Monday 17 March 2014

“You Believed You Could, So You Did” (3)


Minggu pagi yang cerah. 16 Februari 2014. Saya dan Icha bersiap jalan-jalan untuk hari itu. Icha mengajak saya ke Abbey Road yang terkenal karena foto The Beatles sedang menyeberang zebra cross di sana. Absurd ya? Iya, terutama buat saya yang tidak nge-fans dengan The Beatles. Lagipula hari itu saya sudah berencana pergi ke Stamford Bridge Chelsea FC. Saya sudah pesan tiket online untuk Stadium Tour beberapa minggu sebelumnya. Lumayan dapat harga 17 poundsterling, lebih murah 3 pounds dari harga on the spot.

Jadilah saya dan Icha pergi sendiri-sendiri. Icha pergi ke halte bus, saya berjalan lebih jauh ke Stasiun Colindale – melewati taman. Butuh sekitar 15-20 menit dari Wisma Indonesia ke sana. Kemarin di Heathrow saya sudah beli Oyster, kartu multiguna untuk naik kendaraan umum di London; semacam OV-Chipkaart-nya Belanda.

Berbekal peta offline yang sudah saya simpan di tab Samsung, saya naik Northern Line tujuan Kennington. Saya berhenti di Leicester Square dan berganti ke Piccadilly Line tujuan Heathrow Airport. Saya turun di Earl’s Court, kembali berganti line – kali ini Distric Line – dengan arah Wimbledon. Stasiun akhir tujuan saya adalah Fulham Broadway.

Ribet ya? Iya. Kesasar? Pasti.

Itu kali pertama saya ke London, pertama kali naik tube. Sendirian. Saya sempat salah berganti line, hingga harus balik ke stasiun semula di Ear’s Court. Tapi mungkin karena jalan-jalan sendirian, saya jadi lebih awas. Saya mengingat-ingat semua jalan yang saya lewati, semua tanda dan membaca semua petunjuk. Setelah sempat kesasar, saya sampai pada tujuan di Fulham Broadway.


Begitu keluar dari stasiun, papan penunjuk menuju Stamford Bridge sudah menanti. Saya mengambil kiri sesuai petunjuk. Saya berjalan terus dan taraaa… Stamford Bridge muncul di sisi sebelah kiri.


Sebenarnya saya bukan fans fanatik Chelsea, kedua adik sayalah yang cinta banget sama mereka. Sebagai kakak yang baik, saya masukkan Stamford Bridge jadi salah satu tujuan jalan-jalan. Saya ingin membelikan Ema dan Nanda oleh-oleh langsung dari Stamford Bridge.

Meskipun stadium sudah ada di sisi kiri, untuk menuju pintu masuk saya masih harus berjalan beberapa meter ke depan. Saya lihat jam, tinggal beberapa menit dari jam 10 – jadwal tour saya. Untunglah saya datang tepat waktu. Belasan orang sudah menunggu, dua orang memakai jersey Chelsea.

Kami diberi kartu tanda masuk dan mulai mengikuti tour guide.

Tempat pertama yang kami masuki adalah stadium kebanggan Chelsea. Si guide tour menjelaskan sejarah stadium ini, juga menjelaskan tata tertib tour. Dari sana, kami masuk ke ruang konferensi pers. Kami difoto satu per satu oleh si guide tour.


Setelah itu, kami diajak ke ruang ganti pemain untuk tim lawan. Biasa saja. Ada satu kursi dekat kaca dan guide tour bilang itu adalah spot favorit Christiano Ronaldo. Orang yang suka bola pasti tahu kenapa.

 Ruang ganti tim lawan

 Ruang ganti Chelsea

Ruang ganti pemain Chelsea jelas beda kelas dengan yang untuk tim lawan. Lantainya saja lebih oke. Jersey pemain Chelsea bergantungan di locker masing-masing. Guide tour menjelaskan penempatan locker pemain Chelsea disesuaikan dengan geografis negara atau bahasa yang digunakan pemain, misal David Luiz sengaja bersebelahan dengan Oscar sementara Terry dengan Lampard.


