Tentang Perubahan-perubahan
Ada
yang bilang kalau pernikahan adalah awal berubahnya pertemanan. Yang dulunya
gampang ditemui, sekarang susah. Yang biasanya gampang diajak jalan bareng,
sekarang tidak. Yang sebelumnya di-whatsapp
cepat balas, sekarang lama. Yang biasanya bisa curhat tentang apa saja,
sekarang tidak, karena well, mereka
sudah punya kehidupan sendiri.
Seorang
teman baik saya menikah menjelang pertengahan tahun 2015. Sebelum itu, saya
sudah mempersiapkan diri kalau pertemanan kami akan berubah. Maksudnya, tidak
mungkin lagi kami saling menginap di kosan dan ngobrol sampai tengah malam, jalan-jalan
bareng seperti dulu, atau saling tukar kabar kalau ada tiket promo AirAsia. Saya
pikir akan sulit, tapi ternyata tidak. Itu…terasa alami buat saya.
Di
tahun 2015 pula ada lebih banyak pernikahan yang saya hadiri. Total ada empat
sepupu yang menikah: di Tegal, Serpong, Bekasi, dan Sidoarjo. Hanya di Tegal
saja yang tidak bisa saya hadiri karena resepsinya tidak di akhir pekan dan
saya sedang sulit cuti saat itu.
Perubahan
yang lain juga ada pada keluarga di rumah karena adik bungsu sudah mulai kuliah
di Yogyakarta. Kurang satu orang saja di rumah terasa bedanya. Mudik jadi
terasa berbeda. Di awal-awal, setiap kali kami makan di luar, ibu pasti ingat
si bungsu.
Tahun
ini – seperti tahun-tahun yang lalu – tak lepas dari perubahan-perubahan. Tapi
saya pikir saya sudah cukup dewasa untuk berdamai dengan perubahan-perubahan
tersebut.
Jalan-jalan dengan Teman
Kantor
Untuk
pertama kalinya, di awal Desember 2015 saya jalan-jalan dengan teman-teman
kantor bukan untuk urusan kantor. Kami pilih Singapura yang paling dekat. Total
ada delapan orang dan kami merencanakan ke Singapura selama dua hari satu malam
lewat Batam.
Jalan-jalan
kami hanya di seputaran Merlion dan Chinatown, dan di hari kedua kami ke Gardens by The Bay. Untuk pertama
kalinya saya masuk ke Cloud Forest di
sana yang ternyata dingiiiin. Yang paling berkesan di Cloud Forest adalah movie
theater mereka yang menampilkan film berjudul +5 Degree Celcius. Film itu berkisah tentang perubahan iklim dan
kondisi bumi yang terjadi di tahun 2050 kalau temperatur naik sampai lima
derajat celcius. It means disaster. Makanya
sebelum itu terjadi, kita harus sama-sama peduli dengan bumi. Kalau habis
nonton film seperti itu, biasanya saya jadi lebih sayang dengan bumi. Tapi
setelah itu seringnya lupa…
Anyway, jalan-jalan dengan
teman kantor ternyata lumayan menyenangkan juga. Mungkin karena lebih banyak
yang sepantaran dengan saya. Dari total delapan orang itu, kami bagi jadi dua
karena ada bapak-bapak dan ibu-ibu yang tidak kuat jalan lama memilih pulang
lebih cepat ke Batam. Jadilah saya ikut rombongan tim muda yang terdiri dari
empat orang.
Selebihnya,
“jalan-jalan” dengan teman kantor banyak dilakukan karena acara kantor:
sosialisasi di Yogyakarta, Semarang, Serang, Banjarmasin, acara fungsional di
Denpasar dan Cirebon, juga seminar dan media
visit ke Makassar.
Tabula Rasa dan Simfoni
Bhineka Tunggal Ika
Selain
nonton penampilan JKT48, saya juga nonton dua konser di tahun 2015 ini: Tabula
Rasa dan Simfoni Bhineka Tunggal Ika. Konser Orkestrasi Angklung XII bertajuk
Tabula Rasa: Indulge Your Senses
digelar oleh Keluarga Paduan Angklung (KPA) SMA Negeri 3 Bandung. Guest star yang hadir adalah tenorist Christopher Abimanyu, harpist Rama Widi, soprano Regina Handoko, dan PSM Unpad. Acara ini digelar di Aula
Simfonia Jakarta pada 28 Maret 2015.
Konser
ini menampilkan sejumlah repertoire musik klasik dari komposer ternama seperti
Beethoven, Strauss Jr., dan lainnya. Yang paling saya tunggu-tunggu adalah
Clair de Lune dari Debussy karena seorang teman menyukainya. Meskipun masih
asing mendengarkan angklung memainkan musik klasik, saya beri apresiasi pada
KPA 3 karena upayanya menyebarkan kecintaan pada alat musik tradisional
angklung.
Simfoni
Bhineka Tunggal Ika – Twilite Orchestra saya tonton di Lotte Avenue pada 16
Agustus 2015. Lagu-lagu yang dimainkan adalah yang biasa kita dengar di Garuda
Indonesia saat selesai landing. Lagu-lagu
ini ada dalam album The Sounds of Indonesia.
Saya menonton bersama teman-teman dan memakai baju putih sesuai dresscode. Setidaknya ada dua menteri
yang juga menonton: Menteri Pendidikan Anies Baswedan dan Menteri ESDM Sudirman
Said.
