Friday, 23 December 2011

(Tidak) Semalam di Malaysia - Day 4

Senin, 5 Desember 2011

Hari terakhir di Penang. Kami kembali bangun pagi agar tak telat naik bis menuju bandara. Beruntung kami tak perlu menunggu terlalu lama. Bis masih sepi penumpang. AC yang dingin membuat badan saya menggigil.

 Bye, Super 8!

Pukul sembilan, pesawat sudah lepas landas. Saya duduk dekat jendela. Semakin lama, Penang semakin mengecil hingga akhirnya menghilang di balik awan.

Kembali ke Jakarta yang panas dan sumpek, membuat saya berpikir tentang negeri ini. Apa yang salah dengan Indonesia? Pemimpinnya? Rakyatnya? Sistemnya?

Dulu saya berpikir Malaysia tak beda jauh dengan Indonesia. Saya salah. Malaysia telah melesat sementara Indonesia masih sibuk mengatur barisan. Saya tahu jumlah penduduk yang berbeda jauh membuat dua negara ini tak bisa disandingkan untuk dicari perbandingannya. Tapi bukankah negara kita juga lebih luas? Bukankah penduduk yang seharusnya tersebar merata bisa mengurangi ketergantungan terhadap Jakarta? Jakarta sudah terlalu lelah. Bebannya terlalu banyak. Warganya sudah tak tahan, tapi tak bisa keluar dari kota sumber penghidupannya.

Saya jadi berandai-andai. Seandainya Indonesia dipimpin oleh pemimpin yang berani; yang sanggup membuat keputusan tidak populer demi Indonesia masa depan. Dan untuk Jakarta, sungguh, perlu ada pembatasan kendaraan bermotor. Apa gunanya membangun jalan layang baru kalau jumlah kendaraan tidak dibatasi? Itu sama saja menunda kemacetan.

Duh, maaf kalau kesannya jadi pesimistis dengan bangsa sendiri. Tapi bangsa Indonesia serius harus berbenah, termasuk saya, kamu, kita. Tidak semalam di Malaysia membuat saya belajar banyak.

Sekian tentang curhatan saya. Lebih baik saya ganti topik.

Perjalanan ke Malaysia dengan teman-teman dekat akan selalu saya ingat. Bukan Penang, Kuala Lumpur, atau Malaysia-nya secara umum yang pertama kali akan saya kenang, tapi perasaan saya saat berjalan bersama mereka bertiga: senang :)

Berjalan dengan teman dekat membuat kejadian seburuk apapun terasa lebih ringan. Menunggu menjadi terasa sekejap. Jokes bertebaran dimana-mana, begitu juga dengan senyum dan – okay – tawa kami. Foto-foto yang diambil punya angle yang bagus. Terima kasih untuk Mbak Nisa, fotografer favorit saya. Melihat-lihat foto di Malaysia, saya tahu senyum saya karena senang, bukannya harus karena sadar kamera. Gayanya pun macam-macam. Mulai dari gaya ala Cherrybelle hingga tampang sok cool. Semuanya nyaman saja.


Toleransi yang ditampilkan sudah tingkat dewa hingga kadang alih-alih marah atau ngambek, kami akan tertawa mendapati teman lain yang lama berbenah, lambat mengikuti langkah, atau beda pendapat tentang tempat makan. Bahkan urutan mandi pun bisa diselesaikan dengan damai melalui hompimpa. Kalau masih kurang bukti, Mbak Wina bahkan menyilakan saya mandi duluan – karena saya berencana beli makan – padahal ia yang seharusnya lebih dulu berdasarkan hasil hompimpa.

Baik ya teman-teman saya?

Thank you, Coaches. Ketjup untuk kalian bertiga!



No comments:

Post a Comment