Time flies.
Sepertinya baru kemarin saya mendapat e-mail dari Neso Indonesia, memberi tahu kalau saya mendapatkan
beasiswa StuNed. Sepertinya belum lama ketika Nuffic mengirimkan e-mail beberapa hari setelahnya,
mengabarkan kalau permohonan beasiswa NFP saya diterima. Seperti yang pernah
saya tulis di sini, akhirnya NFP-lah yang saya ambil dengan pertimbangan
yang sudah saya jelaskan pula di tulisan tersebut.
Dua hal itu terjadi di awal Mei 2013, empat bulan yang lalu.
Setelahnya, waktu seperti terbang.
Saya mulai mempersiapkan ini-itu, dimulai dengan kursus
Akulturasi dan Bahasa Belanda yang dimulai tanggal 20 Mei dan berakhir 3 Juli
di Taalcentrum, Kedutaan Belanda. Dalam seminggu, kursus dilaksanakan dua kali
pada hari Senin dan Rabu mulai pukul 18.00 – 21.00. Sebagai pemegang LoA (Letter of Acceptance) dari universitas
di Belanda, saya digratiskan mengikuti kursus tersebut. Hanya saja, saya mesti
deposit uang sebesar Rp650.000,- yang bisa diambil lagi di akhir kursus, dengan
beberapa persyaratan. Di antaranya adalah mengikuti kursus minimal 11 kali
pertemuan – dari total 14 pertemuan – dan mengikuti ujian akhir.
Kursus diajar oleh orang Indonesia, dengan Bahasa Indonesia
pula. Dalam rentang tiga jam, kursus dibagi menjadi dua sesi: akulturasi
(pengenalan budaya di Belanda) dan Bahasa Belanda. Ada belasan orang yang
mengikuti kursus ini, rata-rata penerima beasiswa juga.
Sayangnya, selama rentang Mei sampai Juli itu saya sedang
banyak tugas dinas ke luar kota. Saya jadi banyak bolos, bahkan tidak bisa ikut
ujian karena berbarengan dengan dinas saya ke Solo. Uang deposit pun tidak bisa
diambil kembali. Meskipun cuma beberapa kali hadir di kelas, lumayan juga sih
pengetahuan yang didapat. Saya paling suka kalau sesi pengenalan budaya
Belanda, lebih menyenangkan dibanding sesi bahasa. Ada hal-hal unik yang saya
tahu, mulai dari kebiasaan orang Belanda yang suka memasang kalender di pintu
toilet untuk mengingat hari ulang tahun sampai kebiasaan cium pipi tiga kali.
Nanti akan saya konfirmasi tentang dua hal itu.
Selain kursus Akulturasi dan Bahasa Belanda, saya juga
mengambil dua kursus lain. Dua-duanya kursus Bahasa Inggris. Hanya saja, yang
satu lebih ke speaking, sementara
yang lain lebih ke academic writing.
Untuk memperlancar speaking,
saya mengambil les privat dengan Miss Vanka. Saya tahu tentang dia dari iklan
di Kaskus. Orangnya masih muda, masih kuliah malahan. Tapi dia sudah mengajar
di sebuah lembaga bahasa Inggris. Bahasa Inggrisnya bagus, dan sikapnya yang
ramah membuat saya nyaman. Total pertemuan saya dengan Miss Vanka hanya 4 kali,
masing-masing 2 jam tiap minggunya. Biasanya sih Sabtu atau Minggu pagi. Saya
mulai les tanggal 25 Mei dan berakhir tanggal 15 Juni. Les seringnya di kosan
saya, tapi pernah sekali saya ajak Miss Vanka ke Pasar Festival ketika saya
sedang suntuk.
Selain les privat untuk speaking,
saya juga les privat untuk writing. Saya
ambil les di AIM Manggarai untuk 5 kali pertemuan, masing-masing 2 jam. Karena
privat, saya bebas menentukan tanggal dan harinya, biasanya malam dari jam 7
sampai 9. Saya mulai les tanggal 24 Mei dan berakhir 21 Juni. Dalam 5 kali
pertemuan, dua kali saya diajar oleh bule dan sisanya orang Indonesia.
Sekian tentang les-les yang saya ikuti.
