Saturday, 31 December 2011

Napak Tilas 2011

Kurang dari 24 jam; 2012 sudah di depan mata. Saya baca ulang Resolusi 2011 dan agak ngeri melihat dari 10 poin hanya 3 yang tercapai ._____.  Saya tulis resolusi itu di sebuah buku, saya taruh buku itu di lemari, dan saya baru membukanya lagi dari saat pertama menulisnya. Errr...bahkan saya sempat ‘lupa’ dengan poin-poin yang saya jadikan resolusi tahun ini.

Postingan ini tidak dimaksudkan untuk membahas resolusi tahun ini ataupun 2012 nanti. Saya buat ini untuk kilas balik 2011 versi saya. Saya ingin menuliskan hal-hal yang happening bagi saya sepanjang tahun ini. Untuk apa? Sebagai pengingat, tentu saja.

Dan, apa yang saya tulis di postingan ini belum tentu semua hal yang baru ada di tahun 2011. Bisa saja lagu terfavorit saya di tahun ini adalah lagu yang ada sejak 2008. Intinya sih ini adalah hal-hal yang sesuatu banget buat saya di tahun 2011; hal-hal yang mengingatkan saya pada tahun ini, meskipun sebenarnya sudah ada sejak tahun kapan.

*meluncur ke dalam Pensieve*

Thursday, 29 December 2011

My Dearest Cousin's Wedding

Marriage is a book of which the first chapter is written in poetry and the remaining chapters in prose - Beverly Nicholas

Friday, 23 December 2011

(Tidak) Semalam di Malaysia - Day 4

Senin, 5 Desember 2011

Hari terakhir di Penang. Kami kembali bangun pagi agar tak telat naik bis menuju bandara. Beruntung kami tak perlu menunggu terlalu lama. Bis masih sepi penumpang. AC yang dingin membuat badan saya menggigil.

 Bye, Super 8!

(Tidak) Semalam di Malaysia - Day 3

Minggu, 4 Desember 2011

Kali ini, kami bisa bangun lebih siang. Lebih santai. Acara hari ini adalah jalan-jalan mengelilingi Penang dan mengembara dari mall ke mall. Rencana jalan-jalan mengeksplor Penang gagal setelah bis gratisan yang kami tumpangi ternyata hanya berputar-putar di area itu-itu saja. Kami pikir bis akan membawa kami sampai pelosok Penang. Akhirnya rencana kedualah yang kami jalankan.


(Tidak) Semalam di Malaysia - Day 2

Sabtu, 3 Desember 2011

Kami berempat bangun pagi untuk persiapan perjalanan menuju Kuala Lumpur. Pukul enam pagi, Penang masih gelap gulita seperti subuh di Indonesia. Kami berjalan kaki menuju pool bis. Setelah konfirmasi ini-itu soal keberangkatan bis, pukul delapan lewat bis kami mulai jalan menuju ibu kota Malaysia.

Penang- Kuala Lumpur punyak waktu tempuh lima jam. Saya isi lima jam itu dengan tidur, menyetel iPod, tidur, melihat-lihat pemadangan, tidur, makan, tidur, memotret, tidur. Tapi saya sepenuhnya terbangun saat bis melewati Jembatan Penang. Saya merasakan sensasi aneh ketika melihat lautan menyatu dengan langit di ujung paling seberang. Saya seperti ingin melongok ke yang paling ujung itu, untuk membuktikan kalau bumi itu benar bulat. Ah, rupanya kantuk membuat pikiran saya melantur.

 Lihat iPod yang sudah kami siapkan untuk menemani perjalanan

Setelah istirahat sekali yang lumayan mengurangi penat, kami tiba di Kuala Lumpur pukul satu. Niat awal naik kereta menuju Petronas Towers surut melihat mengularnya antrian. Kami memutuskan naik taksi untuk mengirit waktu. Kami hanya punya sehari di Kuala Lumpur, tak boleh disia-siakan untuk hal-hal yang memboroskan waktu.

Di jalan, saya memuaskan mata memandang sekeliling. Kota ini lebih rapi dibanding ibu kota negara sendiri. Tak lama, terlihat bangunan yang menjadi ikon Malaysia itu. Petronas atau juga dikenal dengan Twin Towers menjulang tinggi, terlihat dominan di antara bangunan yang lain. Begitu tingginya hingga mata saya silau terkena cahaya matahari ketika mendongak untuk melihat ujungnya.


