Adik saya Ema tahu rasanya jatuh cinta pada pandangan pertama ketika ia
berumur 15 tahun. Lelaki yang Ema suka berumur 30. Ganteng. Keren. Dan oh, jago
main bola juga. Saking sukanya, Ema
bahkan menyematkan nama belakang si pria ini setelah namanya sendiri untuk
lucu-lucuan. Nama Ema di daftar kontak handphone
saya saja merupakan kombinasi dua nama itu.
Lelaki yang saya sebut tadi adalah seorang pemain bola
berkebangsaan Jerman. Momen tujuh tahun lalu saat Ema pertama melihatnya adalah
saat Piala Dunia 2006 di Jerman. Sebelum mengenal lelaki ini, Ema tidak suka
dan tidak peduli dengan sepakbola. Tapi perkenalannya dengan si pemain bola
mengubah obsesi dan ketertarikannya. Mengetahui pria ini bermain untuk Chelsea
FC, Ema pun segera menyatakan dirinya sebagai true blue – julukan bagi fans
Chelsea.
Ema mulai membeli jersey Chelsea, bukan hanya seragam
kandang, tapi juga tandang. Ia mencoba mengenal nama-nama pemain dan pelatih
Chelsea. Ema menonton setiap pertandingan klub favoritnya itu, terkadang nobar
dengan teman-teman sesama true blue-nya.
Lama-lama, ia mulai hapal yel-yel untuk mendukung Chelsea.
“We love you Chelsea.. We do!
We love you Chelsea.. We do!
We love you Chelsea.. We do!
Oh.. Chelsea we love you!”
Tahun 2010, kontrak si
pemain bola di Chelsea tidak diperpanjang hingga ia mesti kembali ke Bayer
Leverkusen, klub tempat ia pernah bermain dulu. Patah hati; tapi Ema, sudah
mantap di Chelsea. Ema masih menyukai lelaki ini – seperti selalu – tapi
Chelsea akan tetap jadi klub yang ia puja.
Awal tahun 2013 ini, Ema
gembira bukan main ketika mengetahui Indonesia masuk dalam daftar negara yang
akan dikunjungi Chelsea – selain Thailand dan Malaysia – dalam rangkaian Asia
Tour-nya. Itulah kenapa, ketika ia berulang tahun di Maret yang lalu, saya dan
ibu memberikan kado berupa gift card yang
bisa diuangkan. Supaya lebih
berkesan, saya sengaja membuatnya sendiri dengan nuansa Chelsea.
Chelsea direncanakan
bertanding melawan BNI All-Stars Indonesia tanggal 25 Juli. Sebelum itu,
Chelsea akan melawan Singha All-Stars Thailand pada 17 Juli dilanjut dengan
laga kontra Malaysia XI pada 21 Juli.
Rupanya bukan hanya Ema yang
ingin menonton Chelsea di Gelora Bung Karno. Adik saya yang paling kecil –
Nanda – juga rewel ingin ikut nonton. Meski harus bolos sekolah, meski harus
bongkar celengan, Nanda berniat harus nonton Chelsea. Saya tak tahu kapan
persisnya Nanda suka Chelsea, tapi saya tahu pasti siapa orang di rumah yang
membuat Nanda juga suka dengan Klub Biru itu.
Tiket Chelsea sendiri baru
mulai dijual tanggal 13 Juni. Tiket paling murah – kategori III – dijual
seharga Rp150.000 dan tiket termahal sekelas VVIP dijual Rp3.500.000,-. Karena
Ema dan Nanda ingin nonton bareng, saya pun akhirnya memutuskan untuk ikut
nonton. Sedikit banyak, saya tahu tentang Chelsea dari Ema. Saya familiar
dengan nama-nama pemain Chelsea. Frank Lampard dan John Terry ada pada daftar
teratas pemain Chelsea yang paling saya suka.
