Saturday, 6 August 2016

Seoul with Seoulmates! (I)



Ketika Juni tahun lalu teman saya mengajak jalan ke Korea Selatan, saya hampir menolak ajakannya. Seperti yang pernah saya ceritakan, haluan saya berubah dari  Korean Wave ke Jejepangan di tahun 2015 itu. Kalau di tahun 2013 dan 2014 saya setengah mati ingin ke Seoul, pertengahan tahun 2015 saya putar arah tujuan ke timur menuju Tokyo, fokus pada satu titik di Akihabara sana. Saya ingin pergi ke Jepang di 2016. Dan rasanya agak berat kalau harus ke Korea juga di tahun yang sama: mulai dari membagi jatah cuti hingga masalah finansial yang mesti dipikirkan.

Begitulah. Sementara tiga orang teman baik sudah booking tiket pp Jakarta-Seoul, saya masih ragu. Namun seperti ada memori menyenangkan yang muncul setiap kali saya mengingat jalan-jalan bareng mereka. Saya pernah jalan-jalan dengan berbagai jenis orang dalam berbagai rombongan, tapi jalan-jalan dengan besties adalah yang terbaik. Mengingat itu, saya lupakan sejenak tentang Jepang dan langsung pesan tiket ke Korea. Mumpung masih diberi kesempatan jalan bareng, mumpung masih ada waktu. Sehari setelahnya, seorang teman yang lain menyusul booking tiket juga. Belakangan, seorang teman baik yang kini tinggal di US juga menyesuaikan rencana kedatangannya ke Korea supaya bisa bertemu dengan kami yang datang dari Indonesia. Total ada enam orang untuk jalan-jalan kali ini.

Jelang keberangkatan pada April 2016, kami mulai intensif merancang itinerary, mempersiapkan akomodasi hingga mengurus visa. Karena kami tersebar di Jakarta, Semarang, Surabaya hingga Vancouver, sebagian besar komunikasi kami lakukan via Whatsapp atau email.

Di antara kami berenam, ada Mbak Vita dan Mbak Wina yang paling rajin mencari info. Ini persis seperti jalan-jalan ke Penang dulu. Mereka yang menyusun itinerary dan mencari akomodasi; saya yakin saja dengan pilihan mereka.

Kalau solo traveling saya selalu menyiapkan semuanya dengan detail, maka jalan-jalan dengan besties membuat saya punya keleluasaan untuk membiarkan perjalanan mengalir saja. My goal was our journey, not our destination. Saya bahkan sengaja tak mencari tahu ada apa saja di Seoul, saya sedang ingin kejutan. Well, saya request  ke Mbak Vita sih untuk memasukkan COEX dalam itinerary untuk melihat-lihat koleksi SMTOWN. Asal sudah ke sana, saya sudah puas.

Malam hari tanggal 20 April kami bertolak ke Seoul setelah sebelumnya transit di Kuala Lumpur. Itu adalah awal dimulainya jalan-jalan menyenangkan dengan besties.

***

Seoul: Kesan Pertama
Pesawat AirAsia yang kami tumpangi mendarat di Bandara Incheon pukul 08.20. Saya lihat ke luar, pagi itu agak sedikit berkabut. Kami naik kereta bandara menuju konter Imigrasi, yang ternyata sedang padat luar biasa. Kami mesti menunggu hingga satu jam sampai akhirnya mendapatkan cap di paspor.

Kalau berdasarkan itinerary, mestinya dari bandara kami langsung menuju Ittaewon tempat kami menginap untuk menaruh barang. Check in baru bisa dilakukan pukul 15.00. Tapi karena sudah lelah karena transit di Kuala Lumpur semalam, kami memutuskan untuk sarapan dan leyeh-leyeh di bandara. Dan oh, foto-foto pastinya. Oya, ketika sedang menunggu itu saya melihat cewek yang mirip ex-member SKE48 Matsui Rena. Selain itu, ada juga yang mirip karakter Bo Ra dari Reply 1988. Bahkan people watching saja terasa menyenangkan karena saya merasa excited dengan tempat baru.

Bandara Incheon terkesan modern dan asik untuk dieksplor. Banyak resto dengan macam-macam pilihan; mulai dari yang khas Korea hingga fast food a la Barat. Incheon juga punya bioskop CGV. Ada dua film yang sebentar lagi tayang saat itu: film Korea The Last Ride dan Snow White and The Huntsman. Karena ingin punya pengalaman nonton film Korea di Korea langsung, saya dan Mbak Nisa nonton film yang pertama sementara tiga teman yang lain nonton film yang kedua.

