depannya, dan kembali ke Nagoya. Beda dengan SKE48 yang spesial buat saya, NMB48 tidak begitu meninggalkan kesan. Oh well, mungkin saja saya akan hapus Osaka sepenuhnya dari list dan memilih untuk menghabiskan waktu di Kyoto seharian. Barangkali dengan begitu saya bisa melihat geisha yang sesungguhya.

Esok harinya adalah hari terakhir saya di Nagoya. Menjelang pukul 10 saya sudah check out. Sebelum balik ke Tokyo, saya akan sempatkan ke Toyohashi. Itu adalah starting point di PV 2588 Days. Meninggalkan Toyohashi dengan baper dan mellow, saya menuju Tokyo melalui Shinjuku. Dari Shinjuku, saya akan melanjutkan perjalanan ke Stasiun Bokurochou. Hotel saya di Tokyo hanya lima menit jalan kaki dari stasiun itu.

Karena masih siang, saya belum boleh check in di hotel. Tapi saya boleh menitipkan koper sehingga tidak repot ketika jalan-jalan. Tempat yang ingin saya tuju adalah pusat dari idoling 48G. Seorang teman wota menyebutnya Tanah Suci Akihabara.

Saya pernah ke Akihabara saat pertama kali ke Jepang di tahun 2012. Waktu itu saya belum tertarik dengan AKB48. Kalau dulu saya merasa biasa saja dengan Akihabara, sekarang saya lebih dari bersemangat untuk mengunjunginya.

Café AKB48 saya pilih untuk makan siang. Saya pilih curry rice dan entah kenapa Seishun Curry Rice dari SKE48 terngiang-ngiang di telinga. Mendapat asupan energi setelah makan siang, saya ke merchandise shop AKB48  dan membeli beberapa pernak-pernik lucu. Mungkin yang berhubungan dengan Mion. Atau Annin. Atau AKB48 secara umum. Mungkin membeli merchandise Paruru titipan teman.

Dari Café AKB48, saya berjalan kaki ke teater AKB48 di Don Quijote untuk melihat-lihat. Kalau kesempatan memenangkan undian tiket SKE48 itu kecil, undian AKB48 jauh lebih sulit. Butuh keberuntungan ekstra untuk memenangkannya.

Setelah puas di Akihabara, saya menuju Nogizaka. Saya tidak tahu apakah Nogizaka46 punya merchandise shop di sana. Tapi melihat stasiunnya saja mungkin saya sudah senang. Dari Nogizaka, saya pergi ke Kitasenju untuk makan udon luar biasa enak di lantai bawah Mall OIOI. Saat ke Jepang dulu, saya suka sekali mampir untuk makan udon di sana. Setelah itu, saya duduk-duduk di taman seperti empat tahun yang lalu; melihat dengan hati hangat orang-orang berlalu lalang. Udara sore mulai terasa agak dingin. Kitasenju saya tinggalkan sebelum matahari tenggelam.

Saya kembali ke hotel, kali ini untuk check in. Sebelumnya, saya sudah pesan kamar single dengan kamar mandi dalam di sana. Malam itu saya mencoba untuk tidak tidur cepat-cepat. Itu adalah malam terakhir di Tokyo sebelum saya kembali ke Jakarta esok harinya.

Meskipun mencoba memperlambat waktu, pagi datang dengan cepat. Saya check out dari hotel dan menitipkan koper di salah satu stasiun besar sebelum melanjutkan jalan-jalan ke Harajuku dan Shibuya. Saya pernah ke Harajuku sebelumnya, tapi itu di malam hari. Saya ingin ganti suasana dengan datang di siang hari.

Harajuku di siang hari lebih semarak dengan orang-orang berkostum unik; mulai dari seifuku hingga baju era Victoria. Di Shibuya – yang terkenal dengan penyeberangan jalannya yang sangat ramai – saya hanya bertahan tak lebih dari satu jam karena mual melihat lautan manusia.

Dari Shibuya, saya mungkin akan ke Ueno Park untuk menghabiskan sore dan menuju Roppongi untuk menikmati malam di sana. Dari situ, saya kembali ke stasiun besar untuk mengambil koper dan langsung menuju Bandara Haneda.

Jadwal flight saya pukul 23.45. Iya, jadwalnya memang tidak asik karena menggunakan maskapai LCC. Tapi kalau dengan begitu saya bisa menghemat sampai tiga hingga empat juta rupiah, saya pikir itu tak jadi masalah.

Saya sampai di Kuala Lumpur pukul 06.10 untuk transit. Tujuh jam kemudian, pesawat meninggalkan Kuala Lumpur menuju Jakarta. Saya sampai di Jakarta pukul 14.15. Berakhir sudah jalan-jalan ke Jepang dan kisah perjalanan yang sebenarnya akan mulai ditulis.

***

Seperti yang saya bilang, cerita di atas adalah visualisasi rencana jalan-jalan saya ke Jepang pada awal musim gugur ini. Sekali lagi saya ingatkan, informasi yang ditampilkan tidak sepenuhnya valid karena itu hanya terjadi dalam bayangan saya saja.

Banyak hal yang bisa terjadi selama rentang saat ini hingga keberangkatan nanti. Bisa saja terjadi perubahan jadwal pesawat, atau lebih buruk; pembatalan jadwal atau karena satu dan lain hal saya sama sekali tidak bisa berangkat ke Jepang. Pun demikian, saya senang bisa menuliskannya sekarang; saat ini. Mungkin saja beberapa bulan dari sekarang saya sudah tidak tertarik lagi dengan idoling sehingga mengubah semua itinerary. Mungkin saya tidak jadi pergi sendiri karena ada seseorang yang menemani, atau mungkin..well..banyak sekali mungkin-mungkin yang lain.

Saat saya menuliskan visualisasi ini, suasana hati saya sedang senang dan menunggu-nunggu jalan-jalan ke Jepang yang sesungguhnya. Semoga ketika saya menuliskan cerita yang sebenarnya, hati saya sama bahagianya seperti saat ini.

Jalan-jalan Virtual ke Jepang (II)



Tulisan ini adalah visualisasi dari rencana jalan-jalan saya ke Jepang pada awal musim gugur tahun ini. Informasi yang ditampilkan bisa jadi kurang akurat atau tidak valid dan tidak bisa dijadikan acuan. Tulisan ini bisa dibaca untuk mendapatkan pemahaman yang lebih lengkap.

***

Pagi-pagi saya terbangun karena tidur yang tak nyenyak. Mungkin karena posisi tidur yang kaku, mungkin pula karena udara di dalam ruangan yang terasa dingin meskipun saya sudah memakai jaket. Suasana di bandara sudah mulai terasa geliatnya. Saya mencuci muka di shower room dan menunggu hingga 06.30 untuk pergi ke kantor JR Pass menukarkan tiket.

Karena datang awal – terlalu awal malah, JR office buka pukul 07.45 – saya berada di antrian pertama. Antrian di belakang mengular dengan cepat ketika mendekati jam buka kantor. Tak butuh waktu lama buat saya untuk menukarkan voucher dengan tiket; tidak ada setengah jam.

Dengan JR Pass, saya bisa bebas naik kereta apapun yang berada dalam JR line, termasuk shinkansen kecuali Nozomi dan Mizuho. Sekitar pukul 9 pagi, saya sudah naik Hikari dengan tujuan Nagoya. Sebelumnya, saya sarapan dengan roti dan air mineral. Kurang dari tiga jam setelahnya, saya sudah sampai di headquarter SKE48.

Dari Stasiun Nagoya, saya naik kereta lagi ke Stasiun Sakaemaichi. Hanya butuh waktu lima menit. Keluar dari Stasiun Sakaemaichi, saya melangkahkan kaki menuju Sunshine Sakae. Dari jauh, ferris wheel yang jadi ikon Sunshine Sakae menyambut dengan hangat.

Seperti gerakan slow motion, saya terus berjalan menuju pusat perbelanjaan tempat teater SKE48 berada. Semua memori tentang SKE48 muncul secara acak diiringi backsound mulai dari Pareo wa Emerald hingga Bukiyou Taiyou.