Senin 17 Juni, pulang dari
kantor saya langsung ke Menara Jamsostek untuk membeli tiket Chelsea di
Indotix. Sudah ada beberapa orang di sana. Ada yang berniat membeli tiket
Chelsea, ada juga yang bermaksud membeli tiket Arsenal. Oh ya, selain Chelsea,
Indonesia juga kedatangan Arsenal dan Liverpool di bulan yang sama. Sebelumnya,
Timnas Belanda termasuk Van Persie juga bertandang ke Jakarta.
Saya membeli tiga tiket
kategori II dan memilih Gate III di belakang gawang. Saat itu, yang saya terima
masih berupa voucher dan email dari
Indotix. H-7, saya kembali ke Indotix dan menukarkan voucher itu menjadi tiket.
Hari-H, 25 Juli. Nanda sudah
sampai ke Jakarta sejak pukul 11 siang. Ia naik kereta paling pagi dari Tegal.
Setelah menjemput Nanda, saya kembali ke kantor sementara Nanda beristirahat di
kosan saya. Yang paling membuat deg-degan justru Ema. Di hari yang sama dengan
laga Chelsea vs BNI All-Stars Indonesia, Ema justru harus menghadapi sidang
skripsi. Iya, sidang skripsi. Dari 31 tanggal di bulan Juli, dosen menentukan
Ema sidang di tanggal 25. Tanya kenapa.
Ema akhirnya minta ujian
paling pagi, berharap bisa segera mengetahui hasilnya. Ternyata antrian sidang
hari itu lumayan padat. Pukul 2 siang, Ema baru dinyatakan lulus. Ia segera
mengganti bajunya dengan jersey Chelsea,
naik angkot ke pool X-trans sambil
membawa-bawa empat bendel skripsinya. Satu jam kemudian, Ema sudah di travel
dari Bandung menuju Jakarta.
Sementara Ema masih dalam
perjalanan, saya dan Nanda sudah rapi dengan
jersey kami. Saya membeli KFC Kolonel Yakiniku untuk buka puasa kami
bertiga. Awalnya saya dan Nanda ingin menunggu Ema di Plaza Festival. Tapi
melihat waktu yang semakin mepet, kami pun ganti menunggu Ema di pool X-trans di daerah Jalan Blora. Sampai
waktu Maghrib tiba, belum ada tanda-tanda Ema segera datang. Jakarta menjelang
buka puasa pastilah sangat macet. Kick
off memang baru dimulai pukul 20.30, tapi tetap saja kami gelisah menunggu
Ema.
Satu jam kemudian, Ema baru
sampai. Ia menolak untuk makan terlebih dulu, minta cepat-cepat pergi ke Gelora
Bung Karno. Kami bertiga langsung mencari taksi. Keputusan yang salah. Jakarta
sangat..sangat..macet petang itu.
Taksi pun tidak ada yang mau mengantar kami ke Senayan. Kami berjalan kaki
lumayan jauh ke halte Transjakarta, tapi mengurungkan niat naik bus melihat
padatnya penumpang. Satu-satunya yang bisa menembus macet begini adalah ojek.
Setelah sempat ditolak abang
ojek, akhirnya ada tiga ojek yang bersedia mengantar kami ke Senayan.
“Jangan sampai terpisah,” saya
beritahu abang-abang ojek. Adik-adik saya tidak mengenal Jakarta, saya takut
mereka nyasar.
Sia-sia saja. Macet Jakarta
yang parah membuat kami terpisah. Ema dan Nanda sampai lebih dulu, saya datang
paling akhir. Kami bertemu di depan Mall f(X), sebelum bersama-sama masuk ke
Gelora.
Lima menit sebelum kick off. Kami mempercepat langkah,
gemuruh di dalam bisa terdengar dari tempat kami setengah berlari. Setelah
memutari stadion, sampailah kami di Gate III untuk kategori II. Kami berlari
naik ke atas. Semakin riuh di dalam; pastilah kick off sudah dimulai. Kami masuk ke dalam dan pandangan kami
langsung terhalang oleh ramainya penonton yang berdiri memenuhi tangga,
sementara deretan bangku di kiri-kanan sudah penuh terisi semua.
