Monday, 29 April 2013

Mendadak Singapura (3)

Awan gelap dari selatan kini sudah melewati saya. Angin semakin kencang, membuat putaran-putaran kecil berisi pasir dan dedaunan kering. Cukup sudah people watching untuk hari itu. Saya berjalan secepat mungkin menuju Esplanade, menghindari hujan yang setiap saat bisa jatuh. Langkah kaki saya berat, tapi tak seberat ketika saya harus kembali ke ABC Hostel malam sebelumnya.

***
Setelah kenyang menyantap Yoshinoya, saya kembali ke ABC Hostel. It was official, saya sendirian di Singapura. Untuk pertama kalinya, saya sendirian di negeri orang. Mestinya saya bisa istirahat setelah seharian berjalan-jalan. Tapi saya menginap di dorm, berbagi kamar dengan tiga orang asing lainnya. Tiba-tiba saya kangen kamar di kosan.

Ketika saya masuk kamar, perempuan yang ada di kasur atas sebelah kiri masih sibuk dengan laptopnya. Sehabis mandi dan berganti pakaian, saya naik ke atas kasur dengan was-was. Ada semacam besi penopang di pinggir kasur, namun ketika saya pegang, besi itu mudah terlepas dari tempatnya. Saya langsung takut. Bagaimana kalau saya sampai jatuh?

Ketika akhirnya sampai di atas, saya posisikan diri mepet ke tembok di sebelah kanan. Saya taruh tas di sebelah kiri, sebagai pembatas. Lampu masih menyala ketika saya tidur. Saya tak bisa komplain untuk hal-hal kecil seperti itu. Saya tak bebas bergerak, takut setiap gerakan akan memicu bunyi berkeret yang menganggu. Tapi toh akhirnya saya tidur juga.

Jam 9 pagi saya bangun dengan kaki kaku. Satu-satunya yang membuat saya bahagia sepagi itu adalah email dari Mr. Anthony, mengabarkan bahwa Hayley sudah menerima buku yang saya beri.

***
Hujan sudah turun deras di luar. Untunglah saya sudah masuk ke Esplanade. Pagi itu saya sudah check out dari ABC Hostel. Sama seperti Mitha, saya titipkan ransel supaya tidak berat dibawa kemana-mana. Sarapan saya sebelum ke Merlion adalah Nasi Padang, di Rumah Makan Minang dekat Masjid Sultan. Rasanya enak. Serius.


Melewati Esplanade, saya masuk ke CityLink mall. Tidak ada petunjuk tentang toko buku di situ. Saya berjalan tak tentu arah hingga melihat jalan tembus menuju Marina Square. Saya langsung langkahkan kaki ke Times mengikuti petunjuk arah mall. Saya tahu seharian itu tak mungkin saya pergi kemana-mana lagi. Hujan masih deras, kaki masih sakit. Jadi membaca buku adalah pilihan paling menyenangkan untuk menghabiskan hari.

Di Times, saya menemukan The Devotion of Suspect X karangan Keigo Higashino! Saya mencarinya di Indonesia dan justru menemukannya di sini. Saya tahu tentang buku itu dari film adaptasinya, film Korea berjudul Perfect Number. Meskipun sudah mengetahui ending-nya, saya masih ingin membaca bukunya.

Hujan masih rintik. Saya habiskan waktu dengan membaca. Ketika hujan mulai berhenti, saya segera kembali ke ABC Hostel untuk mengambil ransel dan langsung ke Changi. Tak peduli masih sore ketika sampai Changi (flight saya jam 10 malam), saya tahu tak bisa ke tempat lain juga dengan kaki sakit begini.

Di Changi pun saya tak sempat melihat-lihat terminal 1 dan 3. Saya hanya duduk manis di terminal 2, membaca buku. Ketika mulai lapar, saya makan spaghetti meatballs di salah satu resto di sana. Lalu dilanjut kembali membaca buku.


Karena Mandala tidak punya fasilitas web check in¸ saya belum boleh masuk departure lounge sebelum counter check in dibuka jam 8 malam. Padahal departure lounge Changi itu menarik lho. Yang saya lihat dari petanya, mereka bahkan punya bioskop untuk menonton film dan fasilitas massage gratis!

Begitulah, saya masih asik membaca sampai akhirnya ada panggilan boarding. Beruntung buku yang sedang saya baca benar-benar bagus, jenis buku yang tidak mudah diletakkan sekali baca.

Pesawat datang tepat waktu, pun sampai di Jakarta tepat waktu. Selesai sudah jalan-jalan akhir minggu di Singapura. Sampai di kosan, kaki saya masih terasa sakit. Tapi saya tahu, dua puluh tahun dari sekarang, bukan rasa sakit itu yang akan saya ingat.

No comments:

Post a Comment