Sebelum berangkat ke Filipina, saya sudah punya rencana untuk mengunjungi beberapa tempat wisata di sana. Tapi ternyata empat hari tidak cukup untuk mengeksplor itu semua. Sebagian besar waktu saya habiskan di mall. FYI, Metro Manila punya banyak sekali mall besar. Beruntung saya masih bisa meluangkan waktu yang sedikit itu ke Intramuros dan Ayala Museum. Dalam postingan kali ini saya akan cerita tentang dua tujuan wisata tersebut.
Intramuros
Intramuros adalah yang paling pertama kami sebut saat menyusun rencana perjalanan ke Filipina saking iconic-nya sebagai tempat wisata. Tempat ini merupakan kota tua-nya Manila; dan kalau dilihat dari postcard yang pernah saya dapat dari teman Filipina saya, Intramuros lebih dari bagus sebagai tempat untuk berfoto-foto.
Saya dan Mbak Tina datang ke Intramuros hari Sabtu pagi-pagi. Dari Ayala Avenue, kami naik MRT ke Taft Avenue. Dari sana kami lanjut naik LRT ke Central. Turun di Central, kami lanjutkan perjalanan naik pedicab – seperti becak di Indonesia, tapi dikayuh dengan sepeda. Awalnya kami ingin naik jeepney, sayangnya tidak ada yang menuju Intramuros. Mau jalan juga lumayan jauh.
Naik pedicab di sana sama seperti naik bajaj di Jakarta. Adventurous! Bikin deg-degan. Bayangkan saja, si bapak pengayuh ini akan turun dan mengangkat pedicab-nya (plus dua penumpang di dalamnya) ketika hendak naik ke atas trotoar yang lebih tinggi dari ruas jalan. Dan sama seperti bajaj, hanya si pengayuh dan Tuhan yang tahu kemana kendaraan akan berbelok. Tapi, harganya memang sangat murah. Saya dan Mbak Tina sampai memberi lebih.
Sepanjang jalan, yang kami lihat adalah bangunan-bangunan tua yang artistik. Kami berencana turun di Fort Santiago, karena itu adalah icon Intramuros. Kesan pertama saya tentang Fort Santiago adalah rindang. Dan sejuk. Dan bersih. Udaranya segar meskipun agak lembab. Tamannya rapi dengan pepohonan di pinggir jalan. Beberapa calesa - sejenis kereta kuda – hilir mudik membawa penumpang yang rata-rata anak-anak. Iya, bahkan di sepagi itu Fort Santiago sudah memiliki banyak pengunjung.
Karena bagusnya, banyak yang berfoto-foto di sana. Ini saya ambil gambar beberapa di antaranya.
Puas mengelilingi Fort Santiago, saya dan Mbak Tina memutuskan pulang. Sebenarnya masih banyak tempat menarik lainnya di Intramuros, tapi kami diburu waktu untuk check out dari InterContinental Hotel. Kami sempat melewati Manila Cathedral yang megah dan foto-foto juga di sana.
Kami kembali ke hotel tepat waktu. Hari itu juga kami check out dari InterContinental dan menginap di Eurotel Cubao.
Ayala Museum
Sehari sebelum ke Intramuros, saya ke Ayala Museum. Kali ini dengan Mbak Nia, pemenang kuis The Kitchen Musical. Ayala Museum terletak di daerah Greenbelt, tak jauh dari InterContinental Hotel tempat saya menginap.
Dari lantai 1, kami menuju lantai 2 untuk membeli tiket dan menaruh barang. Kami tidak diijinkan memotret dan merekam suasana di dalam museum, jadi saya menitipkan kamera pada petugas. Oleh petugas, kami disarankan naik lantai 4 untuk kemudian turun ke lantai 3 dan 2.
Dengan menggunakan lift, kami naik ke lantai 4. Ada seorang petugas di sana yang langsung menyambut kami. Ada dua pengunjung lainnya juga di lantai tersebut. Kami diajak ke dalam ruangan seperti bioskop kecil. Duduk di sofa yang empuk, kamu mulai menonton film pada layar berbentuk setengah lingkaran di depan. Penyejuk udara membuat ruangan terasa nyaman. Film yang kami tonton berkisah tentang asal muasal emas di Filipina dan perkembangannya dari masa ke masa. Dikatakan bahwa sejak dari dulu, emas adalah lambang kejayaan, kekuatan, dan kekuasaan. Selepas menonton, kami berkeliling di lantai 4 untuk melihat-lihat emas yang berhasil ditemukan dan diselamatkan dari jaman dulu. Di lantai ini juga kami melihat keramik-keramik dari Cina dan negara lainnya yang menandai terbukanya hubungan antara Filipina dan negara-negara lain di dunia.
Dari lantai 4, kami turun ke lantai 3. Lantai ini berisi lukisan-lukisan pelukis Filipina, salah satunya adalah Damian Domingo. Saya sih kurang tahu apa makna yang terkandung dalam tiap-tiap lukisan, namun saya yakin itu pasti ‘sesuatu’ untuk orang-orang yang tahu tentang seni lukis.
Lantai 2 adalah yang terakhir kami kunjungi. Ini adalah tempat yang paling saya suka. Selain menampilkan replika kapal yang digunakan orang Filipina jaman dulu untuk berlayar, di lantai ini pula ada diorama yang mengisahkan awal mula Filipina sampai menjadi negara merdeka. Pernah melihat diorama Indonesia di Monas? Ini kurang lebih sama seperti itu. Hanya saja diorama di Ayala Museum lebih lebar dan – harus saya akui – lebih bagus. Ada puluhan diorama di sana, dimulai dari jaman prasejarah hingga akhirnya menjadi negara merdeka. Dari diorama ini, kami dituntun menuju ruang berisi poster-poster bergambar tokoh-tokoh berpengaruh Filipina – mulai dari Marcos sampai Ninoy Aquino – dan film berisi sejarah politik di negara tersebut, hingga akhirnya kami keluar dari museum di lantai 2.
Mungkin Indonesia perlu belajar untuk mengelola museum seperti di Ayala Museum ini. Selain tempatnya nyaman dan sejuk, ada berbagai macam peralatan audio-visual yang bisa dimanfaatkan pengunjung untuk lebih mengenal apa-apa yang ada dalam museum tersebut. Selain bioskop kecil tadi, ada juga beberapa komputer (juga dengan sofa nyaman) tempat kita bisa mencari informasi tentang koleksi museum. Variasi ini membuat pengunjung tidak lekas bosan. Biaya yang dipatok untuk masuk ke museum memang agak mahal. Tapi kalau ini membuat museum menjadi lebih terawat dan menarik, kenapa tidak? Saya malah yakin, dengan pengelolaan yang bagus, museum bisa menarik lebih banyak orang untuk mengunjunginya.
Museum cafe-nya saja dibuat sedemikian artistik
Sekian untuk postingan kali ini. Besok, saya akan posting tentang pertemuan saya dengan teman-teman ‘virtual’ dari Filipina. Selamat menikmati akhir Minggu!
No comments:
Post a Comment