Saturday 16 January 2016

Kontemplasi 2015 (III)


Tentang Perubahan-perubahan
Ada yang bilang kalau pernikahan adalah awal berubahnya pertemanan. Yang dulunya gampang ditemui, sekarang susah. Yang biasanya gampang diajak jalan bareng, sekarang tidak. Yang sebelumnya di-whatsapp cepat balas, sekarang lama. Yang biasanya bisa curhat tentang apa saja, sekarang tidak, karena well, mereka sudah punya kehidupan sendiri.

Seorang teman baik saya menikah menjelang pertengahan tahun 2015. Sebelum itu, saya sudah mempersiapkan diri kalau pertemanan kami akan berubah. Maksudnya, tidak mungkin lagi kami saling menginap di kosan dan ngobrol sampai tengah malam, jalan-jalan bareng seperti dulu, atau saling tukar kabar kalau ada tiket promo AirAsia. Saya pikir akan sulit, tapi ternyata tidak. Itu…terasa alami buat saya.

Di tahun 2015 pula ada lebih banyak pernikahan yang saya hadiri. Total ada empat sepupu yang menikah: di Tegal, Serpong, Bekasi, dan Sidoarjo. Hanya di Tegal saja yang tidak bisa saya hadiri karena resepsinya tidak di akhir pekan dan saya sedang sulit cuti saat itu.

Perubahan yang lain juga ada pada keluarga di rumah karena adik bungsu sudah mulai kuliah di Yogyakarta. Kurang satu orang saja di rumah terasa bedanya. Mudik jadi terasa berbeda. Di awal-awal, setiap kali kami makan di luar, ibu pasti ingat si bungsu.

Tahun ini – seperti tahun-tahun yang lalu – tak lepas dari perubahan-perubahan. Tapi saya pikir saya sudah cukup dewasa untuk berdamai dengan perubahan-perubahan tersebut.

Jalan-jalan dengan Teman Kantor
Untuk pertama kalinya, di awal Desember 2015 saya jalan-jalan dengan teman-teman kantor bukan untuk urusan kantor. Kami pilih Singapura yang paling dekat. Total ada delapan orang dan kami merencanakan ke Singapura selama dua hari satu malam lewat Batam.

Jalan-jalan kami hanya di seputaran Merlion dan Chinatown, dan di hari kedua kami ke Gardens by The Bay. Untuk pertama kalinya saya masuk ke Cloud Forest di sana yang ternyata dingiiiin. Yang paling berkesan di Cloud Forest adalah movie theater mereka yang menampilkan film berjudul +5 Degree Celcius. Film itu berkisah tentang perubahan iklim dan kondisi bumi yang terjadi di tahun 2050 kalau temperatur naik sampai lima derajat celcius. It means disaster. Makanya sebelum itu terjadi, kita harus sama-sama peduli dengan bumi. Kalau habis nonton film seperti itu, biasanya saya jadi lebih sayang dengan bumi. Tapi setelah itu seringnya lupa…

Anyway, jalan-jalan dengan teman kantor ternyata lumayan menyenangkan juga. Mungkin karena lebih banyak yang sepantaran dengan saya. Dari total delapan orang itu, kami bagi jadi dua karena ada bapak-bapak dan ibu-ibu yang tidak kuat jalan lama memilih pulang lebih cepat ke Batam. Jadilah saya ikut rombongan tim muda yang terdiri dari empat orang.

Selebihnya, “jalan-jalan” dengan teman kantor banyak dilakukan karena acara kantor: sosialisasi di Yogyakarta, Semarang, Serang, Banjarmasin, acara fungsional di Denpasar dan Cirebon, juga seminar dan media visit ke Makassar.

Tabula Rasa dan Simfoni Bhineka Tunggal Ika
Selain nonton penampilan JKT48, saya juga nonton dua konser di tahun 2015 ini: Tabula Rasa dan Simfoni Bhineka Tunggal Ika. Konser Orkestrasi Angklung XII bertajuk Tabula Rasa: Indulge Your Senses digelar oleh Keluarga Paduan Angklung (KPA) SMA Negeri 3 Bandung. Guest star yang hadir adalah tenorist Christopher Abimanyu, harpist Rama Widi, soprano Regina Handoko, dan PSM Unpad. Acara ini digelar di Aula Simfonia Jakarta pada 28 Maret 2015.

Konser ini menampilkan sejumlah repertoire musik klasik dari komposer ternama seperti Beethoven, Strauss Jr., dan lainnya. Yang paling saya tunggu-tunggu adalah Clair de Lune dari Debussy karena seorang teman menyukainya. Meskipun masih asing mendengarkan angklung memainkan musik klasik, saya beri apresiasi pada KPA 3 karena upayanya menyebarkan kecintaan pada alat musik tradisional angklung.

Simfoni Bhineka Tunggal Ika – Twilite Orchestra saya tonton di Lotte Avenue pada 16 Agustus 2015. Lagu-lagu yang dimainkan adalah yang biasa kita dengar di Garuda Indonesia saat selesai landing. Lagu-lagu ini ada dalam album The Sounds of Indonesia. Saya menonton bersama teman-teman dan memakai baju putih sesuai dresscode. Setidaknya ada dua menteri yang juga menonton: Menteri Pendidikan Anies Baswedan dan Menteri ESDM Sudirman Said.

