Saturday, 15 October 2016

Menulis Ulang Jepang (2): Misi Telah Selesai di Akihabara




Setelah disemangati AKB48 dengan Aitakatta, pagi pertama saya di Tokyo terasa lebih menyenangkan dibanding malam sebelumnya. Saya segera ke toilet untuk berganti baju dan cuci muka. Sebelum tantrum karena lapar, saya sarapan beef rice bowl di Yoshinoya.

Sarapan dulu supaya tidak tantrum

Karena baru bisa check in di hotel sore pukul 4, saya santai-santai dulu di Bandara Haneda. Saya jalan-jalan menyusuri tempat makan bertema Edo (belum ada yang buka, kepagian), dan foto-foto di depan papan berisi harapan meskipun masih kucel karena belum mandi. Sempat juga saya ke observation deck di luar untuk melihat-lihat pesawat yang sedang take off dan parkir. Kursi-kursi di dalam yang semalam penuh ditiduri orang-orang kini sudah kosong.

  Papan berisi harapan

Oya, saya sudah beli Pasmo, semacam kartu untuk naik transportasi umum mulai dari kereta hingga bis. Praktis. Saya sempat ingin membeli Tokyo Metro day pass yang bisa mengirit biaya tapi lebih ribet karena tidak mencakup semua line, seperti JR line misalnya. Lagi-lagi karena tidak mau repot, saya beli Pasmo saja.

The older I am, the simpler I become.

Pembelian Pasmo disertai dengan peta jalur kereta Tokyo. Peta itu saya jadikan kompas selama lima hari di Tokyo. Saking seringnya saya pakai, di hari terakhir petanya sobek jadi dua karena buka-lipat terus. Sebenarnya ada aplikasi Hyperdia yang memudahkan kita naik transportasi umum. Tapi saya memilih tidak menyewa wifi router untuk internetan. Jadi satu-satunya petunjuk adalah rasa sayang peta.

Setelah puas foto-foto selfie di bandara, sekitar pukul 10 saya naik kereta ke Hamamatsucho. Di langit-langit kereta ada banyak iklan terpasang. Saya langsung mengenali salah satu wajah di sana: Miyawaki Sakura. Dari gambarnya, sepertinya dia sedang mengiklankan Fukuoka sebagai destinasi wisata. Ini sih saya cuma menebak-nebak ya, karena semuanya memakai tulisan Jepang yang tak bisa saya baca.

Kereta pagi itu lumayan sepi. Sebelah saya masih kosong. Rata-rata penumpang pagi itu orang kantoran, terlihat dari kemeja putih jas hitam yang mereka pakai. Kalau perempuannya sih bajunya lebih variatif.

Dulu ketika pertama kali ke Jepang di tahun 2012 untuk Management Training, saya naik kereta juga dari Bandara Narita ke tempat pelatihan. Saat itu pemandangannya dimulai dengan sawah-sawah untuk kemudian didominasi gedung-gedung dan rumah-rumah. Tapi dari Bandara Haneda, yang terlihat pertama adalah sungai atau kanal di sisi rel kereta. Kemudian ada pula bangunan yang saya kira pabrik atau gudang. Dari Stasiun Hamamatsucho yang merupakan private railways, saya pindah ke JR line dengan tujuan pertama Akihabara.

Biasanya saya suka mendengarkan lagu dalam perjalanan naik kereta, tapi pagi itu saya matikan iPod. Saya memilih untuk menikmati semuanya dengan hening. Mungkin karena itulah saya lebih aware dengan wajah-wajah familiar member 48Group dan 46Group yang muncul dari berbagai display iklan, termasuk yang ada pada vending machine minuman di tiap-tiap stasiun yang saya lewati.

  Nogizaka46 di vending machine

Saya sampai di Stasiun Akihabara dengan perasaan “waaaaaaah!” Saya pernah ke sana sebelumnya, namun saat itu saya belum ngefans dengan AKB48. Keluar stasiun, saya langsung menuju AKB48 Café and Shop yang ternyata masih tutup. Padahal dari itinerary yang sudah saya buat harusnya saya akan makan siang di sana.

Karena datang terlalu pagi, banyak yang belum buka.
Termasuk AKB48 Cafe and Shop.

Seorang teman menitip dibelikan foto Matsui Jurina. Dia bilang di Akihabara banyak toko yang menjual foto idol. Oleh karena itu, sambil menunggu makan siang saya mengitari Akihabara dan mencari toko yang menjual photopack (pp) idol.

