Setelah
disemangati AKB48 dengan Aitakatta, pagi pertama saya di Tokyo terasa lebih
menyenangkan dibanding malam sebelumnya. Saya segera ke toilet untuk berganti
baju dan cuci muka. Sebelum tantrum karena lapar, saya sarapan beef
rice bowl di Yoshinoya.
Sarapan dulu supaya tidak tantrum
Karena
baru bisa check in di hotel sore pukul 4, saya santai-santai
dulu di Bandara Haneda. Saya jalan-jalan menyusuri tempat makan bertema Edo
(belum ada yang buka, kepagian), dan foto-foto di depan papan berisi harapan
meskipun masih kucel karena belum mandi. Sempat juga saya ke observation deck di luar untuk
melihat-lihat pesawat yang sedang take
off dan parkir. Kursi-kursi di dalam yang semalam penuh ditiduri
orang-orang kini sudah kosong.
Papan berisi harapan
Oya, saya
sudah beli Pasmo, semacam kartu untuk naik transportasi umum mulai dari kereta
hingga bis. Praktis. Saya sempat ingin membeli Tokyo Metro day pass yang bisa mengirit biaya tapi lebih ribet karena tidak
mencakup semua line, seperti JR line
misalnya. Lagi-lagi karena tidak mau repot, saya beli Pasmo saja.
The older I am, the simpler I
become.
Pembelian
Pasmo disertai dengan peta jalur kereta Tokyo. Peta itu saya jadikan kompas
selama lima hari di Tokyo. Saking seringnya saya pakai, di hari terakhir
petanya sobek jadi dua karena buka-lipat terus. Sebenarnya ada aplikasi
Hyperdia yang memudahkan kita naik transportasi umum. Tapi saya memilih tidak
menyewa wifi router untuk internetan.
Jadi satu-satunya petunjuk adalah rasa sayang peta.
Setelah
puas foto-foto selfie di bandara, sekitar pukul 10 saya naik kereta ke
Hamamatsucho. Di langit-langit kereta ada banyak iklan terpasang. Saya langsung
mengenali salah satu wajah di sana: Miyawaki Sakura. Dari gambarnya, sepertinya
dia sedang mengiklankan Fukuoka sebagai destinasi wisata. Ini sih saya cuma
menebak-nebak ya, karena semuanya memakai tulisan Jepang yang tak bisa saya
baca.
Kereta
pagi itu lumayan sepi. Sebelah saya masih kosong. Rata-rata penumpang pagi itu
orang kantoran, terlihat dari kemeja putih jas hitam yang mereka pakai. Kalau
perempuannya sih bajunya lebih variatif.
Dulu
ketika pertama kali ke Jepang di tahun 2012 untuk Management Training, saya naik kereta juga dari Bandara Narita ke
tempat pelatihan. Saat itu pemandangannya dimulai dengan sawah-sawah untuk
kemudian didominasi gedung-gedung dan rumah-rumah. Tapi dari Bandara Haneda,
yang terlihat pertama adalah sungai atau kanal di sisi rel kereta. Kemudian ada
pula bangunan yang saya kira pabrik atau gudang. Dari Stasiun Hamamatsucho yang
merupakan private railways, saya
pindah ke JR line dengan tujuan
pertama Akihabara.
Biasanya
saya suka mendengarkan lagu dalam perjalanan naik kereta, tapi pagi itu saya
matikan iPod. Saya memilih untuk menikmati semuanya dengan hening. Mungkin
karena itulah saya lebih aware dengan
wajah-wajah familiar member 48Group dan 46Group yang muncul dari
berbagai display iklan, termasuk yang ada pada vending machine minuman di tiap-tiap stasiun yang saya lewati.
