Thursday, 26 September 2013

Farewell (I)


Saying goodbye doesn’t hurt. What sucks is the empty heart you feel after you say it.

Masih beberapa minggu sebelum keberangkatan saya ke Belanda. Rasanya tidak ingin cepat-cepat pergi. Rumah semakin terasa nyaman, teman-teman semakin hangat dan menyenangkan. Hanya kesibukan di kantor saja yang membuat saya ingin rehat sejenak.

Minggu-minggu itu adalah minggu-minggu farewell party, dimulai tanggal 24 Agustus dengan Mbak Vita dan Mbak Tami. Kami makan-makan di Billie Chick, Kota Kasablanka. Belum berasa sedih karena saya tahu kami bisa bertemu lagi di minggu-minggu berikutnya. Dua hari setelahnya, tanggal 26 Agustus, saya makan-makan dengan teman kantor seruangan ditambah Mr. Yano dan sekretarisnya, Mbak Hafni. FYI, Mr. Yano adalah orang Jepang yang merekomendasikan saya untuk ikut pelatihan di Jepang tahun kemarin. Mengetahui saya akan sekolah di luar, Mr. Yano justru yang antusias untuk mengadakan farewell party. Awalnya dia berbaik hati untuk mengundang saya dan teman-teman ke apartemennya. Merasa tak enak, saya pindahkan farewell party-nya ke I-ta Suki di Kota Kasablanka. Kami makan siang di sana. Tipikal orang Jepang, Mr. Yano memberikan saya kado seusai acara, pun demikian dengan Mbak Hafni.

Akhir Agustus, saya main ke kosan Mitha di BSD. Saya berencana menginap di kosannya. Untuk pertama kalinya, saya naik kereta ke sana. Itu kali ketiga saya ke BSD setelah sebelumnya naik bis Trans BSD dan taksi. Muti, teman SMP saya, kebetulan sedang ada acara di Jakarta. Dia menginap di rumah saudaranya di daerah Ciputat. Sebelum ke kosan Mitha, saya main ke Ciputat untuk bertemu Muti. Lagipula, Sabtu itu Mitha masih kerja. Dia – juga dua teman saya yang lain, Reni dan Mufri – akan menyusul sore harinya.

Saya sampai di Stasiun Sudimara sekitar pukul 12 siang. Saya tunggu Muti sekitar 10 menit sebelum akhirnya kami naik angkot ke rumah saudara Muti. Kami ngobrol banyak, cerita ini-itu, hingga Mitha datang. Tak lama, giliran Mufri, Mas Ade dan dede Ardell yang main. Reni dan Nizar datang belakangan.

Saat itu perasaan saya campur aduk. Senang sekaligus.. sedih. Itu bisa jadi hari terakhir saya bertemu mereka sampai tahun depan. 365 hari itu tidak sebentar. Saya bahagia ngobrol-ngobrol dengan mereka, menikmati setiap momennya. Sudah lama sejak kami bisa ngobrol bersama-sama seperti saat itu. Saya sempat berharap bisa menghentikan waktu sejenak supaya bisa lebih lama dengan mereka.

Malamnya, kami ke Summarecon Mall untuk makan malam. Summarecon di malam Minggu sangat penuh oleh pengunjung. Ada Festival Jajanan di sana, tapi tak terlihat ada meja yang kosong. Kami masuk ke dalam mall, sama penuhnya. Akhirnya kami makan di food court lantai atas. Beruntung masih ada meja panjang untuk kami semua. Meskipun harus pesan makanan masing-masing, setidaknya kami masih bisa makan satu meja.

Sudah larut malam ketika kami pulang. Ardell belum tidur, masih aktif malahan untuk anak seusia dua tahunan. Kami diantar oleh Mas Ade ke rumah masing-masing. Saya dan Mitha diantar sampai kosan Mitha. Sebelum benar-benar berpisah, saya memeluk teman-teman saya satu persatu dan well.. seperti ada yang hilang melihat mereka pergi. Harusnya saya tahu, mellow sudah menggelayut sejak malam itu.

Paginya, saya dan Mitha ke Pasar Modern untuk membeli serabi Notosuman. Sejak makan serabi itu di Solo, saya memang langsung menjadikannya salah satu cemilan favorit. Apalagi yang putih, enak! Dari sana, kami sarapan di taman jajan BSD.

Setelah itu, waktu cepat sekali bergulir. Melihat jam sudah menunjuk angka empat, saya merapikan tas dan bersiap pulang.

Saya sudah membonceng Mitha, duduk manis untuk diantarkan sampai stasiun. Mitha tiba-tiba mengajak saya ke Karawaci.

“Tidak akan lama di sana,” katanya.

Well.. tidak akan lama kalau saja Mitha tidak mengantarkan saya ke Books and Beyond dekat UPH. Tempatnya nyaman sekali. Saya betah di sana, semakin tidak ingin cepat pulang.

“Aku tahu kamu pasti suka tempat ini!”, kata Mitha.

Ya, ya.

Rencana mampir sebentar jadi lama. Kami akhirnya memutuskan untuk makan malam di Rumah Kayu, sekalian sholat Maghrib di sana.

Semuanya itu seperti sekelebatan saja hingga akhirnya saya mesti ke stasiun. Saya sampai di sana berbarengan dengan datangnya kereta. Terburu-buru, saya memeluk Mitha sebentar, lalu berlari-lari menuju kereta.

Begitu saya duduk, kereta mulai berjalan pelan. Akumulasi mellow sejak kemarin membuat saya sedih. Itu adalah sedih yang paling sedih selama saya mempersiapkan keberangkatan ke Belanda. Ditambah, otak saya yang penuh drama mengiringi perjalanan kereta malam itu dengan Daylight – Maroon 5 sebagai backsong. Thank you, Brain! Thank you!

Ada banyak hal yang membuat sedih sepulang saya dari BSD. Pertemanan saya dengan Mitha, Reni, Muti dan Mufri tak selamanya mulus. Pernah putus kontak, pernah saling tak tahu kabar masing-masing karena kesibukan yang berbeda-beda. Saya berharap bisa jadi teman yang lebih baik untuk mereka. Melihat mereka datang hanya untuk mengucapkan selamat jalan, rasanya saya tak ingin benar-benar pergi.

“..and when the daylight comes I’ll have to go
But tonight I’m gonna hold you so close
Cause in the daylight we'll be on our own
But tonight I need to hold you so close..”

No comments:

Post a Comment