Ada
momen di salah satu lagu dimana bendera merah-putih kecil dibagikan ke para
penonton. Kami sama-sama menyanyikan lagu sambil mengkibar-kibarkan bendera
itu. Pas saya lihat bendera saya, ternyata kebalik putih-merah jadi bendera
Polandia. Jadilah saya seorang yang tidak mengibarkan bendera itu. Dari seluruh
momen konser, entah kenapa justru itu yang paling diingat .______.
Membeli Rumah
Di
tahun 2015 saya membeli rumah. Untuk pertama kalinya saya merasa menjadi orang
dewasa. Cerita tentang itu saya tulis di sini.
Cicilan
saya bayarkan secara teratur dan seperti yang saya prediksi, pengaturan
keuangan saya tidak terganggu dengan adanya cicilan bulanan ini. Tapi..tapi
kadang saya berandai-andai kalau saja saya lebih berani mengambil resiko dengan
memilih rumah yang lebih dekat Jakarta atau lebih besar atau lebih-lebih
lainnya. Tapi kemudian saya ingat kalau saya telah menetapkan pilihan. Saya sudah
pertimbangkan baik-baik, malah sampai membuat analisis SWOT segala.
Saya
telah menentukan pilihan, saya mesti berani bertanggung-jawab juga atas pilihan
itu. Kini setiap kali saya merasa tak puas hati, saya ingat-ingat kata-kata
Raja George V: teach me neither to cry
for the moon nor to cry over spilt milk.
Tentang Indonesia dan Dunia
Apa
kabar Indonesia di 2015? Ada banyak hal yang terjadi, tapi ini yang saya ingat:
Indonesia membuat heboh dengan hukuman mati bagi para pengedar narkoba. Kasus
Mary Jane dari Filipina jadi yang paling kontroversial dan dramatis. Hukuman
mati untuknya ditangguhkan karena mendadak dia diposisikan sebagai korban dan
segala macam masalah sosial dimunculkan sebagai latar belakangnya. Karena
hukuman mati ini pula, Brasil meradang dan sempat menarik duta besarnya dari Indonesia.
Australia pun marah dan sempat membuka kembali cerita bantuan mereka
pascatsunami Aceh yang dibalas dengan pengumpulan koin receh dari warga
Indonesia.
Gaduh
jadi kata yang sering terdengar dan dilekatkan untuk Kabinet Kerja di bawah
Presiden Jokowi karena antarmenteri yang sering berseberangan jalan. Contohnya,
Menko Rizal Ramli mengomentari masalah Freeport dan listrik prabayar yang
bagaimanapun terkait dengan kementerian yang mengurusi masalah energi.
Setya
Novanto jadi salah satu bintang dalam pentas politik setelah (yang diduga)
rekaman percakapannya dengan Freeport dibuka oleh Menteri ESDM Sudirman Said. Hasilnya,
ia tidak lagi menjabat sebagai Ketua DPR sementara proses persidangan masih
terus berlangsung.
Kontroversi
Gojek dan transportasi berbasis online lainnya sempat pula mewarnai berita di
koran-koran. Metromini juga sempat menjadi isu publik karena beberapa
kecelakaan berturut-turut yang menewaskan total puluhan orang. Kasus Salim
Kancil menjadikan saya bertanya-tanya tentang penegakan hukum di Indonesia dan
manusianya. Saya tahu Indonesia masih jauh dari sempurna, tapi menyiksa
seseorang hingga meninggal di tengah hari dekat tempat anak-anak bersekolah
adalah sebuah tindakan di luar nalar saya.
Menjelang
akhir 2015, pimpinan KPK dipilih dan entah kenapa saya merasa tidak seyakin
sebelumnya. Rasa frustasi ini pernah saya bagi ke Kimi ketika ia berkunjung ke
Jakarta pada liburan Natal, dan ternyata Kimi juga punya pemikiran yang sama.
Untuk
skala lebih besar, bom di Paris menjadi salah satu yang paling memorable. Sejak saat itu, saya merasa
Eropa sudah tidak aman lagi. Sebelumnya, berita mengenai pengungsi dari Timur
Tengah yang membanjiri Eropa juga memenuhi halaman berita. Kejadian ini hampir
diabaikan dunia hingga satu peristiwa muncul tentang bocah lelaki kecil asal
Suriah yang meninggal di tepi pantai ketika keluarganya hendak mengungsi. Aylan
Kurdi, nama bocah itu, ditemukan dalam posisi telungkup dengan kaos merah dan
celana biru. Karena kematiannya, dunia jadi lebih peduli dan negara-negara
Eropa mulai mencari jalan keluar untuk para pengungsi.
Well, untuk cerita yang
lebih ringan, di tahun 2015 ini pula ada salah sebut saat penganugerahan Miss
Universe 2015. MC menyebutkan juaranya adalah Miss Colombia, padahal seharusnya
Miss Philippines. Ini adalah kejadian di ajang Miss Universe yang paling unik
buat saya, menggeser Miss Universe 2008 saat Miss USA terpeleset saat akan
tampil.
Begitulah
kisah-kisah 2015 yang memorable buat
saya. Ada juga tentang hal lainnya tapi saya pikir terlalu personal untuk
ditulis di sini. Tahun baru 2016 saya rayakan di rumah saudara di Arum Indah
bersama keluarga dengan cemilan pempek kapal selam. Lima tahun berturut-turut sebelumnya
saya rayakan di Jakarta dan sekali di Wageningen di 2013.
Menyambut
2016, saya bersemangat karena dua hal: saya sudah punya tiket ke Seoul pada
April ini dan guess what, saya juga
(akhirnya) membeli tiket ke Tokyo untuk September nanti.
I.CAN’T.WAIT!
Tiba-tiba
saya yakin 2016 akan jadi tahun yang menyenangkan.
No comments:
Post a Comment