Nogizaka46 di vending machine
Saya
sampai di Stasiun
Akihabara dengan perasaan “waaaaaaah!” Saya pernah ke sana sebelumnya, namun saat itu saya belum
ngefans dengan AKB48. Keluar stasiun, saya langsung menuju AKB48 Café and Shop
yang ternyata masih tutup. Padahal dari itinerary
yang sudah saya buat harusnya saya akan makan siang di sana.
Karena datang terlalu pagi, banyak yang belum buka.
Termasuk AKB48 Cafe and Shop.
Seorang
teman menitip dibelikan foto Matsui Jurina. Dia bilang di Akihabara banyak toko
yang menjual foto idol. Oleh karena itu, sambil menunggu makan siang saya
mengitari Akihabara dan mencari toko yang menjual photopack (pp) idol.
Sampai ke
toko ketiga yang saya datangi, tidak ada satupun yang menjual pp. Rata-rata
yang mereka jual adalah CD/DVD dan merchandise lainnya. Jalan-jalan ini bisa
lebih menyenangkan kalau saja saya tak mesti membawa ransel berat di punggung.
Rencana
makan siang di AKB48 Café and Shop saya tunda. Alih-alih, saya pergi ke Ueno
Park. Dari Tokyo Guide yang saya dapatkan dari teman saya Kirana, saya tahu
kalau di Ueno ada ayam goreng enak di lantai 1 Ameyoko Store. Nama tempat
makannya adalah Chicken Man Ueno. Saya ingin makan siang di sana. Tapi
sebelumnya, saya ke Ueno Park dulu untuk ngadem.
Saya
datang di awal musim gugur tapi udaranya masih selembab musim panas. Jaket yang
dari pagi saya pakai, saya masukkan ke ransel. Saya pakai topi untuk menahan
panas matahari. Meskipun tidak semenyengat Jakarta, panas Tokyo lumayan bikin
gerah dan berkeringat. Apalagi saya belum mandi seharian itu. Well..
Saya
sempat tidak berminat masuk ke taman karena bawaan yang berat. Panas juga
membuat tubuh mudah dehidrasi. Tapi saya tahu pasti akan menyesal kalau
melewatkan Ueno Park. Jadilah saya pelan-pelan jalan menyusuri tamannya.
Meskipun penuh dengan pepohonan, udara panas masih terasa.
Ueno Park
Ueno siang
itu didominasi anak-anak sekolah. Setidaknya ada tiga kloter anak sekolah hari
itu; saya tahu bedanya dari seragam yang mereka pakai. Karena panas, beberapa
orang terlihat memakai payung. Seorang homeless
terlihat tiduran di bawah pohon. Iya, konon Ueno Park menjadi tempat tidur
orang-orang homeless. Hari itu yang
saya lihat hanya satu.
Setelah
melihat peta taman, saya menjadikan Toshogu Shrine sebagai tempat tujuan.
Kontras dengan pintu masuk taman yang ramai dan panas, jalan menuju shrine ini sepi dan adem. Setelah
melewati gerbang, suasananya benar-benar berubah. Seperti ada ketenangan yang membuat hati
teduh, bahkan dengan suara tonggeret yang tak henti-henti.
Sebelum shrine ada semacam tempat untuk membasuh
mulut dan tangan. Ada aturan yang harus dipatuhi, seperti tangan sebelah mana
dulu yang harus dibasuh (tangan kiri), jangan meminum airnya, dll. Saya
mencobanya dan tetiba teringat member AKB48 yang pernah melakukannya saat coming age ceremony. Di komplek shrine
juga banyak tergantung ema (papan kayu) bertuliskan harapan.
Cuci tangan dulu sebelum masuk
Keringetan karena belum mandi ._.
Tempat membeli papan kayu untuk menulis harapan
Toshogu Shrine
Dari
Toshogu Shrine, saya duduk-duduk di taman sekalian istirahat. Seperti yang saya
bilang sebelumnya, saya tidak sedang 100% sehat saat pergi ke Jepang. Tensi
darah saya drop. Meskipun tak pernah, ketakutan terbesar saya saat itu adalah
pingsan saat jalan-jalan sendirian. Untuk itu saya minum suplemen untuk menguatkan badan.
