Minggu pagi yang
cerah. 16 Februari 2014. Saya dan Icha bersiap jalan-jalan untuk hari itu. Icha
mengajak saya ke Abbey Road yang terkenal karena foto The Beatles sedang
menyeberang zebra cross di sana.
Absurd ya? Iya, terutama buat saya yang tidak nge-fans dengan The Beatles. Lagipula hari itu saya sudah berencana
pergi ke Stamford Bridge Chelsea FC. Saya sudah pesan tiket online untuk Stadium Tour beberapa minggu sebelumnya. Lumayan
dapat harga 17 poundsterling, lebih murah 3 pounds dari harga on the spot.
Jadilah saya dan
Icha pergi sendiri-sendiri. Icha pergi ke halte bus, saya berjalan lebih jauh
ke Stasiun Colindale – melewati taman. Butuh sekitar 15-20 menit dari Wisma
Indonesia ke sana. Kemarin di Heathrow saya sudah beli Oyster, kartu multiguna
untuk naik kendaraan umum di London; semacam OV-Chipkaart-nya Belanda.
Berbekal peta offline yang sudah saya simpan di tab Samsung, saya naik Northern Line
tujuan Kennington. Saya berhenti di Leicester Square dan berganti ke Piccadilly
Line tujuan Heathrow Airport. Saya turun di Earl’s Court, kembali berganti line – kali ini Distric Line – dengan
arah Wimbledon. Stasiun akhir tujuan saya adalah Fulham Broadway.
Ribet ya? Iya.
Kesasar? Pasti.
Itu kali pertama
saya ke London, pertama kali naik tube. Sendirian.
Saya sempat salah berganti line, hingga
harus balik ke stasiun semula di Ear’s Court. Tapi mungkin karena jalan-jalan
sendirian, saya jadi lebih awas. Saya mengingat-ingat semua jalan yang saya
lewati, semua tanda dan membaca semua petunjuk. Setelah sempat kesasar, saya
sampai pada tujuan di Fulham Broadway.
Begitu keluar dari
stasiun, papan penunjuk menuju Stamford Bridge sudah menanti. Saya mengambil
kiri sesuai petunjuk. Saya berjalan terus dan taraaa… Stamford Bridge muncul di sisi sebelah kiri.
Sebenarnya saya
bukan fans fanatik Chelsea, kedua
adik sayalah yang cinta banget sama
mereka. Sebagai kakak yang baik, saya masukkan Stamford Bridge jadi salah satu
tujuan jalan-jalan. Saya ingin membelikan Ema dan Nanda oleh-oleh langsung dari
Stamford Bridge.
Meskipun stadium sudah
ada di sisi kiri, untuk menuju pintu masuk saya masih harus berjalan beberapa
meter ke depan. Saya lihat jam, tinggal beberapa menit dari jam 10 – jadwal
tour saya. Untunglah saya datang tepat waktu. Belasan orang sudah menunggu, dua
orang memakai jersey Chelsea.
Kami diberi kartu
tanda masuk dan mulai mengikuti tour
guide.
Tempat pertama yang
kami masuki adalah stadium kebanggan Chelsea. Si guide tour menjelaskan sejarah stadium ini, juga menjelaskan tata
tertib tour. Dari sana, kami masuk ke ruang konferensi pers. Kami difoto satu
per satu oleh si guide tour.
Setelah
itu, kami diajak ke ruang ganti pemain untuk tim lawan. Biasa saja. Ada satu
kursi dekat kaca dan guide tour bilang
itu adalah spot favorit Christiano Ronaldo. Orang yang suka bola pasti tahu
kenapa.
Ruang ganti tim lawan
Ruang ganti Chelsea
Ruang ganti pemain
Chelsea jelas beda kelas dengan yang untuk tim lawan. Lantainya saja lebih oke.
Jersey pemain Chelsea bergantungan di
locker masing-masing. Guide tour menjelaskan penempatan locker pemain Chelsea disesuaikan dengan
geografis negara atau bahasa yang digunakan pemain, misal David Luiz sengaja
bersebelahan dengan Oscar sementara Terry dengan Lampard.
