Tuesday 31 May 2011

Kacamata

Tiket nonton Limitless sudah ada di tangan. Jaket sudah saya selipkan di tas. HP sudah saya posisikan silent. Entah kenapa, saya masih merasa ada yang kurang. Begitu masuk ke dalam Studio 1, barulah saya ingat yang terlupakan: kacamata. Untunglah kursi tempat duduk saya tidak begitu jauh dari layar bioskop. Saya masih bisa mengikuti adegan dalam film dengan nyaman. Saya masih bisa membaca subtitle-nya dengan cukup jelas.

Sebelumnya, saya pernah punya masalah karena lupa membawa kacamata. Waktu itu saya sedang rapat di kantor. Semua orang sudah duduk di tempatnya masing-masing. Kami hanya tinggal menunggu Pimpinan Rapat. Saya baru sadar kalau lupa membawa kacamata setelah rapat dimulai. Saya tidak bisa beranjak.

Saat presentasi dimulai, saya nyaris tidak bisa membaca apa yang terpampang di layar LCD. Padahal saya termasuk orang visual. Saya harus memaksakan mata untuk membaca tulisan yang agak kecil. Saya bahkan melewatkan bagan-bagan. Memang seharusnya saya membawa kacamata kemana-mana.

Saya tidak memakai kacamata setiap saat, hanya pada saat-saat tertentu saja. Namun akhir-akhir ini, saat-saat tertentu itu semakin sering. Saya semakin butuh alat bantu penglihatan itu untuk memperjelas yang mulai buram. Kalau tidak memakai kacamata saat mengetik di komputer atau laptop, mata saya akan mudah lelah.

Terakhir cek, setahun lalu, mata saya minus setengah dan seperempat. Mungkin tidak terlalu tinggi, tapi dalam radius berapa meter, apa yang saya lihat tidak sejernih dulu. Ini berarti, saya akan tergantung dengan kacamata. Saya belum cek lagi hingga saat ini.

Tiba-tiba saya teringat hampir tiga tahun yang lalu, saat pertama kali saya membeli kacamata. Saat itu, mata saya masih normal. Saya membelinya hanya karena ingin memakainya. Menurut saya saat itu, orang-orang yang memakai kacamata terlihat pintar dan dewasa. Saya pun dibelikan Bapak kacamata normal.

Keinginan saya memakai kacamata juga dipengaruhi oleh popularitas Sarah Palin.

Sarah Palin? Ya. Palin adalah calon Wakil Presiden dalam Pemilihan Umum Presiden Amerika Serikat mendampingi John McCain di tahun 2008. Dia dan pasangannya dikalahkan oleh Barack Obama dan Joe Biden yang kini menjadi Presiden dan Wakil Presiden. Bukan politiknya yang ingin saya bicarakan, tapi gaya Sarah Palin yang saat itu banyak disorot media. Dia bahkan menjadi trendsetter untuk fashion.

Salah satu hal yang paling mencolok tentang Palin adalah kacamatanya. Kacamata lebar tanpa frame milik Palin menjadi buruan perempuan Amerika. Saya kurang peduli dengan jenisnya. Saat itu saya hanya ingin memakai kacamata.

Karena baru pertama kali punya kacamata, saya memakainya hampir setiap keluar rumah. Saya atur gaya supaya terlihat biasa. Saat wawancara kerja pun saya memakai kacamata. Dengan memakai kacamata, saya merasa terlihat pintar dan dewasa. Saya tidak tahu pendapat itu akan cepat berubah, dan juga salah.

Saya menyadari penglihatan saya tidak setajam dulu ketika sudah beberapa bulan kerja di Jakarta. Saya tidak bisa membaca bermacam tulisan yang terpampang dalam jarak tertentu di mall. Mulanya saya pikir saya sakit hingga pandangan saya agak kabur. Sampai akhirnya saya tahu kalau mata saya sudah mulai minus.

Sejak saat itu, kacamata menjadi dekat dengan saya. Bukan karena ingin, tapi karena butuh. Saya malas memakainya justru ketika harus.

Mungkin benar kata orang: be careful with your wish.

2 comments:

  1. Sama, aku juga terkadang suka lupa bawa kacamata kalau ke bioskop. Baru ingetnya pas udah di dalemnya. Jadinya suka kesel sendiri. ;))

    ReplyDelete
  2. Haha! Memang harus bawa kacamata kemana-mana, selain HP :D

    ReplyDelete