Wednesday, 4 December 2013

Tentang Sharon Corr, The Corrs, dan Konser


Ketika tahu Sharon Corr akan datang ke Indonesia tanggal 24 September 2013, saya kesal dan emosi. Masalahnya, beberapa hari sebelumnya saya bertolak ke Amsterdam. Jauh-jauh saya sambangi Benua Eropa, ternyata Sharon malahan ke Jakarta.

Dulu ketika The Corrs datang ke Jakarta di tahun 2001, saya masih SMP. Tidak punya uang untuk membeli tiket konser, belum berani pergi ke Jakarta sendirian. Kini setelah saya sudah kerja, tinggal di Jakarta, The Corrs memilih untuk hiatus. Sepertinya waktu suka bermain-main dengan kami.

Sampai akhirnya, saya dapat kabar kalau Sharon akan konser di Belanda pada pertengahan November. Whoa! Tidak tanggung-tanggung, tujuh kota sekaligus! 6 November di Enschede, 7 November di Heerlen, 13 November di Eindhoven, 14 November di Haarlem, 16 November di Zwolle, 17 November di Rotterdam, dan 18 November di Bergen op Zoom. Di antara ketujuh kota itu, hanya Zwolle yang cocok dengan jadwal saya karena jatuh pada hari Sabtu. Saya langsung booking tiket kelas 1. Saya dapat di baris 6 dari panggung, kursi nomor 10.

Booking tiket konser di sini lebih mudah daripada di Indonesia. Saya hanya tinggal melakukan pembayaran secara online, kemudian langsung print tiket. Di Indonesia, saya mesti menukar voucher dengan tiket. Dan itu seringnya harus mengantri. Dua kali proses yang melelahkan dan membuang-buang waktu. Mungkin ini inisiatif penyelenggara konser di Indonesia supaya tiketnya tidak dipalsu. Well.. tetap saja itu merepotkan.

Saya berangkat dari Stasiun Ede-Wageningen pukul 18:25. Perjalanan Ede-Wageningen ke Zwolle butuh waktu sekitar satu jam. Konser dimulai pukul 20:15. Dari Ede-Wageningen, saya mesti transit di Amersfoort selama empat menit. Empat menit! Saya lari-lari dari platform 4B ke platform 1. Tanpa sadar, beanie saya jatuh ketika tap out OV-Chipkaart. Saya baru sadar ketika sudah sampai di platform 1. Kereta sudah datang. Terpaksa saya tinggal beanie kesayangan saya.

Saya sampai Stasiun Zwolle pukul 19:42. Ini kali pertama saya ke Zwolle. Sendirian pula. Tapi transportasi yang aman, nyaman dan tepat waktu di sini membuat semuanya jadi mudah, jadi serba teratur dan terencana. Website 9292.nl juga sangat membantu update jadwal kereta dan bis. Dari stasiun, saya naik bis tujuan De Spiegel Theatre.

De Spiegel terletak persis di seberang halte bis. Gedungnya didominasi warna ungu, dengan jembatan untuk menuju ke sana. Ketika saya masuk, ada dua orang menyambut di pintu paling depan. Mereka menanyakan tiket, melihatnya sekilas, kemudian mempersilahkan saya masuk. Mereka bahkan tidak men-scan barcode yang ada pada tiket. 



Di dalam belum terlalu ramai. Padahal sudah pukul delapan. Saya menaruh jaket di tempat penitipan. Tidak terasa ada tanda-tanda Sharon akan konser di sana. Tidak ada banner, spanduk atau apalah. Satu-satunya yang menunjukkan Sharon konser di situ adalah merchandise corner yang menjual pernak-pernik Sharon. Saya membeli CD The Same Sun seharga 15 EUR.