Ada momen di salah satu lagu dimana bendera merah-putih kecil dibagikan ke para penonton. Kami sama-sama menyanyikan lagu sambil mengkibar-kibarkan bendera itu. Pas saya lihat bendera saya, ternyata kebalik putih-merah jadi bendera Polandia. Jadilah saya seorang yang tidak mengibarkan bendera itu. Dari seluruh momen konser, entah kenapa justru itu yang paling diingat .______.

Membeli Rumah
Di tahun 2015 saya membeli rumah. Untuk pertama kalinya saya merasa menjadi orang dewasa. Cerita tentang itu saya tulis di sini.

Cicilan saya bayarkan secara teratur dan seperti yang saya prediksi, pengaturan keuangan saya tidak terganggu dengan adanya cicilan bulanan ini. Tapi..tapi kadang saya berandai-andai kalau saja saya lebih berani mengambil resiko dengan memilih rumah yang lebih dekat Jakarta atau lebih besar atau lebih-lebih lainnya. Tapi kemudian saya ingat kalau saya telah menetapkan pilihan. Saya sudah pertimbangkan baik-baik, malah sampai membuat analisis SWOT segala.

Saya telah menentukan pilihan, saya mesti berani bertanggung-jawab juga atas pilihan itu. Kini setiap kali saya merasa tak puas hati, saya ingat-ingat kata-kata Raja George V: teach me neither to cry for the moon nor to cry over spilt milk.

Tentang Indonesia dan Dunia
Apa kabar Indonesia di 2015? Ada banyak hal yang terjadi, tapi ini yang saya ingat: Indonesia membuat heboh dengan hukuman mati bagi para pengedar narkoba. Kasus Mary Jane dari Filipina jadi yang paling kontroversial dan dramatis. Hukuman mati untuknya ditangguhkan karena mendadak dia diposisikan sebagai korban dan segala macam masalah sosial dimunculkan sebagai latar belakangnya. Karena hukuman mati ini pula, Brasil meradang dan sempat menarik duta besarnya dari Indonesia. Australia pun marah dan sempat membuka kembali cerita bantuan mereka pascatsunami Aceh yang dibalas dengan pengumpulan koin receh dari warga Indonesia.

Gaduh jadi kata yang sering terdengar dan dilekatkan untuk Kabinet Kerja di bawah Presiden Jokowi karena antarmenteri yang sering berseberangan jalan. Contohnya, Menko Rizal Ramli mengomentari masalah Freeport dan listrik prabayar yang bagaimanapun terkait dengan kementerian yang mengurusi masalah energi.

Setya Novanto jadi salah satu bintang dalam pentas politik setelah (yang diduga) rekaman percakapannya dengan Freeport dibuka oleh Menteri ESDM Sudirman Said. Hasilnya, ia tidak lagi menjabat sebagai Ketua DPR sementara proses persidangan masih terus berlangsung.

Kontroversi Gojek dan transportasi berbasis online lainnya sempat pula mewarnai berita di koran-koran. Metromini juga sempat menjadi isu publik karena beberapa kecelakaan berturut-turut yang menewaskan total puluhan orang. Kasus Salim Kancil menjadikan saya bertanya-tanya tentang penegakan hukum di Indonesia dan manusianya. Saya tahu Indonesia masih jauh dari sempurna, tapi menyiksa seseorang hingga meninggal di tengah hari dekat tempat anak-anak bersekolah adalah sebuah tindakan di luar nalar saya.

Menjelang akhir 2015, pimpinan KPK dipilih dan entah kenapa saya merasa tidak seyakin sebelumnya. Rasa frustasi ini pernah saya bagi ke Kimi ketika ia berkunjung ke Jakarta pada liburan Natal, dan ternyata Kimi juga punya pemikiran yang sama.

Untuk skala lebih besar, bom di Paris menjadi salah satu yang paling memorable. Sejak saat itu, saya merasa Eropa sudah tidak aman lagi. Sebelumnya, berita mengenai pengungsi dari Timur Tengah yang membanjiri Eropa juga memenuhi halaman berita. Kejadian ini hampir diabaikan dunia hingga satu peristiwa muncul tentang bocah lelaki kecil asal Suriah yang meninggal di tepi pantai ketika keluarganya hendak mengungsi. Aylan Kurdi, nama bocah itu, ditemukan dalam posisi telungkup dengan kaos merah dan celana biru. Karena kematiannya, dunia jadi lebih peduli dan negara-negara Eropa mulai mencari jalan keluar untuk para pengungsi.

Well, untuk cerita yang lebih ringan, di tahun 2015 ini pula ada salah sebut saat penganugerahan Miss Universe 2015. MC menyebutkan juaranya adalah Miss Colombia, padahal seharusnya Miss Philippines. Ini adalah kejadian di ajang Miss Universe yang paling unik buat saya, menggeser Miss Universe 2008 saat Miss USA terpeleset saat akan tampil.

Begitulah kisah-kisah 2015 yang memorable buat saya. Ada juga tentang hal lainnya tapi saya pikir terlalu personal untuk ditulis di sini. Tahun baru 2016 saya rayakan di rumah saudara di Arum Indah bersama keluarga dengan cemilan pempek kapal selam. Lima tahun berturut-turut sebelumnya saya rayakan di Jakarta dan sekali di Wageningen di 2013.

Menyambut 2016, saya bersemangat karena dua hal: saya sudah punya tiket ke Seoul pada April ini dan guess what, saya juga (akhirnya) membeli tiket ke Tokyo untuk September nanti.

I.CAN’T.WAIT!

Tiba-tiba saya yakin 2016 akan jadi tahun yang menyenangkan.

- Fin

No comments:

Post a Comment