Tuesday, 19 March 2013

Mengajak Bapak-Ibu Jalan-Jalan (iv)


Senin, 28 Januari. Ini hari terakhir kami di Penang. Saya berencana ke Gurney Plaza, barangkali ada yang lucu-lucu di situ. Saya tak berniat mengajak bapak-ibu ke tempat wisata lainnya yang jauh-jauh, barangkali mereka masih lelah sisa kemarin.

Di antara semua mall di Penang yang pernah saya kunjungi, Gurney Plaza adalah yang paling bagus. Ada toko buku pula di situ! Yang paling saya suka, saya menemukan cincin clover di sana. Senangnya! Setelah berjalan-jalan, kami makan di Chilli’s. Selesai makan, kami langsung pulang ke hotel naik taksi.


Cuma sebentar kami di Gurney Plaza. Sisa hari itu kami gunakan untuk beristirahat, saya sempat tidur malah.  Jam lima sore, kami bersiap menuju bandara. Taksi yang sudah kami pesan telah datang.

Pulang ke Jakarta, giliran bapak yang duduk dekat jendela. Bulan terlihat terang dengan awan-awan yang mengelilinginya. Indah! Semuanya alhamdulillah lancar, kecuali turbulensi yang sempat bikin deg-degan.

Kami sampai Jakarta sekitar jam sebelas malam, dijemput oleh saudara. Selesai sudah misi mengajak bapak-ibu jalan-jalan.


 
***

Jalan-jalan bersama orang tua tentu beda dengan jalan-jalan bareng teman. Apalagi kalau orang tua sudah berumur, kitalah yang harus mempersiapkan semuanya. Berikut beberapa hal yang saya catat dari perjalanan ini:

1.Siapkan budget lebih. Kalau bersama teman kita bisa dengan santai tidur di hostel, dengan orang tua mestinya kita cari penginapan yang lebih baik. Kalau bersama teman kita kemana-mana naik bis atau kendaraan umum murah meriah lainnya, dengan orang tua kita harus tahu kapan saatnya untuk naik taksi. Meskipun tarifnya lebih mahal, tapi setidaknya itu bisa menghemat tenaga orang tua kita.

2.Santai dan nikmati tempat wisata. Jangan terburu-buru karena ingin ke banyak tempat wisata sekaligus dalam satu hari. Ingat tujuan utama mengajak orang tua jalan-jalan. Rencanakan tempat-tempat yang akan dikunjungi, jadi kita tahu tempat wisata mana saja yang letaknya berdekatan. Ini bisa menghemat waktu dan tenaga sekaligus. 

3.Pelajari tempat wisata yang akan dikunjungi. Ketika memutuskan pergi ke Kek Lok Si Temple, saya tak tahu kalau jalanan menuju kuil itu menanjak dan cukup melelahkan. Ibu sampai harus beberapa kali berhenti berjalan karena lelah. Kalau tahu hal itu sedari awal, saya bisa mengubah tujuan wisata atau minimal bertanya terlebih dulu pada bapak-ibu. 

4.Cari tempat makan yang sekiranya cocok dengan selera orang tua. Kalau perlu, googling dulu sebelum berangkat. Saya suka Nasi Kandar, tapi ternyata ibu tidak. Nasi Lemak juga ibu kurang suka. Padahal itu yang jelas-jelas halal. Agak susah menemukan makanan yang cocok buat ibu. Untungnya ibu suka buah. Jadi meskipun makannya sedikit, ibu mendapat tambahan energi dari buah-buahan. 

5.Untuk orang tua yang belum pernah naik pesawat, ajari mereka terlebih dahulu. Gambarkan situasinya supaya mereka bisa membayangkan. Bersabarlah kalau mereka banyak bertanya, toh ketika kita kecil, mereka juga tempat kita bertanya.



Jalan-jalan bersama bapak-ibu ke Penang menyadarkan saya bahwa mereka tidak lagi muda. Dulu mereka yang menyiapkan segala sesuatunya, sekarang giliran saya. Tapi melihat mereka terpukau memandang ke luar jendela pesawat, melihat mereka tersenyum lebar berfoto di tempat wisata, melihat mereka bahagia, semua persiapan berbulan-bulan yang saya lakukan terbayar sudah. Lunas.



Mengajak Bapak-Ibu Jalan-Jalan (iii)


Minggu, 27 Januari. Seperti yang saya bilang, Kota Tua di Georgetown adalah target saya selanjutnya. Georgetown terkenal sebagai World Heritage City, jadi tepat kalau menghabiskan seharian di sana. Dari buku yang saya baca dan peta wisata yang mudah didapatkan dimana saja, saya jadi tahu tempat-tempat mana yang jadi prioritas. Yang lebih menyenangkan, Penang menyediakan free shuttle bus untuk keliling Kota Tua!