Sampai ke toko ketiga yang saya datangi, tidak ada satupun yang menjual pp. Rata-rata yang mereka jual adalah CD/DVD dan merchandise lainnya. Jalan-jalan ini bisa lebih menyenangkan kalau saja saya tak mesti membawa ransel berat di punggung.

Rencana makan siang di AKB48 Café and Shop saya tunda. Alih-alih, saya pergi ke Ueno Park. Dari Tokyo Guide yang saya dapatkan dari teman saya Kirana, saya tahu kalau di Ueno ada ayam goreng enak di lantai 1 Ameyoko Store. Nama tempat makannya adalah Chicken Man Ueno. Saya ingin makan siang di sana. Tapi sebelumnya, saya ke Ueno Park dulu untuk ngadem.

Saya datang di awal musim gugur tapi udaranya masih selembab musim panas. Jaket yang dari pagi saya pakai, saya masukkan ke ransel. Saya pakai topi untuk menahan panas matahari. Meskipun tidak semenyengat Jakarta, panas Tokyo lumayan bikin gerah dan berkeringat. Apalagi saya belum mandi seharian itu. Well..

Saya sempat tidak berminat masuk ke taman karena bawaan yang berat. Panas juga membuat tubuh mudah dehidrasi. Tapi saya tahu pasti akan menyesal kalau melewatkan Ueno Park. Jadilah saya pelan-pelan jalan menyusuri tamannya. Meskipun penuh dengan pepohonan, udara panas masih terasa.

Ueno Park

Ueno siang itu didominasi anak-anak sekolah. Setidaknya ada tiga kloter anak sekolah hari itu; saya tahu bedanya dari seragam yang mereka pakai. Karena panas, beberapa orang terlihat memakai payung. Seorang homeless terlihat tiduran di bawah pohon. Iya, konon Ueno Park menjadi tempat tidur orang-orang homeless. Hari itu yang saya lihat hanya satu.

Setelah melihat peta taman, saya menjadikan Toshogu Shrine sebagai tempat tujuan. Kontras dengan pintu masuk taman yang ramai dan panas, jalan menuju shrine ini sepi dan adem. Setelah melewati gerbang, suasananya benar-benar berubah.  Seperti ada ketenangan yang membuat hati teduh, bahkan dengan suara tonggeret yang tak henti-henti.

Sebelum shrine ada semacam tempat untuk membasuh mulut dan tangan. Ada aturan yang harus dipatuhi, seperti tangan sebelah mana dulu yang harus dibasuh (tangan kiri), jangan meminum airnya, dll. Saya mencobanya dan tetiba teringat member AKB48 yang pernah  melakukannya saat coming age ceremony. Di komplek shrine juga banyak tergantung ema (papan kayu) bertuliskan harapan. 

Cuci tangan dulu sebelum masuk


Keringetan karena belum mandi ._.


Tempat membeli papan kayu untuk menulis harapan


Toshogu Shrine

Dari Toshogu Shrine, saya duduk-duduk di taman sekalian istirahat. Seperti yang saya bilang sebelumnya, saya tidak sedang 100% sehat saat pergi ke Jepang. Tensi darah saya drop. Meskipun tak pernah, ketakutan terbesar saya saat itu adalah pingsan saat jalan-jalan sendirian. Untuk itu saya minum suplemen untuk menguatkan badan.

Begitu merasa cukup istirahat, saya berjalan ke Ameyoko Store untuk mencari tempat makan ayam goreng yang direkomendasikan majalan travel. Setelah bolak-balik mencari dan tidak ketemu juga, saya menyerah dan langsung naik kereta menuju pemberhentian selanjutnya: OIOI di Kita-senju.

Kembali ke OIOI finally!

Kita-senju adalah tempat yang pernah jadi rumah selama dua minggu saya di Jepang, empat tahun lalu. Tempat pelatihan saya waktu itu ada di daerah Kita-senju dan OIOI adalah mall yang sering saya kunjungi karena satu hal: udon yang super enak!

Begitu sampai di Stasiun Kita-senju, saya sempat baper dan mengingat-ingat masa-masa itu. Time does fly. Saya senang bisa kembali lagi ke sana.

Menuruti insting dan memori, saya menuju level paling bawah OIOI. Saya mencari foodcourt dan patah hati menyadari warung udon favorit saya sudah tidak ada.

Saya sedih sesedih-sedihnya. Seriusan saya ingin nangis, tapi malu.

Sampai kemudian, ketika berjalan memutar saya melihat ada papan menu berisi gambar berbagai macam udon. Tempat itu masih ada! Seandainya warung udon itu manusia, pasti sudah saya peluk erat-erat saking senangnya.