Kami terus menerobos ke
depan, dan di saat itulah saya mulai bisa melihat para pemain Chelsea. Yang
pertama saya lihat adalah John Terry dengan nomor punggung 26-nya. Saya bukan
penggemar berat Chelsea, tapi tetap saja terharu melihat mereka bermain
langsung di hadapan. Ema berkaca-kaca, Nanda terpukau. Itu seperti..dream comes true buat mereka.
Melihat ada bangku kosong di
depan, Nanda memandu kami turun semakin ke bawah. Tempat kami lumayan
strategis, setidaknya kami tidak harus selalu berdiri selama 2x45 menit. Di
sekitar kami adalah true blues, di
depan – di atas pagar – ada dua orang yang bertindak sebagai leader untuk menyanyikan yel-yel khas
Chelsea.
Nanda dan Ema senang bukan
main. Mereka ikut menyanyikan lagu-lagu yang asing terdengar di telinga saya. Di
45 pertama, Chelsea sudah banjir gol. Dimulai dari penalti Hazard di menit
ke-20, gol Chelsea bertambah melalui sepakan Ramires, Ba, dan sundulan Terry.
4-0 untuk Chelsea di babak pertama.
Waktu istirahat dimanfaatkan
Ema untuk makan Yakiniku. Dari buka puasa tadi, ia baru minum air putih saja.
Selesai makan, kami foto-foto dengan berbagai macam gaya. Dari layar besar di
depan, tahulah saya kalau penonton pertandingan ini menembus angka 80.000.
Babak kedua baru dimulai
lima menit, gawang Indonesia kembali kebobolan; kali ini oleh Traore. Satu
menit kemudian, giliran Lukaku yang berhasil menjebol pertahanan Kurnia Meiga.
Ramires dan Lukaku kembali membuat gol hingga kedudukan 8-0. Satu-satunya gol
untuk Indonesia adalah gol bunuh diri Kalas. Ketika peluit panjang berakhir,
kedudukan 8-1 untuk Chelsea.
Selesai pertandingan, semua
punggawa Chelsea berkeliling lapangan dipimpin oleh John Terry. Sayangnya,
Lampard tidak ikut bermain di laga ini. Sementara Nanda dan Ema heboh dan
terbawa suasana, saya tak menyia-nyiakan momen itu untuk merekam mereka. Kelak
mereka pasti bersyukur untuk itu.
Saya lega semua berjalan
lancar. Tidak ada desak-desakan yang berarti. Tidak ada tawuran meski sempat
terjadi ketegangan antara fans Chelsea dengan pendukung tim Indonesia; sesuatu
yang konyol menurut saya. Yang paling mengganggu justru asap rokok yang
dibiarkan mengepul sepanjang pertandingan. Depan, samping, belakang, semuanya
merokok. Nanda yang alergi asap rokok jadi batuk. Saya berulang-kali mesti
berkipas-kipas supaya asap rokok tidak banyak terhirup. Kalau Ema.. ah, Ema
sudah lebih dari bahagia untuk melihat Chelsea secara langsung hingga tidak
mempedulikan hal itu.
Adik saya Ema tahu rasanya jatuh cinta pada pandangan pertama ketika ia
berumur 15 tahun. Mimpinya untuk menonton pertandingan Chelsea secara langsung
sudah terwujud. Mungkin nanti – kalau Tuhan berkenan – ia bisa dipertemukan
dengan lelaki yang ia sukai sejak pertama ia melihatnya, lelaki yang membuatnya
menjadi seorang true blue, lelaki
yang membuatnya gila bola. Melihat perkembangan sepak bola Indonesia beberapa
tahun belakangan ini, itu bukanlah hal yang mustahil.
Michael Ballack. Nama lelaki itu adalah Michael Ballack.
OMG. I loved Michael Ballack too when I was in high school! :D
ReplyDeleteSalam the Blues, Chelsea. Saya juga penggemar Ballack & Chelsea tentu. Salam ma adiknya.
ReplyDelete