Saturday, 6 August 2016

Seoul with Seoulmates! (III)

Cerita sebelumnya.


Pertemuan dengan Orang Baru
My goal was our journey, not our destination. Kalau ada satu saja hal yang saya pelajari dari jalan-jalan ini, itu adalah pertemuan dengan orang baru. Saya selalu kagum dengan orang-orang yang mudah berteman dengan orang asing, people that have charms to make connections. Saya banyak belajar dari teman-teman selama lima hari di Seoul: mulai dari seorang teman yang akrab dengan ahjussi penjaga (pemilik?) guesthouse saking dia sedang semangat-semangatnya belajar Bahasa Korea hingga teman lain yang bisa ngobrol lama dengan traveler dari Malaysia yang sama-sama menginap di Yacht Guesthouse. Traveler dari Malaysia ini sepasang suami-istri, mungkin berumur 50-an. Saking ingin menjaga diri dari makanan haram, mereka membawa makanan (termasuk beras!) ke Seoul! Mereka selalu memasak sendiri, tidak pernah mencoba makanan Seoul kecuali jajanan ringan. Meskipun saya rasa itu merepotkan, tapi saya salut dengan niatnya yang luar biasa.

Di hari yang lain, kami sarapan bareng bule Prancis yang sudah tinggal lebih lama di Seoul. Sambil minum susu dan roti tawar dengan selai, teman-teman saya asik ngobrol dengan si bule. Kalau saya jalan-jalan sendiri, pasti saya memilih sarapan di kamar dan menghindari percakapan. Tapi jalan dengan teman membuat saya belajar bahwa ngobrol-ngobrol dengan sesama traveler itu bisa jadi menyenangkan.

Karena ngobrol-ngobrol inilah Mbak Nisa – beberapa tahun lalu saat backpacking ke New York – bertemu dengan Ellie. Kini saat dia bisa  ke Korea, Ellie jadi orang yang dia hubungi untuk sebuah meet up. Jalan-jalan kami ke Insadong adalah pertemuan kami yang kedua dengannya, karena yang pertama adalah di tempat hang out daerah Hongik University.

Mbak Nisa bisa saja sih menemui Ellie sendirian, tapi karena saat itu saya sedang niat bertemu orang baru, saya minta ikut. Kami ke sana setelah dari SMTOWN @coexartium.  Mbak Vita dan Mbak Wina berencana ke tempat lain buat belanja.



Saya dan Mbak Nisa menunggu Ellie di The Coffee Bean and Tea Leaf. Memakai light coat warna krem dengan rambut ikal panjang terurai, Ellie terlihat rapi khas cewek kantoran newbie dengan masa depan cemerlang. She’s twenty something, but she looked younger than her age.

Dari sana, kami berencana makan yangnyeom tongdak; ayam goreng lagi. Jalanan sangat ramai. Ini sepertinya salah satu tempat hang out anak gaul Seoul. Oh well, kami ke sana ketika malam Minggu. Pantas banyak terlihat couple di sana-sini.

Saya lebih banyak mendengarkan ketika Mbak Nisa dan Ellie ngobrol. Namun saya tidak canggung di berada di tengah-tengah obrolan itu. I felt comfortable. Ellie cerita tentang pekerjaannya, keluarganya, dan bagaimana dia biasa menghabiskan weekend. Ketika saya tanya k-pop group yang dia suka, Ellie menjawab beberapa yang saya tidak familiar. Apparently she’s not really into k-pop songs.

Setelah makan ayam goreng, kami masih mau ngobrol-ngobrol santai. Jadilah kami ke kedai soju; masih di daerah yang sama. Mungkin karena suasana yang semakin hangat, mungkin karena adaptasi kami tak butuh waktu lama, obrolan kami di kedai soju semakin seru.

Range topik kami tersebar mulai dari pendidikan, budaya, sosial, ekonomi, sedikit politik, hingga yang paling saya minati: sejarah. Ellie menceritakan latar belakang terpisahnya Korea Utara dan Korea Selatan, menjelaskan tentang kebangkitan ekonomi Korea Selatan yang dikenal dengan istilah Han River Miracle, serta efeknya hingga kini. Menarik!

Cerita-cerita menarik lainnya juga saya dapatkan dari cewek yang duduk di sebelah saya naik pesawat dari Seoul menuju Kuala Lumpur untuk transit. Dia orang Malaysia, sehingga obrolan kami diseling antara bahasa Indonesia/Melayu dengan bahasa Inggris.

Dia calon dokter, umurnya lima atau enam tahun di bawah saya. Dia mendapatkan beasiswa dari Pemerintah Malaysia untuk melanjutkan studi di Bangalore, India. Katanya, banyak orang Malaysia yang mengambil pendidikan kedokteran di sana.

Karena suka k-pop, dia pergi ke Seoul di tengah-tengah liburan semester. Cewek ini pergi ke SMTOWN @coexartium juga, di hari yang sama dengan saya. Hanya saja, dia lebih sore di sana.

Dia memakai jilbab dan terlihat kalem, tapi dia terlihat antusias saat cerita tentang k-pop, apalagi ngobrol tentang BigBang. I could feel her enthusiasm, bikin saya jadi senyum-senyum juga. Saya bisa lihat dia senang ketika dia tahu saya tahu lagu BigBang, walaupun hanya satu: Blue. Dari situ, obrolan kami meluas ke hal lainnya.

Salah satu hal yang dia lakukan di Bangalore adalah memberikan edukasi tentang sanitasi ke warga sekitar. Dia ceritakan kompleksitasnya karena budaya yang sulit diubah. Yang menarik, dia juga cerita tentang sistem kasta yang masih sangat kuat di sana.

“Bahkan kalaupun kau mampu membelinya,” ujarnya, “kau tidak boleh memakai sandal bagus kalau kastamu rendah.”

Perempuan dengan kasta rendah di sana juga harus mengepang rambutnya. Rambut yang terurai hanya untuk mereka dengan kasta tinggi. Duh!

Ngobrol-ngobrol dengan cewek ini – yang bahkan tidak saya tahu namanya – membuat jarak Seoul ke Kuala Lumpur terasa pendek.

My goal was our journey, not our destination. Saya merasa goal telah tercapai. Saya pulang ke Indonesia dengan hati yang penuh.

***

Ada yang berbeda pada jalan-jalan dengan besties kali ini. Dulu saat kami jalan bareng ke Thailand atau Malaysia, kami selalu pergi mendahului terbit matahari dan pulang ketika matahari sudah lama tenggelam. Sekarang semuanya lebih lambat, lebih santai, lebih memprioritaskan kenyamanan. We were not in rush anymore. Kami juga tidak memaksakan harus melihat semua tempat, alih-alih kami lebih menikmati tiap-tiap tempat yang kami kunjungi.

Kalaupun ada yang masih sama, itu adalah sikap toleransi yang sudah level dewa. We know each other that much. Ada satu momen ketika kami tersasar jauuuuuh dari tujuan. Mungkin bagi orang lain, itu bisa jadi awal saling menyalahkan atau saling mutung karena sudah lelah. Namun kami masih baik-baik saja. Saya ingat, bahkan saat itu pun saya bersyukur karena saya tersasarnya bareng mereka.

Kalau di hari pertama saya nge-tweet begini: not sure if the food is really delicious here or I'm just happy, di hari terakhir di Seoul – menjelang kepulangan ke Jakarta – saya bisa confirm kalau makanan di Seoul benar-benar enak dan saya benar-benar happy di sana.

Going to Seoul with my seoulmates are simply the best!

No comments:

Post a Comment