Tuesday, 19 March 2013

Mengajak Bapak-Ibu Jalan-Jalan (ii)


Sabtu, 26 Januari. Kami sudah mandi dan rapi dari jam 7 pagi. Begitu melihat ke luar, masih gelap gulita! Kami tunggu sampai jam 8, baru memutuskan turun untuk mencari sarapan yang tidak disediakan hotel. Dulu saya pernah makan Nasi Kandar enak di sekitaran hotel, tapi lupa tempatnya. Kami akhirnya berkeliling sembari jalan-jalan menikmati udara pagi yang segar.

Daerah hotel tempat saya menginap didominasi oleh rumah-rumah gaya pecinan. Kadang masih tercium bau hio ketika melewati sebuah rumah. Satu-dua ekor anjing juga bebas berkeliaran. Tidak mengganggu sih, tapi saya memilih untuk tidak melakukan kontak mata. Takut dikejar.

Kami berempat berjalan memutar ketika saya mengenali sebuah warung sederhana di pinggir jalan. Warung Nasi Kandar Kassim. Makanannya enak, dan pasti halal. Sayangnya, sepagi itu belum ada nasi. Menu masih sedikit, baru ada roti canai dan bihun. Kami memilih bihun dengan lauk ayam. Ibu yang tidak doyan ayam terpaksa hanya makan bihun saja. Selesai makan, kami kembali ke hotel.

Sekitar jam 9, kami berjalan kaki ke Komtar; terminal bis Rapid Penang. Butuh waktu sepuluh menit dari hotel ke sana. Di tengah jalan, kami bertemu rombongan orang Penang keturunan India. Rupanya mereka sedang merayakan Thaipusam, acara keagamaan orang Hindu. Pantas saja di sepanjang jalan musik-musik India disetel keras-keras. Ibu langsung minta foto bareng.


Komtar sebenarnya sama seperti terminal Blok M, hanya saja lebih bersih. Kedatangan bis bisa dipantau melalui layar monitor lebar yang menunjukkan berapa lama lagi bis akan datang. Tujuan pertama kami adalah Penang Hill, berdasarkan buku yang saya baca, saya mesti naik bis 204.

Bis lumayan penuh, meskipun tidak sampai berdesak-desakan. Di antara kami berempat, hanya ibu yang dapat tempat duduk sejak awal. Satu per satu, ketika penumpang mulai turun, barulah kami dapat kesempatan untuk duduk juga. Saya suka pemandangan menuju Penang Hill. Jalanan yang berbukit-bukit bisa dinikmati melalui jendela kaca bis yang lebar dan bersih. Tak sampai setengah jam, kami sudah sampai di sana.

Tiket untuk masuk ke Penang Hill RM 30, sekitar seratus ribu rupiah. Setelah mengantri, giliran kami naik funicular train, kereta yang berjalan vertikal sampai atas bukit. Sampai di atas, kami berfoto-foto dengan latar belakang hamparan kota Penang dan selat yang menghubungkan Penang dengan daratan Malaysia. Inilah kenapa saya sengaja membawa teropong, supaya bisa melihat bangunan-bangunan kecil di bawah sana dengan jelas. Bangunan tertinggi adalah Gedung Komtar, yang tampak mencuat ke atas, paling mencolok dibanding sekelilingnya.





Dari spot untuk foto-foto itu, kami terus berjalan kaki ke atas; sesuatu yang dulu tidak saya lakukan dengan teman-teman. Ternyata banyak hal menarik di atas, salah satunya adalah Owl Museum. Kami masuk ke dalamnya, dan ratusan koleksi burung hantu berbagai jenis dalam berbagai bentuk sudah menyambut. Comelnya!








Dari museum, kami makan siang di food court. Karena jalan-jalan dengan bapak-ibu, saya setel santai untuk tiap lokasi wisata. Tidak terburu-buru. Biasanya kalau saya jalan dengan teman, kami maksimalkan jalan-jalan ke beberapa lokasi sekaligus untuk satu hari. Memang banyak yang bisa dikunjungi – bisa sampai larut malam – tapi lelahnya juga maksimal. Dengan bapak, ibu, dan sepupu, saya lebih menikmati setiap lokasi karena tak dibatasi waktu.

Dari Penang Hill, kami naik Rapid Penang lagi, dan turun di Pasar Air Itam. Dari sana, kami berjalan kaki ke tujuan kami berikutnya: Kek Lok Si Temple. Ini terlewatkan di kunjungan pertama saya, jadi saya bersemangat mengunjunginya.





Kek Lok Si masih terbilang dekat dengan Penang Hill, yang istimewa dari kuil ini adalah patung Dewi Kuan Yin raksasa setinggi 36,5 meter. Dari Pasar Air Itam, kami masih harus berjalan kaki ke kuil. Kami melewati pasar tradisional – tempat kami membeli oleh-oleh harga murah meriah– untuk menuju kuil. Jalanan semakin menanjak, peluh semakin banyak. Ternyata perjalanan ke kuil cukup menyita tenaga juga. Ibu beberapa kali harus berhenti karena tak kuat terus berjalan. Sampai di kuil, kami sempat mengambil beberapa foto. Kami tak sampai naik melihat patung Dewi Kuan Yin karena ibu sudah ingin cepat pulang.

Turun lagi ke bawah, kami minum es kelapa di pinggiran jalan sambil melemaskan otot kaki. Panas matahari yang terik membuat saya memutuskan untuk naik taksi ke hotel daripada harus naik Rapid Penang lagi. Hari masih sore ketika kami sampai di hotel. Kami memutuskan hari pertama cukuplah untuk dua tempat wisata. Malamnya, kami ke 1st Avenue Mall dekat hotel. Kami makan malam di Old Town White Coffee, mencicipi nasi lemak. Ibu yang tidak suka ayam, menggantinya dengan sotong – yang ternyata aneh rasanya.

Hari pertama jalan-jalan di Penang berjalan lancar. Kekhawatiran saya tentang hujan tidak terbukti, Penang justru sedang panas-panasnya. Bapak dan ibu juga terlihat menikmati dua tempat yang kami kunjungi, meskipun sempat kepayahan di Kek Lok Si. Besok, saya akan ajak mereka jalan-jalan ke Georgetown.

No comments:

Post a Comment