Saya setengah mati menahan supaya tidak gugup ketika naik ke lantai dua. I mentally screamed when I see the theater.

This is it.

SKE48. Alasan dari perjalanan ini. Idol group yang punya tempat istimewa buat saya; bahkan lebih dibanding AKB48.

Karena masih siang, teater mungkin belum terlalu ramai. Saya akan mengintip tempat penjualan merchandise; melihat-lihat photopack, gantungan kunci, CD/DVD, kaos, hingga light stick. Ah ya, mungkin juga majalah gravure terlihat mencolok dengan warna-warni musim panas. Mungkin pernak-pernik SKE48 didominasi oleh Sang Ace Matsui Jurina. Mungkin saya masih bisa menemukan Matsui Rena di antara merchandise tersebut; pada cover CD Maenomeri atau pada poster senbatsu Banzai Venus. Ada rasa hangat yang aneh saat melihat Matsui Rena ada di sana. Seolah-olah dia masih ada di Team E; seolah-olah dia belum graduate dari SKE48.

Saya mungkin akan membeli sebuah DVD dan kaos. Dan mungkin light stick yang bisa berubah-ubah warna: hijau, oranye, dan merah.

Dari merchandise shop, saya menuju food court untuk makan siang. Sepanjang jalan, saya mencermati setiap sudut Sunshine Sakae barangkali – barangkali – kebetulan berpapasan dengan member SKE48.

Kalau ada bento, saya akan membeli bento. Kalau tidak ada, udon pun tak apa. Perjalanan dari kemarin menguras energi dan saya butuh asupan karbohidrat dan protein yang banyak.

Saya lihat jam tangan. Sudah pukul 3 sore; sudah bisa untuk check in di hotel. Hotel ini saya pesan sejak delapan bulan sebelumnya. Tempatnya strategis, saya bisa berjalan kaki dari Sunshine Sakae ke hotel. Rating di booking.com bagus; dan yang lebih menyenangkan, saya dapat harga diskon hampir setengahnya.

Tak sulit menuju hotel ini, saya sudah menghapalkan rutenya sejak masih di Jakarta. Selesai dengan urusan administrasi, saya langsung masuk kamar. Lega karena tak perlu menggeret-geret koper lagi. Setelah lebih dari 24 jam tak menyentuh kasur, rasanya menyenangkan bisa tiduran sebentar. Melepas lelah, saya berendam di bathtub dan membayangkan sedang mandi di onshen.

Malamnya, saya akan kembali ke Sunshine Sakae, kini sudah terbiasa. Dan ini adalah bagian paling istimewanya.

Tiga bulan sebelum keberangkatan ke Jepang, saya apply undian tiket untuk menonton pertunjukan teater SKE48. Di Jakarta saya sering menang undian tiket menonton JKT48; seumur-umur baru dua kali saya kalah. Tapi SKE48 lebih sengit dan ketat undiannya.

Kalau saya kalah undian, saya akan tetap ke teater SKE48 di Sunshine Sakae hanya untuk menikmati suasananya.

Bagaimana kalau saya – jika Tuhan mengijinkan – memenangkan tiket tersebut?

Saya akan datang ke teater lebih awal. Mungkin pertunjukan dimulai pukul 7 malam? Dengan segala kebingungan karena tidak bisa bahasa Jepang, saya akhirnya bisa melalui tahap demi tahap – mulai dari menukarkan verifikasi tiket hingga bingo – sampai akhirnya saya masuk ke dalam teater SKE48.

Karena saya termasuk fans super far (istilah untuk fans dari luar Jepang), saya mungkin sudah disediakan row khusus; ketiga dari belakang. Sebagian besar penonton adalah pria berumur 30-an ke atas. Nampak pula beberapa fans perempuan dengan dress musim panas, karena musim gugur belum sepenuhnya dimulai.