Begitu
merasa cukup istirahat, saya berjalan ke Ameyoko Store untuk mencari tempat
makan ayam goreng yang direkomendasikan majalan travel. Setelah bolak-balik
mencari dan tidak ketemu juga, saya menyerah dan langsung naik kereta menuju
pemberhentian selanjutnya: OIOI di Kita-senju.
Kembali ke OIOI finally!
Kita-senju
adalah tempat yang pernah jadi rumah selama dua minggu saya di Jepang, empat
tahun lalu. Tempat pelatihan saya waktu itu ada di daerah Kita-senju dan OIOI
adalah mall yang sering saya kunjungi karena satu hal: udon yang super enak!
Begitu
sampai di Stasiun Kita-senju, saya sempat baper dan mengingat-ingat masa-masa
itu. Time does fly. Saya senang bisa
kembali lagi ke sana.
Menuruti
insting dan memori, saya menuju level paling bawah OIOI. Saya mencari foodcourt dan patah hati menyadari
warung udon favorit saya sudah tidak ada.
Saya sedih
sesedih-sedihnya. Seriusan saya ingin nangis, tapi malu.
Sampai
kemudian, ketika berjalan memutar saya melihat ada papan menu berisi gambar
berbagai macam udon. Tempat itu masih ada! Seandainya warung udon itu manusia,
pasti sudah saya peluk erat-erat saking senangnya.
Udon juara
Sepanjang
ingatan saya yang pendek, warung itu tidak berubah banyak. Menu favorit saya
masih ada: udon tanpa kuah. Saya foto gambar menu untuk saya perlihatkan ke
nenek-nenek pelayan warung. Dia menanyakan apakah saya mau udon yang dingin (coldo) atau panas (hotto). (Saya pilih panas). Dia juga menanyakan apakah saya mau
porsi kecil atau besar. (Saya pilih kecil). Ada sesuatu yang homey dengan nenek pelayan itu. Dia
ramah dan melayani dengan hati. I could
feel it. Kasir yang menjaga warung juga sudah nenek-nenek meskipun lebih
muda dibanding nenek yang di dapur. Dia juga sama ramahnya dan melayani dengan
senyum.
Saya tidak
ingat apakah empat tahun lalu mereka juga yang melayani saya. Tapi saya ingat
saya merasa nyaman dan bahagia saat makan udon di sana pertama kalinya. Saat
itu saya sadar, mungkin itulah kenapa udon itu saya rasakan jadi udon paling
enak sedunia.
Rasa
udonnya masih seperti yang saya ingat. Seperti ada bahan di dalamnya yang tidak
saya temukan di udon manapun, bahkan di Marugame sekalipun yang jadi favorit
saya di Jakarta. Mungkin bumbu rahasia itu adalah kenangan-kenangan. *feeling emo*
Anyway, setelah kenyang makan udon, saya berkeliling mall sambil
melihat yang lucu-lucu. Meskipun baru awal September, tema Halloween dengan
warna oranye-hitam sudah semarak di display-display toko. Toko CD yang dulu
ada, kini sudah berganti dengan toko lain. Namun kebanyakan toko masih sama,
termasuk toko yang menjual pernak-pernik menjahit. Saya sempat berhenti untuk
menonton iklan di display TV yang bikin ngakak karena menampilkan video kucing
yang sedang nge-band. Lucunya kebangetan!
Toko buku
di sana masih ada. Beda dengan dulu, sekarang saya dapat mengenali beberapa
wajah familiar yang menjadi sampul buku atau majalah di sana. Iya, saya
menemukan photobook Watanabe “Milky”
Miyuki, Minegishi Minami, Kawaei Rina, sampai Kodama Haruka. Untuk majalah, ada
Kojima Haruna dan Sashihara Rino dengan posenya yang duh! >,< Tidak hanya
48Group, member Nogizaka46 juga banyak muncul sebagai cover majalah meskipun
yang paling sering tampil adalah Shiraishi Mai.
