Monday, 19 March 2012

3 Tes, 1 Bulan, Banyak Tujuan (II)

TOEFL ITP – 9 Februari 2012

Selesai TOEFL iBT, saya langsung belajar untuk tes TOEFL ITP; terutama untuk Structure. Materi tes ini tidak ada di TOEFL iBT. Empat hari belajar memang sangat singkat, tapi saya tak punya banyak pilihan.

Saya lebih yakin dengan tes ini, karena sudah punya pengalaman sebelumnya. Saya ijin setengah hari dari kantor untuk Kamis itu. Saya ke Universitas Indonesia Salemba membawa pensil 2B, penghapus, rautan, dan alas untuk mengerjakan soal. Saya jadi ingat masa-masa dulu mengerjakan tes untuk melamar pekerjaan.

Belum terlalu banyak orang yang masuk ke ruangan. Atmosfer yang saya rasakan beda dengan tes TOEFL internasional. Lebih familiar, lebih akrab, lebih santai. Setelah pembacaan tata tertib, tes dimulai.

Listening jadi tes pembuka. Percakapan yang diperdengarkan berlangsung cepat. Hilang konsentrasi sedikit saja, akan kesulitan menemukan jawaban. Tes kedua adalah Structure. Tak belajar dari kesalahan mengerjakan  TOEFL iBT, saya berlama-lama di soal yang sulit. Mestinya saya langsung skip untuk soal yang lebih mudah terlebih dulu. Waktu terasa sangat singkat. Reading adalah yang terakhir; tak sesusah bacaan di TOEFL iBT.

Saya percaya, hasil tes ini tentu lebih baik dari tes TOEFL sebelumnya. Saya baru bisa mengetahui hasilnya 10 hari ke depan. Saya tak terlalu memikirkannya karena setelah TOEFL ITP, saya masih punya satu tes lagi yang harus diperjuangkan.


Tes Potensi Akademik – 11 Februari 2012

Kalau saya bilang belajar empat hari tidak cukup untuk tes TOEFL ITP, rasanya saya mestinya bilang mustahil belajar TPA dalam waktu dua hari. Tapi lagi-lagi pilihan saya terbatas. Untuk mengejar deadline beasiswa Kementerian Komunikasi dan Informatika di akhir bulan, saya harus tes dalam waktu yang berdekatan.

TPA sendiri sebenarnya tidak terlalu asing bagi saya. Saya lumayan familiar dengan jenis tes ini, terutama tiga tahunan lalu saat saya sedang semangat-semangatnya mencari kerja. Nyaris semua tempat mengandalkan tes ini sebagai penyeleksi awal. Saya beli satu buku kecil untuk latihan.

Tes diadakan di Sabtu pagi, di Bappenas. Ratusan orang tes di satu aula luas. Setelah daftar ulang, saya duduk di kursi yang sudah ditentukan.

Tes dimulai serentak. Soal-soal awal mudah, dan semakin lama semakin susah. Saya sampai pada satu titik ketika saya mempertanyakan ke-Indonesia-an kata-kata yang dijadikan soal saking saya tak pernah mendengarnya apalagi tahu artinya. Di bagian selanjutnya lebih seru lagi. Saya bertemu musuh lama saya: matematika, atau yang sejenisnya. Saya harus berpikir super cepat, kalau tak ingin menyisakan lingkaran-lingkaran tanpa jawaban. Bagian selanjutnya lebih mirip soal pelajaran Bahasa Indonesia. Gampang-gampang susah. Susah-susah gampang.

Tiga jam mengerjakan soal menguras energi saya. Tapi saya tahu, selesai TPA, saya sudah bebas dari tes-tes di Bulan Februari. Sabtu malam itu terasa berlipat-lipat lebih menyenangkan dibanding Sabtu-Sabtu sebelumnya. Saya kembali mengucap halo pada buku-buku, film-film, CD lagu-lagu yang beberapa minggu lalu tak pernah saya beri perhatian.

Saya menikmati hari-hari, setidaknya sampai hasil tes-tes itu keluar minggu berikutnya – yang ternyata tak selama yang saya bayangkan.

14 Februari. Di saat orang lain berdebar-debar mendapatkan coklat atau bunga, saya berdebar-debar mendapatkan email dari ETS – penyelenggara TOEFL internasional. Hasil TOEFL iBT sudah keluar! Saya buka email dengan cepat, dan sesaat mencoba memahami angka-angka dan kata-kata yang terpampang di layar depan saya. 79 adalah syarat minimal untuk mendaftar STUNED, nilai saya melebihi angka tersebut. Ini menjadi lebih menyenangkan bagi saya, karena terpikir untuk mencapai 79 pun tidak. Saya pikir saya akan berhenti di 6 sekian.

Mungkin ini adalah buah doa bapak-ibu di rumah.

Masih ada dua hasil tes lagi. Saya mengambilnya bersamaan di Jumat siang di minggu itu, setelah sebelumnya menelepon untuk memastikan hasilnya telah keluar. Yang pertama saya ambil adalah hasil TPA. Syarat minimal adalah 550, saya tipis melampaui angka itu. Dari Koperasi Bappenas, saya segera ke Universitas Indonesia Salemba. Melihat hasilnya, saya agak kecewa. Jika dikonversi, hasil TOEFL iBT saya bahkan lebih tinggi daripada hasil tes TOEFL ITP. Ini di luar perkiraan, karena saya anggap TOEFL internasional memiliki tingkat kesulitan yang lebih besar. Saya tidak bisa mendaftar beasiswa Kementerian Komunikasi dan Informatika yang mematok 580, meskipun masih bisa menggunakan hasil tes itu untuk mendaftar beasiswa AMINEF dan ADS.

Dengan ketiga hasil tes itu, saya belajar satu hal bahwa berburu beasiswa butuh waktu yang panjang. Seharusnya malah sudah dipersiapkan setahun sebelumnya. Dengan begitu, waktu belajar lebih panjang dan hasil bisa lebih maksimal.

Saya masih sibuk mengurus pendaftaran beasiswa yang lain. STUNED sudah lewat. Dengan waktu kurang dari sebulan (deadline STUNED 15 Maret), tidak mungkin mendapatkan Letter of Acceptance dari universitas di Belanda. Begitupun, masih ada beasiswa dari negara lain.

Kalau tahun ini tidak ada target yang tercapai, mungkin tahun depan. Kalau tahun depan masih belum juga, mungkin tahun depannya lagi. Tes-tes yang sudah saya lakukan hanyalah satu langkah dari ratusan langkah yang nantinya saya tempuh. Tapi untuk satu langkah kecil inipun, saya berterima kasih untuk semua dengan doa-doa.

2 comments: