Sabtu, 26 Januari. Kami sudah mandi dan
rapi dari jam 7 pagi. Begitu melihat ke luar, masih gelap gulita! Kami tunggu
sampai jam 8, baru memutuskan turun untuk mencari sarapan yang tidak disediakan
hotel. Dulu saya pernah makan Nasi Kandar enak di sekitaran hotel, tapi lupa
tempatnya. Kami akhirnya berkeliling sembari jalan-jalan menikmati udara pagi
yang segar.
Daerah hotel tempat saya menginap
didominasi oleh rumah-rumah gaya pecinan. Kadang masih tercium bau hio ketika
melewati sebuah rumah. Satu-dua ekor anjing juga bebas berkeliaran. Tidak
mengganggu sih, tapi saya memilih untuk tidak melakukan kontak mata. Takut
dikejar.
Kami berempat berjalan memutar ketika saya
mengenali sebuah warung sederhana di pinggir jalan. Warung Nasi Kandar Kassim.
Makanannya enak, dan pasti halal. Sayangnya, sepagi itu belum ada nasi. Menu masih
sedikit, baru ada roti canai dan bihun. Kami memilih bihun dengan lauk ayam.
Ibu yang tidak doyan ayam terpaksa hanya makan bihun saja. Selesai makan, kami
kembali ke hotel.
Sekitar jam 9, kami berjalan kaki ke
Komtar; terminal bis Rapid Penang. Butuh waktu sepuluh menit dari hotel ke
sana. Di tengah jalan, kami bertemu rombongan orang Penang keturunan India.
Rupanya mereka sedang merayakan Thaipusam, acara keagamaan orang Hindu. Pantas
saja di sepanjang jalan musik-musik India disetel keras-keras. Ibu langsung
minta foto bareng.
Komtar sebenarnya sama seperti terminal
Blok M, hanya saja lebih bersih. Kedatangan bis bisa dipantau melalui layar
monitor lebar yang menunjukkan berapa lama lagi bis akan datang. Tujuan pertama
kami adalah Penang Hill, berdasarkan buku yang saya baca, saya mesti naik bis
204.
Bis lumayan penuh, meskipun tidak sampai
berdesak-desakan. Di antara kami berempat, hanya ibu yang dapat tempat duduk
sejak awal. Satu per satu, ketika penumpang mulai turun, barulah kami dapat kesempatan
untuk duduk juga. Saya suka pemandangan menuju Penang Hill. Jalanan yang
berbukit-bukit bisa dinikmati melalui jendela kaca bis yang lebar dan bersih.
Tak sampai setengah jam, kami sudah sampai di sana.
Tiket untuk masuk ke Penang Hill RM 30,
sekitar seratus ribu rupiah. Setelah mengantri, giliran kami naik funicular train, kereta yang berjalan
vertikal sampai atas bukit. Sampai di atas, kami berfoto-foto dengan latar
belakang hamparan kota Penang dan selat yang menghubungkan Penang dengan
daratan Malaysia. Inilah kenapa saya sengaja membawa teropong, supaya bisa
melihat bangunan-bangunan kecil di bawah sana dengan jelas. Bangunan tertinggi
adalah Gedung Komtar, yang tampak mencuat ke atas, paling mencolok dibanding
sekelilingnya.
Dari spot untuk foto-foto itu, kami terus
berjalan kaki ke atas; sesuatu yang dulu tidak saya lakukan dengan teman-teman.
Ternyata banyak hal menarik di atas, salah satunya adalah Owl Museum. Kami
masuk ke dalamnya, dan ratusan koleksi burung hantu berbagai jenis dalam
berbagai bentuk sudah menyambut. Comelnya!
Dari museum, kami makan siang di food court. Karena jalan-jalan dengan
bapak-ibu, saya setel santai untuk tiap lokasi wisata. Tidak terburu-buru.
Biasanya kalau saya jalan dengan teman, kami maksimalkan jalan-jalan ke
beberapa lokasi sekaligus untuk satu hari. Memang banyak yang bisa dikunjungi –
bisa sampai larut malam – tapi lelahnya juga maksimal. Dengan bapak, ibu, dan
sepupu, saya lebih menikmati setiap lokasi karena tak dibatasi waktu.
Dari Penang Hill, kami naik Rapid Penang
lagi, dan turun di Pasar Air Itam. Dari sana, kami berjalan kaki ke tujuan kami
berikutnya: Kek Lok Si Temple. Ini terlewatkan di kunjungan pertama saya, jadi
saya bersemangat mengunjunginya.
Kek Lok Si masih terbilang dekat dengan
Penang Hill, yang istimewa dari kuil ini adalah patung Dewi Kuan Yin raksasa
setinggi 36,5 meter. Dari Pasar Air Itam, kami masih harus berjalan kaki ke
kuil. Kami melewati pasar tradisional – tempat kami membeli oleh-oleh harga
murah meriah– untuk menuju kuil. Jalanan semakin menanjak, peluh semakin
banyak. Ternyata perjalanan ke kuil cukup menyita tenaga juga. Ibu beberapa
kali harus berhenti karena tak kuat terus berjalan. Sampai di kuil, kami sempat
mengambil beberapa foto. Kami tak sampai naik melihat patung Dewi Kuan Yin
karena ibu sudah ingin cepat pulang.
Turun lagi ke bawah, kami minum es kelapa
di pinggiran jalan sambil melemaskan otot kaki. Panas matahari yang terik
membuat saya memutuskan untuk naik taksi ke hotel daripada harus naik Rapid
Penang lagi. Hari masih sore ketika kami sampai di hotel. Kami memutuskan hari
pertama cukuplah untuk dua tempat wisata. Malamnya, kami ke 1st
Avenue Mall dekat hotel. Kami makan malam di Old Town White Coffee, mencicipi
nasi lemak. Ibu yang tidak suka ayam, menggantinya dengan sotong – yang
ternyata aneh rasanya.
Hari pertama jalan-jalan di Penang
berjalan lancar. Kekhawatiran saya tentang hujan tidak terbukti, Penang justru
sedang panas-panasnya. Bapak dan ibu juga terlihat menikmati dua tempat yang
kami kunjungi, meskipun sempat kepayahan di Kek Lok Si. Besok, saya akan ajak
mereka jalan-jalan ke Georgetown.
No comments:
Post a Comment