Udon juara

Sepanjang ingatan saya yang pendek, warung itu tidak berubah banyak. Menu favorit saya masih ada: udon tanpa kuah. Saya foto gambar menu untuk saya perlihatkan ke nenek-nenek pelayan warung. Dia menanyakan apakah saya mau udon yang dingin (coldo) atau panas (hotto). (Saya pilih panas). Dia juga menanyakan apakah saya mau porsi kecil atau besar. (Saya pilih kecil). Ada sesuatu yang homey dengan nenek pelayan itu. Dia ramah dan melayani dengan hati. I could feel it. Kasir yang menjaga warung juga sudah nenek-nenek meskipun lebih muda dibanding nenek yang di dapur. Dia juga sama ramahnya dan melayani dengan senyum.

Saya tidak ingat apakah empat tahun lalu mereka juga yang melayani saya. Tapi saya ingat saya merasa nyaman dan bahagia saat makan udon di sana pertama kalinya. Saat itu saya sadar, mungkin itulah kenapa udon itu saya rasakan jadi udon paling enak sedunia.

Rasa udonnya masih seperti yang saya ingat. Seperti ada bahan di dalamnya yang tidak saya temukan di udon manapun, bahkan di Marugame sekalipun yang jadi favorit saya di Jakarta. Mungkin bumbu rahasia itu adalah kenangan-kenangan. *feeling emo*

Anyway, setelah kenyang makan udon, saya berkeliling mall sambil melihat yang lucu-lucu. Meskipun baru awal September, tema Halloween dengan warna oranye-hitam sudah semarak di display-display toko. Toko CD yang dulu ada, kini sudah berganti dengan toko lain. Namun kebanyakan toko masih sama, termasuk toko yang menjual pernak-pernik menjahit. Saya sempat berhenti untuk menonton iklan di display TV yang bikin ngakak karena menampilkan video kucing yang sedang nge-band. Lucunya kebangetan!

Toko buku di sana masih ada. Beda dengan dulu, sekarang saya dapat mengenali beberapa wajah familiar yang menjadi sampul buku atau majalah di sana. Iya, saya menemukan photobook Watanabe “Milky” Miyuki, Minegishi Minami, Kawaei Rina, sampai Kodama Haruka. Untuk majalah, ada Kojima Haruna dan Sashihara Rino dengan posenya yang duh! >,< Tidak hanya 48Group, member Nogizaka46 juga banyak muncul sebagai cover majalah meskipun yang paling sering tampil adalah Shiraishi Mai.

Ketika saya ke Seoul bulan April lalu, rasanya saya tak menemukan banyak girlgroup seperti SNSD di sampul-sampul majalah. Iklan mereka pun jarang. Mungkin karena fokus saya hanya SNSD. Atau mungkin waktu itu saya tidak terlalu observatif karena jalan bareng teman. Tapi di Tokyo, 48Group dan 46Group ada di mana-mana.

Tak sengaja saya juga menemukan Sanrio Shop. Saya ingat seorang teman dan membeli merchandise Gudetama – karakter telur berwarna oranye dengan muka males – di sana. Barang yang saya beli biasa saja, tapi mbak-mbak pelayannya membungkusnya dengan sangat hati-hati dan penuh perhatian. Saya sampai perhatikan cara dia melipat pembungkusnya. Dia menawarkan beberapa karakter Sanrio untuk saya pilih salah satunya sebagai pengikat bungkusan, saya pilih Pompompurin karena ingat Mayu .__. Si mbaknya sempat berpikir saya keliru memilih karakter: Pompompurin alih-alih Gudetama hehe..

Karena masih pukul 2 siang – sementara check in hotel baru bisa pukul 4 – saya duduk-duduk saja di area restoran yang ada wifi gratisnya. Saya Whatsapp teman-teman dan keluarga di rumah.

Dari OIOI Kita-senju, saya naik kereta ke Minami-senju. Itu adalah stasiun terdekat ke Hotel Juyoh tempat saya menginap. Meskipun membawa peta dari Google Map, saya tetap saja nyasar. Untung ketemu polisi yang – meskipun dengan Bahasa Inggris terbatas – menunjukkan arah hotel.

Saya sudah tahu dari review Booking.com kalau Juyoh tidak terlalu dekat dengan stasiun. Butuh 10-15 menit jalan kaki, ditambah naik turun tangga. (Ada lift juga sih kalau ingin menghindari tangga.) Tapi saya tetap memilih Juyoh karena harganya paling mending untuk private room dengan rating yang tinggi. Juyoh juga menyediakan private onsen dan itu yang jadi salah satu pertimbangan saya. Saya sempat ingin menginap di hostel kapsul di Akihabara untuk pengalaman, tapi tidak jadi karena ribet kalau mesti pindah-pindah ho(s)tel. Lagipula Minami-senju tak jauh dari Akihabara; ada akses kereta langsung ke sana.