Sama seperti hari sebelumnya, kami ke Komtar sekitar jam 9. Tak lama, bus berlabel CAT (Central Area Transit) – free datang. Beruntung kami berempat mendapat tempat duduk.

Kami turun di halte dekat Gereja St. George – gereja Anglican tertua di Asia Tenggara – yang berhadapan dengan Courthouse. Setelah berfoto-foto, kami melanjutkan berjalan kaki hingga ke Museum Penang.


  
Tiket masuk ke Museum Penang sangat murah, cuma RM 1, padahal koleksinya lumayan lengkap. Kita bisa belajar tentang sejarah Penang. Ada tiga kelompok masyarakat yang membangun Penang, yakni Cina, Melayu, dan India. Budaya masing-masing kelompok masyarakat ini – mulai dari pakaian hingga adat pernikahan – dijelaskan secara rinci berdasarkan ruangan yang kami masuki. Di lantai dua, ada berbagai macam lukisan, mainan tradisional, dan lainnya.




Setelah Museum Penang, kami kembali naik CAT sampai Halte Feri. Dari sana, kami bisa saja langsung melanjutkan perjalanan kembali ke Komtar. Tapi hari belum juga sore. Alih-alih pulang, kami berjalan berbalik arah hingga ke Fort Cornwallis, melewati The Queen Victoria Memorial Clock Tower.

 
Tiket masuk ke Fort Cornwallis RM 3. Kami naik ke atas benteng yang menghadap laut, berfoto dengan meriam jaman dulu kala. Ada rombongan bule yang lewat, ibu langsung heboh minta foto bareng, tapi malu-malu. Saya mendekati salah satu dari mereka, meminta berfoto bersama.

“I can’t believe I’m so famous here!”, kata si bule sambil tertawa.



Ia bilang, sudah sering sekali ia dimintai foto bareng. Untungnya ia masih mau diajak foto lagi. Jadilah siang itu, bapak, ibu, dan sepupu berfoto bersama bule.


Di depan Fort Cornwallis, ada banyak jajajan. Salah satu yang menyita perhatian adalah Rojak Menjerit. Itu sebenarnya rujak buah biasa, tapi konon sambalnya sangat pedas hingga bikin kita menjerit. Well, nyatanya cukup pedas saja tidak.


Dari Fort Cornwallis, kami kembali berjalan – kali ini melewati City Hall dan Town Hall. Menjelang sore, kami kembali pulang naik CAT.




Malamnya, kami kembali ke luar mencari makan; kali ini ke Penang Time Square. Hotel memang punya restoran di bawah, sayangnya tidak halal. Karena dekat dengan hotel, kami ke Penang Time Square berjalan kaki. Sampai di mall, sudah banyak tempat makan yang tutup. Pantas sih, kami baru keluar saja jam delapan lewat.

Meski lelah jalan-jalan mengelilingi Kota Tua hampir seharian, sebelum tidur kami sempatkan packing terlebih dahulu. Tinggal semalam lagi di Penang.

Mengajak Bapak-Ibu Jalan-Jalan (ii)


Sabtu, 26 Januari. Kami sudah mandi dan rapi dari jam 7 pagi. Begitu melihat ke luar, masih gelap gulita! Kami tunggu sampai jam 8, baru memutuskan turun untuk mencari sarapan yang tidak disediakan hotel. Dulu saya pernah makan Nasi Kandar enak di sekitaran hotel, tapi lupa tempatnya. Kami akhirnya berkeliling sembari jalan-jalan menikmati udara pagi yang segar.

Daerah hotel tempat saya menginap didominasi oleh rumah-rumah gaya pecinan. Kadang masih tercium bau hio ketika melewati sebuah rumah. Satu-dua ekor anjing juga bebas berkeliaran. Tidak mengganggu sih, tapi saya memilih untuk tidak melakukan kontak mata. Takut dikejar.

Kami berempat berjalan memutar ketika saya mengenali sebuah warung sederhana di pinggir jalan. Warung Nasi Kandar Kassim. Makanannya enak, dan pasti halal. Sayangnya, sepagi itu belum ada nasi. Menu masih sedikit, baru ada roti canai dan bihun. Kami memilih bihun dengan lauk ayam. Ibu yang tidak doyan ayam terpaksa hanya makan bihun saja. Selesai makan, kami kembali ke hotel.