Menjelang konser dimulai, orang-orang semakin ramai berdatangan. Pukul 20:20, pintu menuju panggung dibuka. Saya cari deret 6 nomor 10. Di sebelah saya, ada perempuan muda yang sepertinya juga datang sendirian ke konser. Saya ajak ngobrol dia. Ketika saya tanya apakah dia fans The Corrs juga, dia jawab, “OF COURSE!”. Tapi bukan itu yang menarik. Sambil berkata demikian, dia menunjukkan tato di lengan kanannya. Tato logo The Corrs! Saya langsung mengajak dia tos. Seriusan.



Saya selalu suka bertemu dengan orang-orang yang nge-fans dengan The Corrs. Itu seperti bertemu kawan lama. Seperti ada bonding yang mempersatukan. Dan bonding itu adalah musik. The Corrs.

Belakangan saya tahu kalau nama perempuan muda tadi adalah Yvonne. Dia datang naik mobil dua jam dari Jerman. Gilanya, dia mengikuti hampir semua konser Sharon di Belanda. Setelah Zwolle, dia akan pergi ke Rotterdam untuk menonton konser Sharon di sana. WOW!

Dia sempat bercerita kalau dia sudah pernah menonton konser The Corrs as in group. +10 tambahan untuk Yvonne! Ketika saya cerita tentang video yang dibuat oleh Shiela dkk. untuk Sharon tahun 2011 yang lalu (well, saya ikut ambil bagian sedikit), Yvonne bilang dia pernah melihatnya. See, The Corrs unite us all!

Anyway, akhirnya konser dimulai juga. Opening-nya biasa saja. Sharon masuk ke panggung dengan band-nya, kemudian mulai menyanyi.

Sejujurnya, saya punya mixed feeling tentang konser ini. Separuh hati saya belum rela kalau The Corrs hiatus, sementara Sharon dan Andrea masing-masing bernyanyi solo. Dua-duanya punya album solo, tapi saya tak pernah benar-benar menyukainya seperti saya menyukai album The Corrs. Saya lebih suka suara Andrea, tapi saya lebih cocok dengan lagu-lagunya Sharon. Album Andrea yang saya punya hanya Lifeline, itupun karena ada opsi super deluxe dengan tanda-tangan Andrea. Album Sharon yang saya punya hanya The Same Sun ini.

Ketika Sharon menyanyi di atas panggung, berinteraksi dengan penonton, saya masih mengingatnya seperti Sharon yang dulu. Yang manis dengan biolanya. Yang pendiam. Yang berdiri di sisi kiri panggung… Darn! Saya masih belum bisa move on…

Sharon yang saya lihat sekarang adalah Sharon yang penyanyi. Oh, dia main biola juga. Masih menawan dan anggun ketika memainkannya. Sharon juga bermain piano. Tapi sebagian besar, yang saya lihat adalah Sharon sebagai penyanyi.





Iya, saya masih belum bisa move on dari The Corrs. Makanya ketika Sharon menyanyikan Radio dan So Young, saya senang bukan main. Mendengar intro So Young saja membuat saya ingin menangis.

Dari semua lagu baru Sharon, hanya dua yang familiar buat saya, We Could be Lovers dan Take a Minute. Sementara itu, Yvonne di samping saya menyanyi konstan dari awal hingga akhir. Tanpa suara sih. Tapi itu menandakan dia hapal semua lagu-lagunya Sharon.

Meskipun ini pertama kali saya mendengar lagu-lagu di album baru Sharon, saya ternyata suka dengan musiknya. Favorit saya adalah Full Circle. Saya sempat membayangkan kalau lagu itu dinyanyikan oleh Andrea. Oh well..

Sharon rajin menyapa penonton, menceritakan kisah di balik sebuah lagu sebelum menyanyikannya; seperti lagu You Say yang dibuat ketika dia sedang marah atau Take a Minute yang dibuat untuk lebih mengapresiasi waktu dengan anak-anaknya. Oya, uniknya ada sekelompok penonton yang rajin mengikuti Sharon kemanapun dia pergi, hingga Sharon hapal dan kenal dengan mereka. Well, Yvonne rupanya punya teman. Mereka duduk di deretan paling depan. Ketika Sharon khusus menyapa mereka dengan hangat, salah seorang dari mereka berteriak, “I love you more than The Corrs!” Sharon tersenyum, menaruh tangan di dadanya. Pastilah dia sangat gembira!