 Bioskop CGV di Incheon

Film The Last Ride ini berbahasa Korea (tentu saja!) tanpa terjemahan Inggris. Jadilah saya hanya menebak-nebak jalan ceritanya. Meskipun begitu, film genre drama komedi ini punya satu scene lucu yang bikin saya cekikikan walau tidak tahu satu kalimatpun. Di akhir-akhir, jalan cerita filmnya jadi membosankan dan saya sukses tertidur karena kombinasi mengantuk, kursi empuk, dan ruangan ber-AC yang sejuk.

Setelah nonton, kami membeli T-money – kartu untuk naik transportasi umum. Punya saya dibandrol lebih mahal, karena edisi spesial bergambar karakter LINE Cony. Belakangan, teman saya dapat harga lebih murah karena edisi biasa yang – well – gambarnya ternyata Seoul banget. Tahu begitu saya pilih yang biasa saja!

Dari Incheon kami naik kereta ke Ittaewon. Saya melihat-lihat pemandangan di luar: berganti-ganti mulai dari pepohonan kecoklatan hingga laut dengan cahaya berkilauan. Hawa di dalam kereta hangat, namun saat pintu terbuka, udara dingin menyerbu masuk. Saya eratkan jaket, memasukkan kedua tangan ke dalam kantongnya.

Setelah sampai di Stasiun Ittaewon, kami mesti berjalan naik tangga menuju pintu keluar. Mind you, tangganya tidak cuma satu. Mbak Wina dan Mbak Dee yang membawa koper jadi repot karena mesti mengangkatnya; beda dengan kami yang lain yang membawa ransel.

Udara di luar baru terasa benar-benar dingin. Padahal masih musim semi. Saya kembali ingat rasanya dingin seperti ini saat di Wageningen dulu. Saya pakai beany, lumayan membuat badan lebih hangat.

Well, ternyata tantangan naik turun tangga bukan hanya di stasiun. Saat menuju Yacht Guesthouse tempat kami menginap pun jalan berundak yang mesti kami lalu. Seriusan itu membuat saya kehabisan napas. Good luck buat Mbak Dee dan Mbak Wina dengan kopernya!
 
 Yacht Guesthouse tempat kami menginap. Recommended karena bersih dan rapi!

 Jalanannya naik turun :')

Kami mendapat satu kamar besar untuk lima orang di Yacht Guesthouse. Di sebelah kami, ada kamar private. Mbak Ranilla dari Vancouver sudah lebih dulu sampai dan menginap di sana.

Seperti biasa, kami langsung heboh ketika bertemu Mbak Ranilla. Dia sudah mengeksplor beberapa tempat, jadi kami minta sarannya saat menentukan tempat untuk makan malam.

Ittaewon termasuk daerah yang ramai. Banyak pub dan cafĂ© yang didominasi makanan western. Kami berjalan agak jauh ke seberang – lagi-lagi naik turun – untuk menemukan resto tradisonal makanan Korea. 

 Suasana di Ittaewon. Kalau malam lebih nge-hype.

Karena lapar ditambah udara dingin, kami pesan makan dengan cepat. Asal tidak mengandung pork, bolehlah. Sembari menunggu, pelayan memberikan kami side dishes berupa kimchi, telur dadar, sayuran, dan teri. Masing-masih ditaruh di tempat yang kecil-kecil. Ketika nasi putih hangat datang, kami langsung menyantapnya – bahkan sebelum menu utamanya datang. Rasanya enak! Nasi Korea sama seperti nasi Jepang, nasinya tanak dengan kualitas istimewa. Makan apa saja rasanya enak dengan nasi seperti itu.

Ketika ramen pesanan kami datang, kami makan rame-rame. Pun demikian ketika sayuran dengan daging ayam (duh, saya lupa nama makanannya!) mulai dihidangkan. Semuanya enak sampai saya ingin menangis. Malam itu, saya nge-tweet begini: Not sure if the food is really delicious here or I'm just happy.

Pulang dari tempat makan, kami jalan-jalan santai sambil melihat-lihat kiri-kanan. Banyak tempat makan atau kedai kopi yang lucu untuk foto-foto. Ketika tiba-tiba melihat poster neon SNSD, saya langsung heboh sendiri dan minta difoto. Bagaimanapun, mereka pernah jadi alasan saya untuk pergi ke Korea. 

 Ini apalah .__.

Sebelum pulang, kami mampir ke LINE dan membeli pernak-pernik khas LINE. Sama seperti pengunjung lainnya, kami juga foto-foto di spot yang lucu. Yang paling menarik perhatian pasti giant Brown dengan muka datarnya.  Anyway, Sally itu ternyata ayam, bukan bebek.

 Brown ngumpet

Selama jalan-jalan seharian pertama itu, ada dua kesan tentang Seoul yang paling terasa: jalanan yang naik-turun dan makanannya yang super enak. 

Cerita selanjutnya.

No comments:

Post a Comment