Saya sampai Juyoh pukul 3 sore. Meskipun datang lebih awal, saya sudah boleh check in. Kamar yang saya pilih merupakan single room model Jepang dengan tatami. Ada TV, AC, dan kulkas kecil sementara kamar mandi dan toilet di luar meskipun masih satu lantai.

Setelah total 36 jam saya tak menyentuh kasur, gegulingan di tatami yang tipis rasanya seperti di surga. Bahagia! 

 Tidur di sini saja sudah bahagia :')

Saya pernah menginap di berbagai hostel atau hotel budget di berbagai tempat tapi Juyoh adalah yang terbaik. Kamar mandinya simpel, efisien, super bersih dengan sabun dan shampo yang lembut dan wangi; bahkan lebih lembut dibanding yang biasa tersedia di hotel berbintang di Indonesia. Shower-nya panas dan manjur menghilangkan lelah. Kamar mandi di lantai saya ada dua, di ruangan sebelahnya ada dua toilet untuk perempuan dan dua toilet untuk lelaki. Oya, toilet di sana menggunakan sensor gerak otomatis untuk menyalakan lampu, jadi pernah pas saya duduk anteng di sana, tiba-tiba lampunya mati sendiri T_T

Setelah mandi dan merasa 102% lebih segar, saya pergi ke Akihabara untuk ke AKB48 Theater. Dari Google Map – terimakasih untuk wifi di Juyoh yang oke – terlihat kalau teater AKB48 ini dekat dengan AKB48 Café and Shop.

Sampai di Stasiun Akihabara, langit sudah mendung. Angin kencang. Saya bolak-balik mencocokkan peta dengan jalanan di depan. Belum juga menemukan Gedung Don Quixote tempat teater AKB48 berada (sejak sepuluh tahun yang lalu, fyi), hujan sudah turun. Deras. Orang-orang berjalan cepat. Beberapa maid dan butler tetap membagikan pamflet, seperti tak terpengaruh oleh cipratan hujan yang mengenai kostum yang mereka pakai. Karena angin yang semakin kencang, saya mesti menahan supaya payung yang saya pegang tidak terbalik oleh angin. Mestinya sore itu saya memilih beristirahat di kamar hotel; nonton TV sambil ngopi dan makan kripik kentang.

Tapi kemudian, petunjuk peta sesuai dengan jalan yang sedang saya lewati. Tak berapa lama, Don Quixote terlihat dengan ikon Pinguin biru khasnya. Poster  member populer 48Group memakai dress putih dengan latar hitam dan tulisan 10th Anniversary berwarna emas segera menyambut.


Disambut AKB48 di Don Quixote

Beda dengan teater JKT48 di Mall f(X) yang relatif berisi middle to high-end tenants, Don Quixote itu seperti toko segala rupa. Sempit, penuh, padat, dan berisik. Begitu saya masuk, yang terdengar adalah bising suara berbagai game yang mendominasi lantai-lantai. Mayoritas yang bermain game di sana adalah laki-laki; saya malah sempat melihat seorang bapak berumur 40-an sedang asik joged mengikuti ritme musik. Teater AKB48 terletak di lantai 8, dan untuk naik ke sana ada eskalator di tiap lantainya. Eskalatornya kecil, hanya muat satu orang untuk satu anak tangga. Sambil naik eskalator, saya memandangi poster-poster AKB48 yang tertempel di dinding sebelah kanan eskalator maupun yang ada di atas kepala hingga saya mesti mendongak.

Beberapa bulan sebelum keberangkatan ke Jepang, saya mencoba keberuntungan untuk apply menonton teater di teater AKB48 (dan juga SKE48 karena waktu itu Nagoya masuk dalam itinerary). Sayang saya belum beruntung. Jadi saya ke teater sore itu hanya untuk melihat-lihat saja.

Akhirnya, sampai juga saya di lantai 8F. Kalau teater JKT48 berbagi lantai dengan tenant lain, teater AKB48 berada di satu lantai milik mereka sendiri. Sudah ada beberapa pengunjung di situ yang sudah mengantri; termasuk beberapa fans perempuan. Teater menyediakan locker untuk menaruh barang-barang penonton. Di pojokan nampak rangkaian bunga yang didominasi kuning-biru dengan beberapa balon karakter Minions. Rupanya hari itu perayaan ulang tahunnya Miyazaki ‘Myao’ Miho.

