Jerman itu bukan negara yang ada dalam wish list saya di Eropa. Entah kenapa
ya, tidak tertarik. Tapi justru itu negara pertama yang saya kunjungi di luar
Belanda. Alasan utamanya karena saya harus apply
visa UK di Dusseldorf, kota di barat laut Jerman.
Kalau bukan
karena saya cinta banget sama
Inggris, pasti saya males apply visa
ke sana. Syaratnya banyak dan ribet. Ada blog bagus yang mengulas visa UK disini. Cuma ada satu update, yakni
mengenai biaya visa. Dulu memang biayanya 90 EUR, sekarang naik jadi 98 EUR.
Setelah submit aplikasi online, saya membuat
jadwal untuk menyerahkan dokumen yang asli. Saya pilih Jumat tanggal 6 Desember
pukul 15.30. Dari Wageningen ke Dusseldorf total waktunya sekitar 3 jam. Hari
itu saya ada kuliah. Untuk amannya, saya ijin pulang cepat pukul 10.30. Kami
naik kereta pukul 11.32.
Saya ke
Dusseldorf dengan 3 teman yang lain: Judie, Patience, dan Victoria. Yang apply visa hanya saya dan Pat. Dua yang
lain cuma niat jalan-jalan.
Kami naik kereta
NS Hispeed dengan biaya 54 EUR pulang-pergi. Kami transit di Nijmegen dan
Venlo. Yang parah itu ketika transit 4 menit di Venlo. Waktunya sangat mepet.
Kereta menuju Dusseldorf hampir berangkat ketika kereta yang kami tumpangi
sebelumnya baru sampai stasiun. Kami mesti lari-lari supaya tidak ketinggalan
kereta.
Pukul 14.08 kami
sampai di Dusseldorf Hbf. Tidak begitu kentara beda antara Jerman dan Belanda,
kecuali soal bahasa. Dari stasiun, kami berjalan kaki mencari kantor
WorldBridge di Charlottenstrasse
61. Yang membuat
bingung, ada nomor 60 dan 62, tapi tidak ada 61. Kami berputar beberapa kali
dan bertanya ke orang-orang, tidak ada yang tahu. Kami sempat bertanya ke
bapak-bapak dan langsung dimarahi. Iya, dimarahi. Dia marah-marah dengan Bahasa
Jerman sih. Dia menunjuk-nunjuk nomor rumah, intinya dia memberi tahu kalau itu
hal yang mudah. Saya langsung ilfeel sama
Jerman. Membantu tidak, marah-marah iya.
Saya jadi membandingkan dengan
Belanda. Di sini, orang akan menjawab dengan baik kalau kita menanyakan
sesuatu. Malah pernah saya sedang kebingungan melihat peta, langsung didatangin
oleh kakek-nenek. Si kakek sepertinya tahu saya sedang bingung. Bukan hanya
mengarahkan, dia juga sampai mau mengantarkan ke tempat tujuan. Dan satu hal
lagi, orang di Belanda rata-rata bisa berbahasa Inggris, tidak seperti di
Jerman.
Kami menemukan kantor aplikasi visa
sekitar jam 3, setelah bolak-balik beberapa kali. Hanya saya dan Pat yang boleh
masuk., yang lain menunggu di luar. Prosesnya cepat, tak sampai 10 menit. Saya
hanya menyerahkan dokumen, membayar biaya pengiriman, difoto dan diambil sidik
jari di Ruang Biometric.
Dari WorldBridge, kami naik tram ke Hotel
B&B Dusseldorf. Kami turun di halte sesuai petunjuk Google Maps. Ternyata
jaraknya masih jauh ke hotel. Udara semakin dingin karena siangnya turun salju.
Kami pergi ke bar dan minta tolong untuk dipanggilkan taksi. Untung ada orang
baik yang mau menolong. Tak lama, taksi datang dan kami pun sampai hotel.
Hotel B&B bersih dan nyaman. Kami
memilih family room seharga 148 EUR
untuk dua malam. Mestinya kamar itu hanya untuk 3 orang, tapi kami melobi dan
akhirnya satu kamar bisa ditempati 4 orang tanpa biaya tambahan. Ada tiga kasur
di situ. Dua kasur single dan satu double. Sangat bisa untuk tidur
berempat.
Esoknya, kami pergi ke Cologne atau
Koln. Kami naik tram ke Dusseldorf Hbf, dari sana naik kereta ke Cologne. Oya,
kami naik tram gratisan. Harusnya sih bayar, tapi banyak yang cuma masuk. Hanya
sedikit yang benar-benar membayar, beda dengan tram di Belanda dimana
orang-orangnya menge-tap OV Chipkaart
sebagai ganti tiket perjalanan. Saya sempat tak enak hati sih, tapi ya
sudahlah.
Kami ke Cologne dengan tujuan utama
Christmas Market. Katanya salah satu yang paling bagus ada di Cologne. Bagus sih,
tapi saya pusing karena terlalu ramai. Dari sana, kami ke Lock Bridge tempat
orang-orang memasang gembok cinta. Kami cuma foto-foto di sana.
Kembali ke Dusseldorf, kami ke
Christmas Market Dusseldorf yang lebih meriah dengan adanya bianglala. Kami sempat
naik ke atas dan menikmati Sungai Seine di malam hari.
Dari situ kami
belanja-belanja dan makan di what they
call the longest bar. Jadi ada satu jalan isinya kebanyakan bar. Judie dan
Pat ingin minum bir di situ.
Banyak orang mabok di situ. Itu
membuat kami tidak nyaman dan ingin cepat-cepat pulang. Ketika saya ingin
memotret jalan itu, ada lelaki yang berteriak-teriak melarang. Ini orang Jerman
memang suka marah-marah ya?
Hari Minggunya kami sudah bersiap kembali
pulang ke Wageningen. Jalan-jalan akhir pekan sudah berlalu. Yang membuat
senang, saya jadi merasa semakin dekat dengan teman-teman. Memang betul kalau traveling bisa mendekatkan – meskipun
bisa juga menjauhkan kalau tidak cocok.
Kabar baiknya lagi, dua minggu
setelah itu, saya dapat kiriman paket dari DHL. Aplikasi visa saya diterima. I’m going to UK, Baby!
Halo!
ReplyDeleteTertarik sama kalimatmu yang bilang belanda better than jerman.
Padahal gue suka ngebanding2in jerman dan prancis (gue tinggal di prancis) dan menurut gue jerman jauh lebih ramah dan lebih bisa bahasa inggris dibanding prancis hahhaaha.
Salam kenal,
Cuni (cunicandrika.com)
Halo Cuni! Salam kenal juga. Ini gak bisa digeneralisir sih, karena saya juga baru ke Jerman sekali dan pas dapat pengalaman gak menyenangkan -___-" Btw, tinggal di Prancis ya? Gimana keadaan di sana sekarang pasca kejadian minggu kemarin? Semoga keadaannya semakin membaik ya >,<
ReplyDeletembak tanya ya.. dari dusseldorf ke koln naik kereta berapa lama dan biayanya berapa ya?.. terima kasih.. salam kenal
ReplyDelete