Ketika
saya ke Seoul bulan April lalu, rasanya saya tak menemukan banyak girlgroup seperti SNSD di sampul-sampul
majalah. Iklan mereka pun jarang. Mungkin karena fokus saya hanya SNSD. Atau
mungkin waktu itu saya tidak terlalu observatif karena jalan bareng teman. Tapi
di Tokyo, 48Group
dan 46Group
ada di mana-mana.
Tak
sengaja saya juga menemukan Sanrio Shop. Saya ingat seorang teman dan membeli merchandise Gudetama – karakter telur
berwarna oranye dengan muka males – di sana. Barang yang saya beli biasa saja, tapi mbak-mbak
pelayannya membungkusnya dengan sangat hati-hati dan penuh perhatian. Saya
sampai perhatikan cara dia melipat pembungkusnya. Dia menawarkan beberapa
karakter Sanrio untuk saya pilih salah satunya sebagai pengikat bungkusan, saya
pilih Pompompurin karena ingat Mayu .__. Si mbaknya sempat berpikir saya keliru
memilih karakter: Pompompurin alih-alih Gudetama hehe..
Karena
masih pukul 2 siang – sementara check in hotel baru bisa pukul 4 – saya duduk-duduk
saja di area restoran yang ada wifi gratisnya. Saya Whatsapp teman-teman dan
keluarga di rumah.
Dari OIOI
Kita-senju, saya naik kereta ke Minami-senju. Itu adalah stasiun terdekat ke
Hotel Juyoh tempat saya menginap. Meskipun membawa peta dari Google Map, saya tetap saja nyasar. Untung
ketemu polisi yang – meskipun dengan Bahasa Inggris terbatas – menunjukkan arah
hotel.
Saya sudah
tahu dari review Booking.com kalau Juyoh tidak terlalu dekat dengan stasiun.
Butuh 10-15 menit jalan kaki, ditambah naik turun tangga. (Ada lift juga sih
kalau ingin menghindari tangga.) Tapi saya tetap memilih Juyoh karena harganya
paling mending untuk private room
dengan rating yang tinggi. Juyoh juga menyediakan private onsen dan itu yang jadi salah satu pertimbangan saya. Saya
sempat ingin menginap di hostel kapsul di Akihabara untuk pengalaman, tapi
tidak jadi karena ribet kalau mesti pindah-pindah ho(s)tel. Lagipula Minami-senju
tak jauh dari Akihabara; ada akses kereta langsung ke sana.
Saya
sampai Juyoh pukul 3
sore. Meskipun datang lebih awal, saya sudah boleh check in. Kamar yang saya pilih merupakan single room model Jepang dengan tatami. Ada TV, AC, dan kulkas
kecil sementara kamar mandi dan toilet di luar meskipun masih satu lantai.
Setelah total
36 jam saya tak menyentuh kasur, gegulingan di tatami yang tipis rasanya
seperti di surga. Bahagia!
Tidur di sini saja sudah bahagia :')
Saya
pernah menginap di berbagai hostel atau hotel budget di berbagai tempat tapi
Juyoh adalah yang terbaik. Kamar mandinya simpel, efisien, super bersih dengan
sabun dan shampo yang lembut dan wangi; bahkan lebih lembut dibanding yang
biasa tersedia di hotel berbintang di Indonesia. Shower-nya panas dan manjur menghilangkan lelah. Kamar mandi di
lantai saya ada dua, di ruangan sebelahnya ada dua toilet untuk perempuan dan
dua toilet untuk lelaki. Oya, toilet di sana menggunakan sensor gerak otomatis
untuk menyalakan lampu, jadi pernah pas saya duduk anteng di sana, tiba-tiba
lampunya mati sendiri T_T
Setelah
mandi dan merasa 102% lebih segar, saya pergi ke Akihabara untuk ke AKB48
Theater. Dari Google Map – terimakasih untuk wifi di Juyoh yang oke – terlihat
kalau teater AKB48 ini dekat dengan AKB48 Café and Shop.
