Sunday, 18 June 2017

Empat Kota Banyak Cerita: Oslo



Oslo
Saya selalu ingin pergi ke negara Skandinavia. Pilihan saya waktu itu antara Swedia atau Norwegia. Saya tidak ingin ke Denmark karena terlalu dekat dengan Belanda, tapi saya juga mencoret Finlandia karena paling jauh. Akhirnya saya jatuhkan pilihan ke Oslo karena ingin tahu tentang budaya Viking di sana.

Negara-negara Skandinavia terkenal mahal, tak terkecuali Norwegia. Jadi saya hanya punya rencana menghabiskan dua hari satu malam saja. Sabtu, 30 Agustus 2014, saya berangkat naik KLM pukul 09.20 dan sampai di sana pukul 11.05. Sampai di bandara, saya langsung tukar Euro ke Kroner. Agak pedih juga sih melihat nilai tukarnya yang lebih mahal. 

 Stasiunnya pas sepi

Dari bandara, saya naik kereta ke pusat kota Olso kira-kira 30 menit. Sampai di stasiun, saya tinggal jalan kaki ke Sentrum Pensjonat & Hostel tempat saya menginap. Saya pilih private bed supaya lebih nyaman. Well, jalan-jalan sendirian memang jadi berat di ongkos. Kalau ada teman pasti lebih murah karena bisa sharing. Apalagi sekamar sebenarnya ada dua kasur.

 Sampai di hostel

Karena hanya dua hari, saya tak membuang-buang waktu untuk mengeksplor Oslo. Selesai menaruh ransel di hostel, saya pergi ke Istana Oslo dan menyaksikan pergantian penjaga. Walaupun tidak seheboh di Istana Buckingham, tetap ada juga kok yang menonton upacara ini. 



 Royal Palace

Pergantian penjaga istana

Salah satu penjaga istana

 Salah satu sudut taman. Cantik yah?

Dari sana, saya ke Frogner Park. Cuaca yang sejuk membuat jalan-jalan jadi menyenangkan. Banyak patung yang absurd bentuknya di sana, semuanya dipahat telanjang! Salah satu yang banyak mencuri perhatian orang di Frogner Park adalah The Monolith setinggi 18 meter. Konon The Monolith ini terdiri dari 121 patung yang saling bertumpuk yang diterjemahkan sebagai hasrat manusia untuk menuju keilahian. Oya, di taman ini juga saya menemukan sepasang kakek-nenek yang sedang jalan-jalan bareng sore-sore. Sweet! 
 

Forgner Park

Banyak patung yang absurd di sana 

Patung ini apalagi ^^"

Dari sana, saya naik kereta ke Holmenkollen. Niatnya sih saya ingin masuk ke museumnya, tapi karena gerimis – saya tidak bawa payung – saya urungkan niat itu. Takut malah kehujanan. Alih-alih, saya kembali pulang ke pusat kota. Karena tempatnya di ketinggian, saya bisa melihat pemandangan di bawah meskipun sebagian tertutup kabut.


Holmenkollen



Berkabut karena habis hujan

Kembali ke pusat kota, saya pergi ke Oslo Opera House. Ini adalah teater opera nasional di Norwegia. Saya naik ke atasnya dan melihat banyak poster terpasang. Di seberangnya, saya lihat gedung-gedung modern dan di sisi yang lain ada kapal pesiar terbesar yang pernah saya lihat. Dari sana saya tinggal jalan kaki ke hostel.

 Oslo Opera House

 Danbo juga ikutan

Kapal pesiar

 Dari atas Oslo Opera House

Keesokan harinya saya jalan-jalan santai memotret gedung-gedung yang intagrammable; mulai dari Oslo City Hall, The Norwegian Parliament, hingga National Theatre. Dari sana, saya ke Oslo National Gallery dimana salah satu dari empat versi lukisan The Scream karya Edvard Munch ada di sana. Saking terkenalnya lukisan ini, orang sampai harus mengantri untuk berfoto di sampingnya. Rata-rata bergaya a ala The Scream dengan dua tangan ditangkupkan di kedua pipi sambil pura-pura menjerit. Saya datang agak pagi dan itu keputusan yang tepat. Begitu saya keluar dari museum, terlihat antrian yang panjang bahkan hingga ke trotoar jalanan. Wow.

 The Scream

Salah satu ruangan di museum. Asik yah?

 Di dalam rumah Igloo

Di dalam museum

Antriannya panjang banget buat masuk museum

Tujuan saya selanjutnya adalah Norwegian Folk Museum. Ini adalah highlight dari jalan-jalan saya di Oslo. Open-air museum ini mirip dengan yang ada di Arnhem, Belanda. Bangunannya yang kuno dipertahankan bentuknya. Berada di sana, saya seperti berada di masa lalu. Betah rasanya hanya duduk-duduk sambil melihat-lihat rumah kayu.