Dari sana, kami
dibawa ke tunnel menuju stadium. Itu
lho, tempat pemain bola saat akan keluar bertanding. Peserta tour diminta
berdiri bersebelahan. Saya masuk jadi tim Chelsea tentu saja haha! Yang lebih
keren, ada suara-suara gemuruh stadion seolah-olah kami betulan akan
bertanding. I wish my siblings were there
with me!
Kami kembali ke
stadium seperti agenda yang pertama, tapi kali ini dengan view yang lebih bagus. Ada kotak kaca dengan kursi hitam, itu
adalah tempat WAGs-nya pemain Chelsea. Tempat spesial ini letaknya di pojok. Makanya
sering lihat kan kalau ada pemain yang melakukan selebrasi gol dengan berlari
ke arah pojok? Itu artinya dia merayakannya dengan istri atau pacar mereka, itu
kata si guide tour sih.
Kursi hitam untuk WAGs
Tour satu jam ini
berakhir di tempat oleh-oleh. Saya beli oleh-oleh untuk Ema dan Nanda, seperti
janji saya.
Karena jalan-jalan
sendiri, saya bebas mengatur waktu semau saya. Lapar, saya menyusuri jalan –
melewati Stasiun Fulham Broadway – dan terus hingga menuju tempat yang ramai
dengan kafe dan aneka jenis resto. Karena bingung memilih makanan, saya
akhirnya memilih makan kebab yang sudah pasti halal. Tapi anehnya, rasa kebab
di Inggris beda dengan Belanda atau Jerman. Lebih enak di Belanda. Belakangan
saya tahu kalau kebab di Inggris menggunakan daging domba, sementara kebab di
Belanda atau Jerman menggunakan daging sapi.
Tujuan saya
selanjutnya adalah Buckingham Palace. Inilah tempat yang sering saya lihat di
TV atau artikel majalah. Turun di Stasiun Victoria, saya mengikuti papan petunjuk
menuju Istana Ratu Elizabeth II.
Oya, salah satu yang
saya suka banget dari London adalah
peta yang ada dimana-mana. Setiap beberapa meter, ada peta atau papan petunjuk
– plus perkiraan waktu tempuh ke
suatu tempat dengan berjalan kaki. Petanya pun mudah dibaca. Ini sangat
memudahkan turis macam saya yang kadang-kadang hilang arah.
Buckingham Palace
siang itu ramai dengan turis. Matahari sedang murah hati dengan sinarnya.
Orang-orang berfoto dengan istana sebagai latar. Banyak yang lain menengok ke
dalam melalui sela-sela pagar. Well, tidak
ada petugas jaga istana dengan baju berwarna merah dan topi beruang. Yang ada
petugas dengan baju berwarna abu-abu. Saya sempat diminta tolong untuk memotret
traveler yang jalan-jalan sendirian.
Sebagai gantinya, dia juga memotret saya.
Dari sana, saya
berjalan lurus melewati taman. Karena cuaca cerah, banyak yang duduk-duduk di
taman sambil makan es krim. Tupai berlarian dikejar-kejar anak kecil. Hari yang
indah!
National Gallery
jadi tujuan saya berikutnya. Orang-orang lebih ramai lagi di sini. Atraksi
dimana-mana, yang paling heboh adalah seorang penampil yang jago bermain
pedang, yoyo, sepeda, dan segala macam atraksi lain yang menghibur. Jack of all trades, master of many!
Masuk National
Gallery ada dalam daftar saya salah satunya karena gratis. Tidak boleh memotret
di dalam, jadi saya hanya melihat-lihat lukisan. Itu pun tidak paham
sebetulnya. Karena saya tipe orang yang pusing dengan keramaian, saya
menghabiskan sebentar saja di sana. Sore harinya, saya pulang Wisma Indonesia.
Hari kedua terlewati
dengan baik. London itu nyaman untuk jalan-jalan. Saya tak kuatir lagi dengan
sisa hari-hari ke depan.
semakin termotivasi untuk ke sana :)
ReplyDeleteLondon <3
'And, when you want something, all the universe conspires in helping you to achieve it.' — Paulo Coelho
ReplyDelete