Sampai di
Stasiun Akihabara, langit sudah mendung. Angin kencang. Saya bolak-balik mencocokkan peta dengan
jalanan di depan. Belum juga menemukan Gedung Don Quixote tempat teater AKB48
berada (sejak sepuluh tahun yang lalu, fyi), hujan sudah turun. Deras.
Orang-orang berjalan cepat. Beberapa maid
dan butler tetap membagikan pamflet, seperti
tak terpengaruh oleh cipratan hujan yang mengenai kostum yang mereka pakai.
Karena angin yang semakin kencang, saya mesti menahan supaya payung yang saya
pegang tidak terbalik oleh angin. Mestinya sore itu saya memilih beristirahat
di kamar hotel; nonton TV sambil ngopi dan makan kripik kentang.
Tapi
kemudian, petunjuk peta sesuai dengan jalan yang sedang saya lewati. Tak berapa
lama, Don Quixote terlihat dengan ikon Pinguin biru khasnya. Poster member populer 48Group memakai dress putih dengan latar hitam dan
tulisan 10th Anniversary berwarna emas segera menyambut.
Disambut AKB48 di Don Quixote
Beda
dengan teater JKT48 di Mall f(X) yang relatif berisi middle to high-end tenants, Don Quixote itu seperti toko segala
rupa. Sempit, penuh, padat, dan berisik. Begitu saya masuk, yang terdengar
adalah bising suara berbagai game yang
mendominasi lantai-lantai. Mayoritas yang bermain game di sana adalah laki-laki; saya malah sempat melihat seorang
bapak berumur 40-an sedang asik joged mengikuti ritme musik. Teater AKB48
terletak di lantai 8, dan untuk naik ke sana ada eskalator di tiap lantainya.
Eskalatornya kecil, hanya muat satu orang untuk satu anak tangga. Sambil naik
eskalator, saya memandangi poster-poster AKB48 yang tertempel di dinding
sebelah kanan eskalator maupun yang ada di atas kepala hingga saya mesti
mendongak.
Beberapa
bulan sebelum keberangkatan ke Jepang, saya mencoba keberuntungan untuk apply menonton teater di teater AKB48
(dan juga SKE48 karena waktu itu Nagoya masuk dalam itinerary). Sayang saya belum beruntung. Jadi saya ke teater sore
itu hanya untuk melihat-lihat saja.
Akhirnya,
sampai juga saya di lantai 8F. Kalau teater JKT48 berbagi lantai dengan tenant lain, teater AKB48 berada di satu
lantai milik mereka sendiri. Sudah ada beberapa pengunjung di situ yang sudah
mengantri; termasuk beberapa fans perempuan.
Teater menyediakan locker untuk menaruh barang-barang penonton. Di pojokan nampak rangkaian bunga yang didominasi kuning-biru
dengan beberapa balon karakter Minions. Rupanya hari itu perayaan ulang tahunnya Miyazaki
‘Myao’ Miho.
Perayaan ulang tahun Myao
Poster-poster
AKB48 memenuhi dinding; dari jaman Maeda Atsuko sampai poster berisi
wajah-wajah member generasi baru. Saya minta tolong seseorang untuk memotret
saya di depan pintu masuk teater yang dijaga oleh dua orang petugas keamanan
berjas hitam.
Para wota, mulai dari yang muda sampai bapak-bapak
Enaknya di
teater AKB48, kita bisa berjalan melalui wall
of fame berisi foto member. Saya mengenal sebagian besar member dan
memotret beberapa yang saya suka, termasuk Watanabe Mayu. Cuma melihat fotonya
saja sudah senang. Puas melihat-lihat teater, saya menuju ke tempat
selanjutnya: AKB48 Café and Shop.
