Wednesday, 21 December 2011

Hipnosis?

Ah, sudah lama tak menulis di blog ini. Setelah di bulan sebelumnya saya menulis sampai delapan postingan, hingga minggu keempat bulan Desember ini belum satu pun tulisan yang saya buat. Saya punya banyak bahan untuk dijadikan tulisan. Sungguh. Tapi saya sedang suntuk mengolah kata. Gejala awalnya adalah kesulitan menemukan kalimat pembuka.

Ketika membuka-buka folder laptop, saya melihat ada tulisan yang setengah jadi. Tiga bulan tertunda. Ini tentang pengalaman saya dihipnotis, kalau boleh dibilang begitu. Sudah ada lima paragraf; sayang kalau tak ditamatkan. Biarlah saya selesaikan dulu satu yang ini.

Awal Oktober kemarin saya mengikuti pelatihan di Bandung selama tiga hari. Bukan pelatihannya yang hendak saya bahas, tapi sesi terakhir di hari terakhir yang ingin saya ceritakan. Sesi berjudul EQ dan Kekuatan Pikiran ini dilakukan menjelang kegiatan usai.

Ada sekitar 15 peserta pelatihan dalam ruangan. Kami duduk di kursi yang sudah diatur membentuk Letter U. Instruktur meminta kami memejamkan mata, dengan masing-masing ujung jari tangan kiri dan kanan bertautan. Masih dengan mata terpejam, arah pandangan kami lurus ke depan.

Tak berapa lama, lampu dimatikan. Lagu instrumental mulai disetel. Instruktur memberikan aba-aba. Ia menyuruh kami membayangkan turun melalui lift dari gedung sepuluh lantai.

“Semakin menuju lantai bawah, Anda akan semakin rileks”, ujarnya. Ini mengingatkan saya pada gaya hipnotis yang biasa saya lihat di televisi. Otak saya berputar, menyadari kemungkinan ini adalah bagian dari teknik hipnotis yang akan dilakukan instruktur. Terlebih, di awal pertemuan saat ia memperkenalkan diri melalui CV super panjangnya, saya sempat melihat Hypnotherapy masuk menjadi salah satu yang digelutinya.

Tiba-tiba saya diserang rasa ngantuk. Semakin kecil angka yang disebutkan instruktur, semakin saya tak bisa mempertahankan kepala supaya tetap menghadap lurus ke depan. Di tengah-tengah penghitungan angka, kepala saya miring ke bahu sebelah kanan. Saya tidak bisa mengendalikannya. Seperti ada kekuatan lebih besar yang mengarahkan. Ketika instruktur menyebut angka satu, kepala saya sudah sepenuhnya menunduk. Dagu saya menyentuh dada.

Jari-jemari tangan saya masih bertautan. Seperti dilem, saya tak punya kuasa untuk melepaskannya. Saya antara sadar dan tidak sadar. Saya masih sadar dengan kondisi sekitar, saya tahu saat itu hari apa, apa yang sedang saya lakukan. Saya hanya tak bisa mengendalikan tubuh saya sendiri.

Instruktur mulai memberikan kalimat-kalimat berisi sugesti. Ada satu momen ketika ia meminta kami mengingat seseorang yang telah menyakiti hati kami. Yang belum pernah dapat kami maafkan. Ia meminta kami membayangkan orang tersebut menemui kami dan meminta maaf.

“Bayangkan orang tersebut mendatangi Anda… Anda melihat wajahnya. Anda mendengar suaranya. Ia meminta maaf kepada Anda…”

Begitulah kira-kira.

Poinnya adalah, kami disuruh memaafkan orang itu agar beban di dada terangkat. Saya membayangkan seseorang yang dulu sempat saya benci. Saya membayangkan persis seperti yang diminta Instruktur.

Saat itulah hal yang lebih aneh terjadi. Mata saya berair. Saya sadar dan yakin itu bukan air mata kesedihan ataupun kelegaan karena telah memaafkan orang. Secara fisik saya menangis, tapi di dalam pikiran saya bertanya-tanya, kenapa saya mengeluarkan air mata. Belum habis bingung saya, bibir saya bergetar seperti orang yang menangis karena sedih yang mendalam. Ini serius. Saya menangis tapi tak tahu kenapa.

Saya ingin membuka mata, tapi tak bisa. Saya takut. Ini seperti dikendalikan oleh orang lain. Saya dengar isak orang-orang di sekeliling saya. Bagus. Bukan hanya saya saja yang menangis.

Tiba saatnya Instruktur menyuruh kami membuka mata. Mudah saja saya membuka mata. Jari-jemari tak bertautan lagi. Kuasa diri kembali saya ambil alih sepenuhnya. Lampu kembali dinyalakan. Saya lihat mata-mata yang sembab karena habis menangis. Tapi ada juga yang tetap tenang dengan mata kering.

Mungkin ini hipnosis. Mungkin tidak. Mungkin ini saya saja yang berlebihan. Mengada-ada. Tapi saya sungguh masih tidak bisa menjelaskan asal air mata itu. Entahlah itu apa. Banyak yang tak bisa dijelaskan. Toh sebelumnya saya juga pernah memecahkan keramik dengan sebuah bohlam. Ah, tentang yang terakhir itu, saya ceritakan kapan-kapan saja ya…

Ps.
hip.no.sis
[n Dok] keadaan seperti tidur karena sugesti, yang pada taraf permulaan orang itu berada di bawah pengaruh orang yang memberikan sugestinya, tetapi pada taraf berikutnya menjadi tidak sadar sama sekali.
: kamusbahasaindonesia.org/hipnosis

hip.no.tis
[a] membuat atau menyebabkan seseorang berada di keadaan hipnosis.
: kamusbahasaindonesia.org/hipnotis

No comments:

Post a Comment