Masuk ke teater, perut saya mual karena excited yang berlebihan. Tenggorokan terasa kering. Saya bahkan tak sempat membandingkan tampilan teater SKE48 dengan teater JKT48. Ketika Overture dimulai, ada atmosfer yang berbeda dibanding riuh chant JKT48. Mungkin karena lebih rapi? Atau mungkin juga karena saya mesti menempuh lebih dari tiga ribu mil untuk mendengarkannya secara langsung.

Saya tak yakin dengan tim mana yang akan tampil malam itu. Bisa jadi tim utama, bisa jadi member kenkyuusei. Oh, jika ada yang menanyakan team mana yang paling saya inginkan, tentu saya memilih Team S. Kenapa? Karena ada Matsui Jurina di sana. As simple as that. Atau mungkin team dengan Ishida Anna di dalamnya.

Meskipun begitu, saya pastikan siapapun membernya dan apapun setlist-nya, saya akan tetap suka. Memenangkan undian tiket saja sudah lebih dari cukup buat saya.

Saya pulang ke hotel dua jam sebelum tengah malam. Sebelum tidur, saya rewind momen beberapa jam sebelumnya dan berharap itu terbawa sampai mimpi.

Berlanjut ke tulisan ini.

Jalan-jalan Virtual ke Jepang (I)



Selasa pagi, 5 Januari 2016. Di sela-sela memonitor berita, tangan kanan saya refleks membuka tab baru dan mengetikkan alamat situs sebuah maskapai yang sudah tersimpan otomatis di komputer. Tangan kiri saya menggenggam HP dimana tabel libur tahun 2016 sekaligus alternatif cutinya sudah terbuka. Akhir-akhir ini ritual itu sering saya lakukan untuk mencari tiket promo ke Jepang.

Setelah beberapa kali mencoba berbagai variasi tanggal, pandangan saya terpaku pada harga promo di awal musim gugur; hanya 3,8 juta untuk return ticket. Harga termurah terakhir yang saya tahu masih di kisaran 4 hingga 5 juta untuk pesawat LCC  dan 7 jutaan untuk pesawat full service. Jadi saya pikir 3,8 adalah kesempatan yang bagus.

Meskipun begitu, saya sempat ragu juga. Tidak ada teman yang mau diajak jalan bareng karena fokus mereka masih pada rencana jalan-jalan kami ke Seoul pada musim semi nanti. Namun berbekal nekat dan mumpung dapat promo murah, saya segera booking tiket di hari yang sama.

Karena tahu akan jalan-jalan sendiri, saya segera mempersiapkan semuanya lebih awal, termasuk itinerary dan akomodasi. Musim gugur masih lama, tapi karena sudah excited, saya sudah menyusun itinerary dan booking hotel dari sekarang.

Cerita di bawah ini adalah visualisasi saya tentang apa yang mungkin terjadi saat jalan-jalan sendiri nanti. Tentu banyak hal yang bisa terjadi di antara rentang waktu kini dan nanti. Informasi yang ditampilkan di sini juga tidak sepenuhnya valid, karena hey, ini belum terjadi! Ini sih saya anggap proyek menulis lucu-lucuan saja. ^^

***
Awal September 2016. Setelah tidur gelisah semalaman karena kombinasi terlalu excited ditambah takut telat, pukul 3 pagi saya sudah terbangun; setengah jam lebih cepat dari alarm HP. Saya segera mandi dan air yang dingin membuat kantuk saya menguap sempurna. Saya cek lagi barang penting yang harus dibawa: paspor, boarding pass, dompet, HP, iPod, kamera, dan voucher JR Pass. Saya hanya membawa satu ransel dan satu koper kecil yang muat masuk kabin. Tak lama, BlueBird sudah membawa saya ke Bandara Soekarno-Hatta.

Seperti biasa, saya sampai di Terminal 3 terlalu pagi. Sekilas saya lihat, bahkan check in counter saja belum buka. Tak masalah, karena saya sudah melakukan online check in jauh-jauh hari sebelumnya. Saya segera naik ke lantai dua dan mulai mengantri di Imigrasi.  

