Lagi seru-serunya nonton film di bioskop terus
tiba-tiba di-pause 15 menit? Seumur-umur, baru kali itu saya
alami.
Sabtu sore tanggal 23 November, saya ke CineMec di Ede
untuk nonton The Hunger Games: Catching Fire. Tidak ada bioskop di Wageningen,
yang paling dekat ya di Ede itu. Cuma 10 menit naik Bus 88. Saya sempat sounding ke teman-teman kuliah untuk
nonton Catching Fire, tidak ada yang minat -_____- Yasudah, saya jalan sendiri.
Turun di Halte Stadspoort, saya langsung menyeberang ke
CineMec. Sebelumnya, saya sudah beli tiket secara online seharga 9.50 EUR.
Tiketnya tidak perlu di-print. Tinggal
tunjukkan saja barcode tiket di HP ke petugas jaga. Lima belas menit
sebelum jadwal pukul 15.30, sudah terlihat antrian di CineMec 1 untuk Catching
Fire. Saya ikut mengantri di situ. Sepertinya cuma saya yang datang sendiri.
Yang lain rata-rata couple, atau sekelompok
teman, atau keluarga dengan anak-anak kecil.
Beda dengan tiket bioskop di Indonesia yang jelas baris
dan nomor tempat duduknya, tiket di sini hanya punya nomor baris. Duduknya
terserah. Saya dapat baris 5, sudah ada dua orang yang duduk di tengah. Saya
ikut ke tengah.
Ruangan bioskopnya tidak terlalu besar. Udara di dalam
tidak sedingin di luar. Kalau di Jakarta saya memakai jaket di bioskop karena
AC yang dingin, di sini saya malah lepas jaket.
Sebelum film dimulai, ada petugas yang memberikan
pengarahan. Tentang apa? Mungkin tentang evakuasi dalam keadaan darurat. Dia
ngomong dengan Bahasa Belanda soalnya, jadi saya cuma bisa mengira-ira. Tiba-tiba
dia menanyakan sesuatu dan beberapa orang tunjuk tangan. Sumpah saya clueless.
Anyway,
akhirnya filmnya dimulai. Layarnya jernih, seperti di XXI
Epicentrum. Satu kelas lebih bagus daripada layar 21 Setiabudi. Ada subtitle Dutch, yang kadang-kadang
terbaca saking seringnya nonton bioskop dengan subtitle Bahasa.
Saya pun pernah nonton film di bioskop tanpa subtitle Bahasa saat jalan-jalan di
Filipina di tahun 2012. Terasa betul bedanya. Dulu sepertinya susah menonton
tanpa subtitle. Saat ini pun saya tidak
mendengar SEMUA kata-kata dalam film – kadang ada yang terlewat – tapi sekarang
lebih mudah.
Catching Fire secara kualitas lebih bagus daripada
Hunger Games, dari segi cerita, pengembangan karakter tokoh-tokonya, ataupun
sinematografinya. Saya paling suka dengan gaun yang Katniss pakai saat
diperkenalkan oleh Caesar Flickerman. Btw, gaun itu rancangan Tex Saverio,
orang Indonesia. Keren ya?
Yang sudah baca Catching Fire (terutama yang cewek – wait, do the boys read the book?) pasti
menunggu-nunggu karakter Finnick Odair muncul. Entah kenapa ya, saya kurang sreg dengan pemeran Finnick. Kharismanya
kurang >< Sama seperti ketika saya melihat karakter Cedric Diggory di
film. Beda dengan yang saya bayangkan di buku. Oh well…
Di awal saya sudah cerita tentang pause di tengah-tengah film kan? Saya pikir itu karena ada
kerusakan teknis. Ternyata orang-orang dengan santai keluar, saya langsung
paham kalau itu memang disengaja. Saya sendiri tidak berniat kemana-mana. Beberapa
orang juga tetap tinggal di tempat. 15 menit kemudian, film kembali dimulai.
Selesai menonton film (yang ending-nya kurang greget),
saya langsung keluar. Dingiiin! Padahal sudah pakai jaket tebal dan beanie. Menyesal
saya tidak bawa sarung tangan.
Di luar saya lihat ada antrian panjang yang didominasi
cewek-cewek umur belasan. Ternyata ada acara One Direction Party di CineMec.
Hebat banget yang tahan antri di
tengah udara dingin begini
Bus 88 datang ketika saya sudah mulai menggigil. Masuk
ke dalam bis membuat badan saya hangat. I
didn’t want to catch cold after Catching Fire. Like, seriously.
No comments:
Post a Comment