Sabtu 20 Juli, saya ikut Pre-departure
Briefing yang diselenggarakan oleh Neso Indonesia di Erasmus Huis Jakarta.
Acara ini terbuka untuk siapa saja yang akan studi di Belanda. Tidak wajib sih,
tapi sayang kalau sampai melewatkannya. Dalam acara ini ada pengenalan tentang
Belanda dan sedikit pelajaran tentang Bahasa Belanda yang sering dipakai
sehari-hari. Ada kuisnya juga dengan pertanyaan seputar pengetahuan umum mengenai
Negeri Kincir Air itu. Yang paling penting adalah penjelasan mengenai apa-apa
saja yang harus disiapkan sebelum dan setelah di sana.
Untuk yang terakhir itu, ada drama simulasi yang dipentaskan
oleh alumni universitas di Belanda. Ini bagian yang paling saya suka. Kita
diberi tahu situasi di sana, termasuk cara mengatasi homesick yang pasti – PASTI – melanda. Di akhir acara, ada
pertemuan dengan alumni universitas Belanda berdasarkan kota. Saya segera
mencari meja dengan tulisan Wageningen, dan bergabung dengan dua orang alumni
yang sudah ada di sana.
Calon mahasiswa yang akan belajar di Wageningen ternyata
lumayan banyak juga. Kami antusias bertanya pada alumni tentang apa saja, mulai
dari housing, kuliah, sampai rencana
setelah lulus. Alumni yang helpful
membuat kami betah hingga tak terasa ngobrol lama.
Enaknya mendapat beasiswa NFP, semua keperluan saya sudah
diurus kampus. Mulai dari penjemputan di bandara hingga housing. Itu membuat persiapan keberangkatan saya jadi lebih
ringan. Masalah visa pun sudah diurus hingga saya hanya perlu ke Kedutaan satu
kali untuk mengambilnya. Tanggal 27 Agustus, visa sudah ada di tangan.
Mendekati keberangkatan tanggal 19 September, saya mulai menyelesaikan
urusan kantor, kosan, dan keluarga di rumah.
Urusan kantor sifatnya administratif, seperti pembuatan SK
Tugas Belajar dan Surat Penugasan dari Setneg. Saya juga memberi tahu teman
kantor tentang pelimpahan tugas-tugas saya ke mereka selama setahun nanti.
Alhamdulillah teman kantor saya baik-baik. Mereka sangat supportive dan banyak membantu. Untuk kosan, saya pamit pada ibu
kos dan teteh setelah sebelumnya saya membayar uang kos selama setahun ke
depan. Setelah melakukan beberapa pertimbangan, akhirnya saya memang memutuskan
untuk tidak pindah dari kosan yang sekarang. Saya sudah merasa nyaman di sana,
sudah cocok juga dengan teteh yang beres-beres kosan. Bayangan harus mencari
kosan baru setelah saya pulang ke Indonesia nanti membuat saya tak enak. Untuk
keluarga di rumah, saya sudah instalkan Whatsapp untuk ibu. Inginnya sih instal
Skype juga, tapi belum sempat. Yang penting saya tetap berkomunikasi setiap
hari dengan bapak-ibu, itu sudah cukup.
Menjelang hari keberangkatan, saya mulai membeli perlengkapan
yang sekiranya dibutuhkan di sana, terutama pakaian musim dingin. Masih musim
gugur di Belanda, tapi kisaran 9-14 derajat tetap saja dingin buat saya. Saya
catat yang kira-kira perlu, dan mempersiapkan atau membelinya satu per satu.
Sampai satu hari menjelang hari-H, semua sudah lengkap. Semua sudah siap. Kecuali
mungkin, well.. persiapan mental.
Halo mba , perkenalkan saya Sari, saat ini saya memiliki keinginan untuk melanjutkan studi S2 di Inggris, Belanda, atau Jerman.
ReplyDeleteboleh minta tips dan apa saja yg perlu saya persiapkan ?
mulai dari nilai TOEFL, IELTS, kursus apa yang kira-kira bagus untuk saya ikuti.
kalau boleh saya dengan sangat senang terima tips dari mba melalui email saya novitasari09@hotmail.com
terimakasih :)