Dari sana, kami dibawa ke tunnel menuju stadium. Itu lho, tempat pemain bola saat akan keluar bertanding. Peserta tour diminta berdiri bersebelahan. Saya masuk jadi tim Chelsea tentu saja haha! Yang lebih keren, ada suara-suara gemuruh stadion seolah-olah kami betulan akan bertanding. I wish my siblings were there with me!

Kami kembali ke stadium seperti agenda yang pertama, tapi kali ini dengan view yang lebih bagus. Ada kotak kaca dengan kursi hitam, itu adalah tempat WAGs-nya pemain Chelsea. Tempat spesial ini letaknya di pojok. Makanya sering lihat kan kalau ada pemain yang melakukan selebrasi gol dengan berlari ke arah pojok? Itu artinya dia merayakannya dengan istri atau pacar mereka, itu kata si guide tour sih.


 Kursi hitam untuk WAGs

Tour satu jam ini berakhir di tempat oleh-oleh. Saya beli oleh-oleh untuk Ema dan Nanda, seperti janji saya.


Karena jalan-jalan sendiri, saya bebas mengatur waktu semau saya. Lapar, saya menyusuri jalan – melewati Stasiun Fulham Broadway – dan terus hingga menuju tempat yang ramai dengan kafe dan aneka jenis resto. Karena bingung memilih makanan, saya akhirnya memilih makan kebab yang sudah pasti halal. Tapi anehnya, rasa kebab di Inggris beda dengan Belanda atau Jerman. Lebih enak di Belanda. Belakangan saya tahu kalau kebab di Inggris menggunakan daging domba, sementara kebab di Belanda atau Jerman menggunakan daging sapi.

Tujuan saya selanjutnya adalah Buckingham Palace. Inilah tempat yang sering saya lihat di TV atau artikel majalah. Turun di Stasiun Victoria, saya mengikuti papan petunjuk menuju Istana Ratu Elizabeth II.

Oya, salah satu yang saya suka banget dari London adalah peta yang ada dimana-mana. Setiap beberapa meter, ada peta atau papan petunjuk – plus perkiraan waktu tempuh ke suatu tempat dengan berjalan kaki. Petanya pun mudah dibaca. Ini sangat memudahkan turis macam saya yang kadang-kadang hilang arah.

Buckingham Palace siang itu ramai dengan turis. Matahari sedang murah hati dengan sinarnya. Orang-orang berfoto dengan istana sebagai latar. Banyak yang lain menengok ke dalam melalui sela-sela pagar. Well, tidak ada petugas jaga istana dengan baju berwarna merah dan topi beruang. Yang ada petugas dengan baju berwarna abu-abu. Saya sempat diminta tolong untuk memotret traveler yang jalan-jalan sendirian. Sebagai gantinya, dia juga memotret saya.






Dari sana, saya berjalan lurus melewati taman. Karena cuaca cerah, banyak yang duduk-duduk di taman sambil makan es krim. Tupai berlarian dikejar-kejar anak kecil. Hari yang indah!

National Gallery jadi tujuan saya berikutnya. Orang-orang lebih ramai lagi di sini. Atraksi dimana-mana, yang paling heboh adalah seorang penampil yang jago bermain pedang, yoyo, sepeda, dan segala macam atraksi lain yang menghibur. Jack of all trades, master of many!


Masuk National Gallery ada dalam daftar saya salah satunya karena gratis. Tidak boleh memotret di dalam, jadi saya hanya melihat-lihat lukisan. Itu pun tidak paham sebetulnya. Karena saya tipe orang yang pusing dengan keramaian, saya menghabiskan sebentar saja di sana. Sore harinya, saya pulang Wisma Indonesia.

Hari kedua terlewati dengan baik. London itu nyaman untuk jalan-jalan. Saya tak kuatir lagi dengan sisa hari-hari ke depan.

2 comments:

  1. semakin termotivasi untuk ke sana :)
    London <3

    ReplyDelete
  2. 'And, when you want something, all the universe conspires in helping you to achieve it.' — Paulo Coelho

    ReplyDelete