Pengecekan di Imigrasi berlangsung cepat. Dari Imigrasi, saya menuju boarding room dan duduk di situ mendengarkan lagu-lagu lewat iPod. Well, mungkin juga saya membaca buku yang sengaja saya siapkan. Ruangan terasa dingin karena belum banyak yang datang; beruntung saya memakai jaket yang menghangatkan.

Sebelum boarding, saya telpon ibu dan bapak di rumah. Mereka menasehati saya supaya berhati-hati dan saya membesarkan hati bapak-ibu dengan mengingatkan mereka tentang solo trip yang pernah saya lakukan sebelum-sebelumnya.

“Jepang adalah negara aman, Ibu tenang saja,” saya ulang entah untuk kali ke berapa. Selain untuk membuat tenang ibu, itu juga saya lakukan untuk lebih meyakinkan diri sendiri. Bagaimanapun, ini sudah dua tahun sejak saya terakhir jalan-jalan sendiri di negeri orang. Setelah menutup telpon, saya segera menuju pesawat yang akan membawa saya ke tempat transit di Kuala Lumpur sebelum bertolak ke Tokyo.

Pukul 06.25, pesawat mulai tinggal landas dan waktu dua jam akan saya gunakan untuk tidur; mengganti tidur yang kurang semalam. Di tengah perjalanan, seorang pramugari menepuk pundak saya dan menyodorkan nasi lemak yang sudah saya pesan online sebelumnya. Saya mengucapkan terima kasih, makan nasi lemak untuk sarapan, untuk kemudian tidur lagi.

Saya sampai di Kuala Lumpur pukul 09.25 waktu setempat. Flight selanjutnya adalah pukul 14.30, jadi saya punya cukup waktu untuk melihat-lihat bandara. Saya cari wifi gratisan dan mengabarkan lewat Whatsapp pada keluarga di rumah dan teman-teman kalau saya sudah sampai di Malaysia. Saya sempatkan juga jalan-jalan keliling bandara dan makan siang di salah satu café di sana.

Pukul 14.30 pesawat mulai meninggalkan Kuala Lumpur. Saya sudah pesan makanan juga untuk makan malam. Kalau tadi pagi saya makan nasi lemak, malam ini saya makan nasi goreng dengan sate ayam. Beberapa kali saya ke toilet ke untuk menggerakkan badan supaya tidak pegal duduk terlalu lama. Sebagian besar waktu perjalanan saya habiskan dengan tidur diselingi membaca majalah internal maskapai tersebut dan buku yang saya bawa.

Pesawat sampai di Bandara Haneda, Tokyo pukul 22.30. Saya sudah sangat lelah dan ingin segera istirahat. Namun hal pertama yang harus dilakukan adalah melewati Imigrasi. Saya berdoa dalam hati supaya diberikan kemudahan-kemudahan. Apapun bisa terjadi, dan jalan-jalan seorang diri bukanlah hal yang menguntungkan.

Petugas menanyakan hal-hal mendasar seperti berapa lama saya akan tinggal dan dimana saya akan menginap. Saya tunjukkan bukti booking hotel dan itinerary yang sudah saya susun rapi. Ia memberikan stempel di paspor, kemudian mengembalikannya pada saya. Mengucapkan “arigatou gozaimasu”, saya menerima paspor itu dengan hati ringan.

Karena sedang bersemangat, lagu pertama yang saya setel adalah Aitakatta dari AKB48. Oh well, have I told you that I want to go to Japan because of them AND their sister group SKE48?

Sudah lewat pukul 11 malam.  Pergi ke hotel tengah malam sendiri tidak ada dalam opsi. Kereta sudah berhenti beroperasi, tarif taksi juga sangat mahal. Sempat terpikir untuk menginap di hotel kapsul Haneda, tapi akhirnya saya memilih menginap di bandara pada hari pertama. Berdasarkan petunjuk dari salah satu blog, saya naik ke lantai dua dan mencari tempat tidur dekat shower room. Saya tidur di kursi yang berjejer memeluk ransel berisi semua dokumen penting sementara koper saya dekatkan ke badan.

Berlanjut ke tulisan ini.