TOEFL ITP – 9 Februari 2012
Selesai TOEFL iBT, saya
langsung belajar untuk tes TOEFL ITP; terutama untuk Structure. Materi tes ini tidak ada di TOEFL iBT. Empat hari
belajar memang sangat singkat, tapi saya tak punya banyak pilihan.
Saya lebih yakin dengan tes
ini, karena sudah punya pengalaman sebelumnya. Saya ijin setengah hari dari
kantor untuk Kamis itu. Saya ke Universitas Indonesia Salemba membawa pensil
2B, penghapus, rautan, dan alas untuk mengerjakan soal. Saya jadi ingat
masa-masa dulu mengerjakan tes untuk melamar pekerjaan.
Belum terlalu banyak orang
yang masuk ke ruangan. Atmosfer yang saya rasakan beda dengan tes TOEFL
internasional. Lebih familiar, lebih akrab, lebih santai. Setelah pembacaan
tata tertib, tes dimulai.
Listening jadi tes
pembuka. Percakapan yang diperdengarkan berlangsung cepat. Hilang konsentrasi
sedikit saja, akan kesulitan menemukan jawaban. Tes kedua adalah Structure. Tak belajar dari kesalahan mengerjakan
TOEFL iBT, saya berlama-lama di soal
yang sulit. Mestinya saya langsung skip untuk
soal yang lebih mudah terlebih dulu. Waktu terasa sangat singkat. Reading adalah yang terakhir; tak
sesusah bacaan di TOEFL iBT.
Saya percaya, hasil tes ini
tentu lebih baik dari tes TOEFL sebelumnya. Saya baru bisa mengetahui hasilnya
10 hari ke depan. Saya tak terlalu memikirkannya karena setelah TOEFL ITP, saya
masih punya satu tes lagi yang harus diperjuangkan.
Tes Potensi Akademik – 11 Februari 2012
Kalau saya bilang belajar
empat hari tidak cukup untuk tes TOEFL ITP, rasanya saya mestinya bilang
mustahil belajar TPA dalam waktu dua hari. Tapi lagi-lagi pilihan saya
terbatas. Untuk mengejar deadline beasiswa
Kementerian Komunikasi dan Informatika di akhir bulan, saya harus tes dalam
waktu yang berdekatan.
TPA sendiri sebenarnya tidak
terlalu asing bagi saya. Saya lumayan familiar dengan jenis tes ini, terutama
tiga tahunan lalu saat saya sedang semangat-semangatnya mencari kerja. Nyaris
semua tempat mengandalkan tes ini sebagai penyeleksi awal. Saya beli satu buku
kecil untuk latihan.
Tes diadakan di Sabtu pagi,
di Bappenas. Ratusan orang tes di satu aula luas. Setelah daftar ulang, saya
duduk di kursi yang sudah ditentukan.
Tes dimulai serentak.
Soal-soal awal mudah, dan semakin lama semakin susah. Saya sampai pada satu
titik ketika saya mempertanyakan ke-Indonesia-an kata-kata yang dijadikan soal
saking saya tak pernah mendengarnya apalagi tahu artinya. Di bagian selanjutnya
lebih seru lagi. Saya bertemu musuh lama saya: matematika, atau yang
sejenisnya. Saya harus berpikir super cepat, kalau tak ingin menyisakan lingkaran-lingkaran
tanpa jawaban. Bagian selanjutnya lebih mirip soal pelajaran Bahasa Indonesia.
Gampang-gampang susah. Susah-susah gampang.
Tiga jam mengerjakan soal
menguras energi saya. Tapi saya tahu, selesai TPA, saya sudah bebas dari
tes-tes di Bulan Februari. Sabtu malam itu terasa berlipat-lipat lebih
menyenangkan dibanding Sabtu-Sabtu sebelumnya. Saya kembali mengucap halo pada buku-buku,
film-film, CD lagu-lagu yang beberapa minggu lalu tak pernah saya beri
perhatian.
Saya menikmati hari-hari,
setidaknya sampai hasil tes-tes itu keluar minggu berikutnya – yang ternyata
tak selama yang saya bayangkan.
14 Februari. Di saat orang
lain berdebar-debar mendapatkan coklat atau bunga, saya berdebar-debar
mendapatkan email dari ETS – penyelenggara TOEFL internasional. Hasil TOEFL iBT
sudah keluar! Saya buka email dengan cepat, dan sesaat mencoba memahami angka-angka
dan kata-kata yang terpampang di layar depan saya. 79 adalah syarat minimal
untuk mendaftar STUNED, nilai saya melebihi angka tersebut. Ini menjadi lebih
menyenangkan bagi saya, karena terpikir untuk mencapai 79 pun tidak. Saya pikir
saya akan berhenti di 6 sekian.
Mungkin ini adalah buah doa
bapak-ibu di rumah.
Masih ada dua hasil tes
lagi. Saya mengambilnya bersamaan di Jumat siang di minggu itu, setelah sebelumnya menelepon untuk memastikan hasilnya telah keluar.
Yang pertama saya ambil adalah hasil TPA. Syarat minimal adalah 550, saya tipis
melampaui angka itu. Dari Koperasi Bappenas, saya segera ke Universitas
Indonesia Salemba. Melihat hasilnya, saya agak kecewa. Jika dikonversi, hasil
TOEFL iBT saya bahkan lebih tinggi daripada hasil tes TOEFL ITP. Ini di luar
perkiraan, karena saya anggap TOEFL internasional memiliki tingkat kesulitan
yang lebih besar. Saya tidak bisa mendaftar beasiswa Kementerian Komunikasi dan
Informatika yang mematok 580, meskipun masih bisa menggunakan hasil tes itu untuk
mendaftar beasiswa AMINEF dan ADS.
Dengan ketiga hasil tes itu,
saya belajar satu hal bahwa berburu beasiswa butuh waktu yang panjang.
Seharusnya malah sudah dipersiapkan setahun sebelumnya. Dengan begitu, waktu
belajar lebih panjang dan hasil bisa lebih maksimal.
Saya masih sibuk mengurus
pendaftaran beasiswa yang lain. STUNED sudah lewat. Dengan waktu kurang dari
sebulan (deadline STUNED 15 Maret),
tidak mungkin mendapatkan Letter of
Acceptance dari universitas di Belanda. Begitupun, masih ada beasiswa dari
negara lain.
Kalau tahun ini tidak ada
target yang tercapai, mungkin tahun depan. Kalau tahun depan masih belum juga,
mungkin tahun depannya lagi. Tes-tes yang sudah saya lakukan hanyalah satu
langkah dari ratusan langkah yang nantinya saya tempuh. Tapi untuk satu langkah
kecil inipun, saya berterima kasih untuk semua dengan doa-doa.
Semangaaattttttttttt!!!!
ReplyDeletesemangat anggi_mon
ReplyDelete