Perayaan ulang tahun Myao




Poster-poster AKB48 memenuhi dinding; dari jaman Maeda Atsuko sampai poster berisi wajah-wajah member generasi baru. Saya minta tolong seseorang untuk memotret saya di depan pintu masuk teater yang dijaga oleh dua orang petugas keamanan berjas hitam.

Para wota, mulai dari yang muda sampai bapak-bapak



Enaknya di teater AKB48, kita bisa berjalan melalui wall of fame berisi foto member. Saya mengenal sebagian besar member dan memotret beberapa yang saya suka, termasuk Watanabe Mayu. Cuma melihat fotonya saja sudah senang. Puas melihat-lihat teater, saya menuju ke tempat selanjutnya: AKB48 Café and Shop.


Kalau tadi siang masih tutup, sore itu AKB48 Café and Shop sudah terlihat hidup dengan lampu neon berwarna oranye mencolok. Hujan sudah mulai reda, tinggal rintiknya saja. Saya ke tokonya (yang saya pikir lebih kecil dari terakhir saya ke sana di tahun 2012) dan melihat-lihat official merchandise yang mereka jual. Tiba-tiba terdengar Kareha no Station dari Matsui Rena sebagai backsong. It’s like she knew I was there. :’)

Merchandise AKB48 memenuhi sebagian besar ruangan sementara untuk sister group mereka seperti SKE48, NMB48, dan HKT48 disediakan space kecil. As expected, harga pernak-pernik di sana mahal. Saya tidak berminat membeli merchandise di toko official karena saat itu saya lebih ingin mencari pengalaman baru dengan makan di AKB48 café. 

 Official shop

Di salah satu dinding café terdapat menu yang ditulis member dan direkomendasikan oleh mereka. Saya pilih beef rice bowl with egg yang menjadi favorit Watanabe Mayu(yu). Untuk minumnya saya pilih jus jeruk.

Ini gara-gara Mayu


Bunny-chan looked cute. I ate it anyway.


Café AKB48 memang menjual pengalaman ‘nonton bareng’. Nuansa ruangan dipilih merah (warna kursi-kursi) dan hitam (warna tembok yang dipenuhi tulisan tangan member). Saya dipersilakan duduk di kursi yang menghadap layar. Iya, jadi aja layar besar yang menyetel pertunjukan AKB48. Saat saya ke sana, sedang ada penampilan teater dari Team 8 dengan fokus Oguri Yui yang sepertinya sedang seitansai (merayakan ulang tahunnya). Sebelum pesanan datang, saya diminta membaca peraturan di café, termasuk tidak boleh memotret layar dan café maid. 


Saya menunggu dengan canggung. Di ujung kanan depan ada cewek-cowok yang nonton bareng. Di belakang mereka, ada dua cowok 20-an yang bolak-balik saling memotret. Salah satunya bahkan berfoto dengan background layar yang mestinya tidak boleh, tapi tidak ada yang menegur. Sederetan dengan saya ada bapak-bapak yang nonton sendirian, sama seperti saya.

Akhirnya pesanan saya datang! Café maid yang melayani ramah, namun tidak berlebihan. Bahasa Inggrisnya juga lumayan oke, jadi tidak ada kendala bahasa. Untuk setiap pemesanan, saya diberi coaster yang dipilih acak. Saya dapat coaster Miyawaki Sakura dan Okawa Rio. Not bad.

Beef rice bowl yang saya pesan dihias dengan telur berbentuk kelinci imut. Sebenarnya rasanya akan lebih enak kalau tidak terlalu manis. Untung telurnya gurih, jadi bisa untuk penyeimbang. Rasa jus jeruknya biasa saja: tidak mengecewakan tapi juga tidak istimewa.

Saya kembali ke hotel dengan perasaan mengambang. Seperti ada yang sudah selesai, namun belum terselesaikan. Maksudnya, saya sudah ke kiblat AKB48 di Akihabara; tempat yang ingin saya datangi sejak saya mulai mengenal mereka lebih dekat lebih dari setahun yang lalu. But it was just the place, not the people. Karena Akihabara adalah tujuan utama saya ke Jepang, sebenarnya hari itu misi saya sudah selesai. Hari-hari berikutnya adalah ekstra.

Before I slept, suddenly I remembered what the pilot said to us when we arrived in Haneda:
"Be good
Be safe
Bye-bye for now.."

No comments:

Post a Comment