Kalau tadi
siang masih tutup, sore itu AKB48 Café and Shop sudah terlihat hidup dengan
lampu neon berwarna oranye mencolok. Hujan sudah mulai reda, tinggal rintiknya
saja. Saya ke tokonya (yang saya pikir lebih kecil dari terakhir saya ke sana
di tahun 2012) dan melihat-lihat official
merchandise yang mereka jual. Tiba-tiba terdengar Kareha no Station dari Matsui Rena sebagai backsong. It’s like she knew I was there. :’)
Merchandise AKB48 memenuhi sebagian besar ruangan sementara untuk sister group mereka seperti SKE48,
NMB48, dan HKT48 disediakan space kecil.
As expected, harga pernak-pernik di
sana mahal. Saya tidak berminat membeli merchandise
di toko official karena saat itu saya lebih ingin mencari pengalaman baru
dengan makan di AKB48 café.
Official shop
Di salah
satu dinding café terdapat menu yang ditulis member dan direkomendasikan oleh
mereka. Saya pilih beef rice bowl with
egg yang menjadi favorit Watanabe Mayu(yu). Untuk minumnya saya pilih jus
jeruk.
Ini gara-gara Mayu
Bunny-chan looked cute. I ate it anyway.
Café AKB48
memang menjual pengalaman ‘nonton bareng’. Nuansa ruangan dipilih merah (warna
kursi-kursi) dan hitam (warna tembok yang dipenuhi tulisan tangan member). Saya
dipersilakan duduk di kursi yang menghadap layar. Iya, jadi aja layar besar
yang menyetel pertunjukan AKB48. Saat saya ke sana, sedang ada penampilan teater
dari Team 8 dengan fokus Oguri Yui yang sepertinya sedang seitansai (merayakan ulang tahunnya). Sebelum pesanan datang, saya
diminta membaca peraturan di café, termasuk tidak boleh memotret layar dan café maid.
Saya
menunggu dengan canggung. Di ujung kanan depan ada cewek-cowok yang nonton
bareng. Di belakang mereka, ada dua cowok 20-an yang bolak-balik saling
memotret. Salah satunya bahkan berfoto dengan background layar yang mestinya tidak boleh, tapi tidak ada yang
menegur. Sederetan dengan saya ada bapak-bapak yang nonton sendirian, sama
seperti saya.
Akhirnya
pesanan saya datang! Café maid yang
melayani ramah, namun tidak berlebihan. Bahasa Inggrisnya juga lumayan oke,
jadi tidak ada kendala bahasa. Untuk setiap pemesanan, saya diberi coaster yang dipilih acak. Saya dapat coaster Miyawaki Sakura dan Okawa Rio. Not bad.
Beef rice bowl yang saya pesan dihias dengan telur berbentuk kelinci
imut. Sebenarnya rasanya akan lebih enak kalau tidak terlalu manis. Untung
telurnya gurih, jadi bisa untuk penyeimbang. Rasa jus jeruknya biasa saja:
tidak mengecewakan tapi juga tidak istimewa.
Saya
kembali ke hotel dengan perasaan mengambang. Seperti ada yang sudah selesai,
namun belum terselesaikan. Maksudnya, saya sudah ke kiblat AKB48 di Akihabara;
tempat yang ingin saya datangi sejak saya mulai mengenal mereka lebih dekat
lebih dari setahun yang lalu. But it was
just the place, not the people. Karena Akihabara adalah tujuan utama saya
ke Jepang, sebenarnya hari itu misi saya sudah selesai. Hari-hari berikutnya
adalah ekstra.
Before I slept, suddenly I remembered what the pilot said
to us when we arrived in Haneda:
"Be good
Be safe
Bye-bye for now.."
No comments:
Post a Comment