(Tidak) Semalam di Malaysia - Day 1

Jumat, 2 Desember 2011

Lewat pukul dua dini hari. Di luar hujan lebat. Taksi yang kami tumpangi melaju dengan kecepatan sedang, memercikkan air ke badan taksi setiap kali melewati genangan. Duduk di belakang bersama dua teman membuat saya merasa hangat. Seorang teman yang lain duduk di depan, sibuk dengan ponselnya. Kantuk masih terasa karena tidur yang kurang dari dua jam. Lapar membuat martabak dingin yang dibeli beberapa jam sebelumnya dijadikan camilan sepanjang jalan. Sampai di Bandara Soekarno-Hatta, belum ada tanda-tanda Terminal 3 sudah dibuka.

Hampir pukul tiga dini hari. Di luar hujan rintik. Udara malam masih menyisakan dinginnya. Seorang teman yang kedinginan menyesap Milo panas. Seorang teman yang lain mulai menjajal kameranya. Seorang lainnya berkeliling, melihat-lihat papan jadwal, tak betah hanya duduk diam.

Sudah pukul lima pagi. Kami berempat sudah siap dengan tas ransel masing-masing. Memori kamera sudah mulai berkurang. Paspor dan tiket sudah diamankan di tempat terpisah. Langit masih gelap ketika kami menaiki pesawat yang identik dengan warna merah. Pagi itu, kami tengah bersiap menuju Malaysia.

Wednesday, 21 December 2011

Hipnosis?

Ah, sudah lama tak menulis di blog ini. Setelah di bulan sebelumnya saya menulis sampai delapan postingan, hingga minggu keempat bulan Desember ini belum satu pun tulisan yang saya buat. Saya punya banyak bahan untuk dijadikan tulisan. Sungguh. Tapi saya sedang suntuk mengolah kata. Gejala awalnya adalah kesulitan menemukan kalimat pembuka.

Ketika membuka-buka folder laptop, saya melihat ada tulisan yang setengah jadi. Tiga bulan tertunda. Ini tentang pengalaman saya dihipnotis, kalau boleh dibilang begitu. Sudah ada lima paragraf; sayang kalau tak ditamatkan. Biarlah saya selesaikan dulu satu yang ini.

Awal Oktober kemarin saya mengikuti pelatihan di Bandung selama tiga hari. Bukan pelatihannya yang hendak saya bahas, tapi sesi terakhir di hari terakhir yang ingin saya ceritakan. Sesi berjudul EQ dan Kekuatan Pikiran ini dilakukan menjelang kegiatan usai.

Ada sekitar 15 peserta pelatihan dalam ruangan. Kami duduk di kursi yang sudah diatur membentuk Letter U. Instruktur meminta kami memejamkan mata, dengan masing-masing ujung jari tangan kiri dan kanan bertautan. Masih dengan mata terpejam, arah pandangan kami lurus ke depan.

Tak berapa lama, lampu dimatikan. Lagu instrumental mulai disetel. Instruktur memberikan aba-aba. Ia menyuruh kami membayangkan turun melalui lift dari gedung sepuluh lantai.

“Semakin menuju lantai bawah, Anda akan semakin rileks”, ujarnya. Ini mengingatkan saya pada gaya hipnotis yang biasa saya lihat di televisi. Otak saya berputar, menyadari kemungkinan ini adalah bagian dari teknik hipnotis yang akan dilakukan instruktur. Terlebih, di awal pertemuan saat ia memperkenalkan diri melalui CV super panjangnya, saya sempat melihat Hypnotherapy masuk menjadi salah satu yang digelutinya.

Tiba-tiba saya diserang rasa ngantuk. Semakin kecil angka yang disebutkan instruktur, semakin saya tak bisa mempertahankan kepala supaya tetap menghadap lurus ke depan. Di tengah-tengah penghitungan angka, kepala saya miring ke bahu sebelah kanan. Saya tidak bisa mengendalikannya. Seperti ada kekuatan lebih besar yang mengarahkan. Ketika instruktur menyebut angka satu, kepala saya sudah sepenuhnya menunduk. Dagu saya menyentuh dada.