Ada satu hal lagi yang perhatikan soal konser di sini. Jarang ada orang yang memotret di tengah-tengah konser, apalagi merekam video. Rata-rata orang di sini lebih menikmati konsernya. Saya dan Yvonne mesti curi-curi foto, terutama di awal-awal lagu atau ketika Sharon memainkan biolanya. Selain itu, kami segan memotret karena memang tak banyak yang mengambil gambar.

Kapasitas panggung yang tak terlalu besar dengan setting akustik juga mungkin berpengaruh. Suara klik dari kamera bisa terdengar jelas. Tidak ada pemeriksaan kamera di sini. Yvonne malahan membawa kamera DSLR-nya. Dulu ketika saya menonton konser David Foster di Jakarta, kamera hybrid yang saya bawa disita dan disuruh ditinggal di tempat panitia. Kamera hybrid lho, bukan kamera DSLR.

Saya mestinya pulang pukul 21:30 karena takut kemalaman. Tapi nyatanya, saya masih tak mau beranjak hingga konser berakhir. Pilihan yang tepat karena menjelang konser berakhir, Sharon memainkan Joy of Life! JOY OF LIFE!

Konser berakhir di atas pukul sepuluh. Saya mestinya bisa menunggu untuk bertemu Sharon, tapi jadwal kereta dan bis yang presisi membuat saya tak punya banyak waktu. Kalau saja saya ke sana dengan seorang teman, pasti saya tak takut pulang sendirian tengah malam.


Saya naik bis ke Stasiun Zwolle pukul 22:49. Dari sana saya naik kereta menuju Ede-Wageningen dan transit sebentar di Arnhem. Saya sampai Stasiun Ede-Wageningen pukul 00:11. Bis terakhir ada pukul 00:26.

Saya pikir bis 88 menuju Bornsesteeg akan sepi penumpang. Salah. Ternyata masih banyak orang berkeliaran di jam-jam segitu. Bahkan ada orang-orang yang dengan santai bersepeda di tengah udara minus derajat.

Saya sampai di dorm pukul 00:41. Heater sengaja tidak saya matikan ketika pergi sore tadi, jadi kamar sudah hangat ketika saya masuk. Sebelum bersiap tidur, saya buka laptop. Saya masukkan CD The Same Sun, saya dengarkan track nomor 6, kemudian ke track nomor 2, 3 hingga saya setel semua satu-satu. The Corrs memang sedang hiatus, entah sampai kapan. Tapi mestinya saya bahagia karena ada dua Corr – atau kini seorang Corr – yang masih mau bernyanyi.

2 comments:

  1. hallo mba anggi.. sy mau minta tolong boleh?
    sy sangat sukaaa sekali dgn buku.. td sy sempet baca klo mba sering ke gudang buku pasfes.. sy mau nitip kalo mba ketemu buku seri pustaka cerita gramedia (tini, robi dan susi, dll), tolong dikeep donk mba.. tar klo kebetulan dah ada bukunya, sy minta tolong dikabari.. karena nyari buku ini amat sulit klo ga sering2 terjun ke lapangan.. udah keburu ludes duluan.. kalo bisa tolong sms ke 081281813233..
    makasih banyak mba..

    ReplyDelete
  2. Halo Septiana, terimakasih sudah mampir ke blog ini ya :) Saya sekarang tinggal di Belanda sampai akhir tahun ini. Nanti kalau pulang lagi ke Jakarta dan menemukan buku-buku yang kamu mau, nanti akan saya keep buat kamu :)

    ReplyDelete