 Berasa kembali ke masa lalu

Kantor pos jaman dulu

Saat melewati salah satu rumah kayu tersebut, saya lihat ada seorang sukarelawan (yang memang lazim ada di open-air museum): seorang perempuan dengan baju tradisional Norwegia tapi versi sederhananya. Saya lihat dia sedang menyiapkan bahan-bahan untuk dimasak. Iya, jadi sukarelawan itu benar-benar melakukan kegiatan seperti yang biasa dilakukan orang-orang jaman dulu. Dia lalu cerita tentang rumah tersebut. Dia bilang si pemilik rumah yang asli datang dari keluarga besar. Saking tempatnya kecil sementara orangnya banyak, mereka terbiasa tidur sempit-sempitan. Seingat saya sih rumah ini betulan dipindah dari asalnya, jadi bukan replika.



Ini dibikin seperti aslinya lho

Dari Norwegian Folk Museum, saya baru tahu kalau salah satu indigenous people (orang asli) Norwegia itu adalah bangsa Sami. Mereka tidak hanya ditemukan di bagian utara Norwegia, tapi juga Swedia, Finlandia, hingga Rusia. Jadi di Norwegia dulu ada dua kubu: orang Norwegia dan orang Sami. Walaupun mereka hidup berdampingan, tapi hubungannya tidak baik. Konon dulu orang Norwegia sering merendahkan orang Sami, mungkin karena orang Norwegia sudah lebih maju saat itu. Ada dua kalimat dari Anders Laresn (1949)  yang saya temukan di museum yang menggambarkan bagaimana orang Norwegia jaman dulu merendahkan orang Sami: “First people, then Sami” dan “There’s a difference betweeen people (humans) and Sami”. Sedih kan, seolah-olah orang Sami itu dianggap bukan manusia. Tapi kemudian, jaman berubah dan sekarang sudah lazim orang Norwegia menikahi orang Sami. Meskipun begitu, di beberapa tempat lainnya masih saja ada rasisme, sampai-sampai orang marah kalau dibilang bahwa dia keturunan Sami.

Setelah puas di museum, saya lanjutkan perjalanan ke Viking Ship Museum. Di sana terdapat puing-puing empat kapal Viking yang ditemukan di empat area Fjord Oslo: Oseberg, Gokstad, Tune, dan Borre. Keempatnya ditemukan antara tahun 1854 hingga 1904. Keempatnya dijadikan kuburan untuk orang-orang yang berkuasa pada jamannya. Sebenarnya ada dua museum lagi yang berhubungan dengan kapal, yakni Fram Museum dan Kon-Tiki Museum. Tempatnya juga berdekatan. Tapi saya mesti lewatkan kedua museum tadi karena saya masih punya satu museum lagi untuk dikunjungi sebelum ke bandara.

 Di Viking Ship Museum

Pengunjung disuruh mikir juga XD

Saya kembali ke hostel untuk check out, kemudian sambil menggedong ransel saya pergi ke Munch Museum. Saya ke sana karena teman saya Karen menitip poster The Scream. Saya sendiri hanya membeli pembatas bukunya saja hehe…

 Munch Museum

Flight saya dijadwalkan pukul 19.20 dan sampai Amsterdam pukul 21.10. Saya rasa dua hari cukup untuk jalan-jalan di Oslo. Padahal nih, sebenarnya saya ingin melihat pemandangan fjord Norwedia yang super keren. Fjord itu sendiri adalah laut memanjang yang berada di antara tebing-tebing. Oslo juga punya fjord, tapi tidak sekeren fjord yang ada di utara Norwegia. Kalau sedang beruntung, di sana kita juga bisa melihat aurora. 

Tapi lagi-lagi rencana mengeksplor tempat-tempat yang unik itu terhambat karena saya jalan sendirian. Seriusan, kalau jalan sendiri itu semuanya jadi lebih mahal. Terlebih untuk tempat-tempat yang transportasi publiknya sulit. Lebih enak menyewa mobil rame-rame. Selain itu, saya masih takut kalau jalan sendirian di tempat yang relatif sepi dengan medan yang sulit (misal memerlukan hiking untuk sampai ke penginapan). Kalau cuma jalan-jalan di kotanya saja sih gampang.

Setelah mengunjungi Roma yang tua, Oslo jadi terlihat modern. Vibe di pusat kota juga fresh. Oya, satu hal yang saya perhatikan, di Oslo ini banyak orang dengan rambut pirang terang; terutama perempuannya. Mata mereka juga biru cerah. Di negara-negara lain seperti Belanda, misalnya, warna rambut mereka juga banyak yang pirang, tapi cenderung lebih gelap. Di Irlandia justru saya melihat banyak orang berambut coklat. Kalo di Italia sih sudah jelas ya, rambut mereka juga gelap. 


Pusat kota Oslo

Kartu pos untuk dikirim ke teman-teman

Anyway…

Lain kali kalau punya kesempatan ke Norwegia lagi (amien!), saya berharap bisa pergi ke fjord-nya yang spektakuler. Dan mungkin, saat itu saya juga bisa melihat aurora secara langsung.

Destinasi selanjutnya: Brussels!

No comments:

Post a Comment