Sekitar jam 9, kami berjalan kaki ke Komtar; terminal bis Rapid Penang. Butuh waktu sepuluh menit dari hotel ke sana. Di tengah jalan, kami bertemu rombongan orang Penang keturunan India. Rupanya mereka sedang merayakan Thaipusam, acara keagamaan orang Hindu. Pantas saja di sepanjang jalan musik-musik India disetel keras-keras. Ibu langsung minta foto bareng.


Komtar sebenarnya sama seperti terminal Blok M, hanya saja lebih bersih. Kedatangan bis bisa dipantau melalui layar monitor lebar yang menunjukkan berapa lama lagi bis akan datang. Tujuan pertama kami adalah Penang Hill, berdasarkan buku yang saya baca, saya mesti naik bis 204.

Bis lumayan penuh, meskipun tidak sampai berdesak-desakan. Di antara kami berempat, hanya ibu yang dapat tempat duduk sejak awal. Satu per satu, ketika penumpang mulai turun, barulah kami dapat kesempatan untuk duduk juga. Saya suka pemandangan menuju Penang Hill. Jalanan yang berbukit-bukit bisa dinikmati melalui jendela kaca bis yang lebar dan bersih. Tak sampai setengah jam, kami sudah sampai di sana.

Tiket untuk masuk ke Penang Hill RM 30, sekitar seratus ribu rupiah. Setelah mengantri, giliran kami naik funicular train, kereta yang berjalan vertikal sampai atas bukit. Sampai di atas, kami berfoto-foto dengan latar belakang hamparan kota Penang dan selat yang menghubungkan Penang dengan daratan Malaysia. Inilah kenapa saya sengaja membawa teropong, supaya bisa melihat bangunan-bangunan kecil di bawah sana dengan jelas. Bangunan tertinggi adalah Gedung Komtar, yang tampak mencuat ke atas, paling mencolok dibanding sekelilingnya.





Dari spot untuk foto-foto itu, kami terus berjalan kaki ke atas; sesuatu yang dulu tidak saya lakukan dengan teman-teman. Ternyata banyak hal menarik di atas, salah satunya adalah Owl Museum. Kami masuk ke dalamnya, dan ratusan koleksi burung hantu berbagai jenis dalam berbagai bentuk sudah menyambut. Comelnya!








Dari museum, kami makan siang di food court. Karena jalan-jalan dengan bapak-ibu, saya setel santai untuk tiap lokasi wisata. Tidak terburu-buru. Biasanya kalau saya jalan dengan teman, kami maksimalkan jalan-jalan ke beberapa lokasi sekaligus untuk satu hari. Memang banyak yang bisa dikunjungi – bisa sampai larut malam – tapi lelahnya juga maksimal. Dengan bapak, ibu, dan sepupu, saya lebih menikmati setiap lokasi karena tak dibatasi waktu.

Dari Penang Hill, kami naik Rapid Penang lagi, dan turun di Pasar Air Itam. Dari sana, kami berjalan kaki ke tujuan kami berikutnya: Kek Lok Si Temple. Ini terlewatkan di kunjungan pertama saya, jadi saya bersemangat mengunjunginya.





Kek Lok Si masih terbilang dekat dengan Penang Hill, yang istimewa dari kuil ini adalah patung Dewi Kuan Yin raksasa setinggi 36,5 meter. Dari Pasar Air Itam, kami masih harus berjalan kaki ke kuil. Kami melewati pasar tradisional – tempat kami membeli oleh-oleh harga murah meriah– untuk menuju kuil. Jalanan semakin menanjak, peluh semakin banyak. Ternyata perjalanan ke kuil cukup menyita tenaga juga. Ibu beberapa kali harus berhenti karena tak kuat terus berjalan. Sampai di kuil, kami sempat mengambil beberapa foto. Kami tak sampai naik melihat patung Dewi Kuan Yin karena ibu sudah ingin cepat pulang.

Turun lagi ke bawah, kami minum es kelapa di pinggiran jalan sambil melemaskan otot kaki. Panas matahari yang terik membuat saya memutuskan untuk naik taksi ke hotel daripada harus naik Rapid Penang lagi. Hari masih sore ketika kami sampai di hotel. Kami memutuskan hari pertama cukuplah untuk dua tempat wisata. Malamnya, kami ke 1st Avenue Mall dekat hotel. Kami makan malam di Old Town White Coffee, mencicipi nasi lemak. Ibu yang tidak suka ayam, menggantinya dengan sotong – yang ternyata aneh rasanya.

Hari pertama jalan-jalan di Penang berjalan lancar. Kekhawatiran saya tentang hujan tidak terbukti, Penang justru sedang panas-panasnya. Bapak dan ibu juga terlihat menikmati dua tempat yang kami kunjungi, meskipun sempat kepayahan di Kek Lok Si. Besok, saya akan ajak mereka jalan-jalan ke Georgetown.