Friday, 23 December 2011

(Tidak) Semalam di Malaysia - Day 2

Sabtu, 3 Desember 2011

Kami berempat bangun pagi untuk persiapan perjalanan menuju Kuala Lumpur. Pukul enam pagi, Penang masih gelap gulita seperti subuh di Indonesia. Kami berjalan kaki menuju pool bis. Setelah konfirmasi ini-itu soal keberangkatan bis, pukul delapan lewat bis kami mulai jalan menuju ibu kota Malaysia.

Penang- Kuala Lumpur punyak waktu tempuh lima jam. Saya isi lima jam itu dengan tidur, menyetel iPod, tidur, melihat-lihat pemadangan, tidur, makan, tidur, memotret, tidur. Tapi saya sepenuhnya terbangun saat bis melewati Jembatan Penang. Saya merasakan sensasi aneh ketika melihat lautan menyatu dengan langit di ujung paling seberang. Saya seperti ingin melongok ke yang paling ujung itu, untuk membuktikan kalau bumi itu benar bulat. Ah, rupanya kantuk membuat pikiran saya melantur.

 Lihat iPod yang sudah kami siapkan untuk menemani perjalanan

Setelah istirahat sekali yang lumayan mengurangi penat, kami tiba di Kuala Lumpur pukul satu. Niat awal naik kereta menuju Petronas Towers surut melihat mengularnya antrian. Kami memutuskan naik taksi untuk mengirit waktu. Kami hanya punya sehari di Kuala Lumpur, tak boleh disia-siakan untuk hal-hal yang memboroskan waktu.

Di jalan, saya memuaskan mata memandang sekeliling. Kota ini lebih rapi dibanding ibu kota negara sendiri. Tak lama, terlihat bangunan yang menjadi ikon Malaysia itu. Petronas atau juga dikenal dengan Twin Towers menjulang tinggi, terlihat dominan di antara bangunan yang lain. Begitu tingginya hingga mata saya silau terkena cahaya matahari ketika mendongak untuk melihat ujungnya.


Seperti turis pada umumnya, kami berfoto-foto dengan berbagai macam gaya. Sayangnya, kamera Mbak Vita rusak mendadak saat hendak mengambil gambar. Masih ada tiga kamera lain sih. Khusus untuk kunjungan ke Kuala Lumpur ini, saya bahkan membawa Baby Canon.

Kamera Mbak Vita rusak :(

 Dari Petronas Towers, kami menuju Central Market tempat membeli oleh-oleh dengan harga miring. Bisa ditawar pula. Tempat ini recommended bagi pemburu oleh-oleh. Yang istimewa, saya menemukan kaos All Blacks – tim rugby dari New Zealand dan juara Rugby World Cup 2011 – di sana. Saya langsung beli, karena All Blacks mengingatkan pada penyanyi favorit saya Hayley Westenra yang juga berasal dari Negeri Kiwi.

 Central Market, Kuala Lumpur


 All Blacks in Me

Puas di Central Market, dan sesuai petunjuk itinerary rancangan Mbak Vita, kami segera menuju Bukit Bintang. Serius, saya pikir Bukit Bintang itu sejenis bukit tempat kami bisa melihat gemerlap bintang. Ternyata itu adalah pusat perbelanjaan di Kuala Lumpur. Diskon Natal dan akhir tahun ada dimana-mana. Orang-orang hilir mudik dengan tas bertuliskan merk sepatu atau pakaian. Sementara teman-teman saya memuaskan jiwa shopaholic-nya, saya terduduk di sofa dengan kaki pegal.

 Salah satu spot di Bukit Bintang

Kami hanya menyempatkan sebentar di Bukit Bintang karena diburu waktu untuk segera sampai ke bandara untuk penerbangan malam hari menuju Penang. Kami naik taksi untuk mempercepat waktu. Perjalanan ke bandara ternyata sangat jauh. Untunglah supir taksinya pandai bercerita. Kami banyak mendengar tentang Malaysia darinya.

Ia menceritakan betapa Kerajaan mengurus kebutuhan dasar rakyatnya, mulai dari pendidikan hingga kesehatan. Pendidikan di sana murah bahkan gratis di beberapa tahun pertama. Begitu juga dengan kesehatan. Ia menceritakan kebaikan penguasanya – yang ia sebut Yang di-Pertuan Agong – hal yang rasanya sulit ditemui di Indonesia. Saya jadi bertanya-tanya apa yang akan orang Indonesia jawab ketika ditanya tentang Pemerintah Indonesia, tentang presidennya. Optimiskah? Pesimiskah? Positifkah? Negatifkah? Tak pedulikah?

Supir taksi itu bilang Kerajaan akan mengambil pajak dari rakyatnya, untuk kemudian kembali dimanfaatkan untuk rakyat. Pikiran saya sungguh kemana-mana. Nama Gayus terlintas begitu saja. Seandainya pajak benar digunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat...

Entah kami sedang beruntung, atau memang demikian adanya selalu, pesawat kami terbang sesuai jadwal. Kami menggunakan maskapai yang sama dengan yang digunakan dari Jakarta ke Penang. Tak ada delay. Bahkan kami sampai lebih awal dari yang tertera di jadwal. Saya lagi-lagi membandingkan dengan maskapai dalam negeri yang bersahabat karib dengan kata delay. Jahat ya saya? Selalu membandingkan rumput rumah sendiri dengan tetangga. Tapi saya tak bisa mengelaknya. Saya harus mengakui, Malaysia memang lebih maju.

2 comments:

  1. Love the pic behind Twin Tower! :)

    ReplyDelete
  2. Iya dunk :D We had so much F.U.N there!

    ReplyDelete