Sunday, 5 January 2014

Jalan-jalan ke Jerman: Dusseldorf dan Cologne


Jerman itu bukan negara yang ada dalam wish list saya di Eropa. Entah kenapa ya, tidak tertarik. Tapi justru itu negara pertama yang saya kunjungi di luar Belanda. Alasan utamanya karena saya harus apply visa UK di Dusseldorf, kota di barat laut Jerman.

Kalau bukan karena saya cinta banget sama Inggris, pasti saya males apply visa ke sana. Syaratnya banyak dan ribet. Ada blog bagus yang mengulas visa UK disini. Cuma ada satu update, yakni mengenai biaya visa. Dulu memang biayanya 90 EUR, sekarang naik jadi 98 EUR.

Setelah submit aplikasi online, saya membuat jadwal untuk menyerahkan dokumen yang asli. Saya pilih Jumat tanggal 6 Desember pukul 15.30. Dari Wageningen ke Dusseldorf total waktunya sekitar 3 jam. Hari itu saya ada kuliah. Untuk amannya, saya ijin pulang cepat pukul 10.30. Kami naik kereta pukul 11.32.

Saya ke Dusseldorf dengan 3 teman yang lain: Judie, Patience, dan Victoria. Yang apply visa hanya saya dan Pat. Dua yang lain cuma niat jalan-jalan.

Kami naik kereta NS Hispeed dengan biaya 54 EUR pulang-pergi. Kami transit di Nijmegen dan Venlo. Yang parah itu ketika transit 4 menit di Venlo. Waktunya sangat mepet. Kereta menuju Dusseldorf hampir berangkat ketika kereta yang kami tumpangi sebelumnya baru sampai stasiun. Kami mesti lari-lari supaya tidak ketinggalan kereta.

Pukul 14.08 kami sampai di Dusseldorf Hbf. Tidak begitu kentara beda antara Jerman dan Belanda, kecuali soal bahasa. Dari stasiun, kami berjalan kaki mencari kantor WorldBridge di Charlottenstrasse 61. Yang membuat bingung, ada nomor 60 dan 62, tapi tidak ada 61. Kami berputar beberapa kali dan bertanya ke orang-orang, tidak ada yang tahu. Kami sempat bertanya ke bapak-bapak dan langsung dimarahi. Iya, dimarahi. Dia marah-marah dengan Bahasa Jerman sih. Dia menunjuk-nunjuk nomor rumah, intinya dia memberi tahu kalau itu hal yang mudah. Saya langsung ilfeel sama Jerman. Membantu tidak, marah-marah iya. 

Saya jadi membandingkan dengan Belanda. Di sini, orang akan menjawab dengan baik kalau kita menanyakan sesuatu. Malah pernah saya sedang kebingungan melihat peta, langsung didatangin oleh kakek-nenek. Si kakek sepertinya tahu saya sedang bingung. Bukan hanya mengarahkan, dia juga sampai mau mengantarkan ke tempat tujuan. Dan satu hal lagi, orang di Belanda rata-rata bisa berbahasa Inggris, tidak seperti di Jerman.

Kami menemukan kantor aplikasi visa sekitar jam 3, setelah bolak-balik beberapa kali. Hanya saya dan Pat yang boleh masuk., yang lain menunggu di luar. Prosesnya cepat, tak sampai 10 menit. Saya hanya menyerahkan dokumen, membayar biaya pengiriman, difoto dan diambil sidik jari di Ruang Biometric.

Dari WorldBridge, kami naik tram ke Hotel B&B Dusseldorf. Kami turun di halte sesuai petunjuk Google Maps. Ternyata jaraknya masih jauh ke hotel. Udara semakin dingin karena siangnya turun salju. Kami pergi ke bar dan minta tolong untuk dipanggilkan taksi. Untung ada orang baik yang mau menolong. Tak lama, taksi datang dan kami pun sampai hotel.


Hotel B&B bersih dan nyaman. Kami memilih family room seharga 148 EUR untuk dua malam. Mestinya kamar itu hanya untuk 3 orang, tapi kami melobi dan akhirnya satu kamar bisa ditempati 4 orang tanpa biaya tambahan. Ada tiga kasur di situ. Dua kasur single dan satu double. Sangat bisa untuk tidur berempat.

Esoknya, kami pergi ke Cologne atau Koln. Kami naik tram ke Dusseldorf Hbf, dari sana naik kereta ke Cologne. Oya, kami naik tram gratisan. Harusnya sih bayar, tapi banyak yang cuma masuk. Hanya sedikit yang benar-benar membayar, beda dengan tram di Belanda dimana orang-orangnya menge-tap OV Chipkaart sebagai ganti tiket perjalanan. Saya sempat tak enak hati sih, tapi ya sudahlah. 

Kami ke Cologne dengan tujuan utama Christmas Market. Katanya salah satu yang paling bagus ada di Cologne. Bagus sih, tapi saya pusing karena terlalu ramai. Dari sana, kami ke Lock Bridge tempat orang-orang memasang gembok cinta. Kami cuma foto-foto di sana.






Kembali ke Dusseldorf, kami ke Christmas Market Dusseldorf yang lebih meriah dengan adanya bianglala. Kami sempat naik ke atas dan menikmati Sungai Seine di malam hari.



Dari situ kami belanja-belanja dan makan di what they call the longest bar. Jadi ada satu jalan isinya kebanyakan bar. Judie dan Pat ingin minum bir di situ.

Banyak orang mabok di situ. Itu membuat kami tidak nyaman dan ingin cepat-cepat pulang. Ketika saya ingin memotret jalan itu, ada lelaki yang berteriak-teriak melarang. Ini orang Jerman memang suka marah-marah ya?

Hari Minggunya kami sudah bersiap kembali pulang ke Wageningen. Jalan-jalan akhir pekan sudah berlalu. Yang membuat senang, saya jadi merasa semakin dekat dengan teman-teman. Memang betul kalau traveling bisa mendekatkan – meskipun bisa juga menjauhkan kalau tidak cocok.

Kabar baiknya lagi, dua minggu setelah itu, saya dapat kiriman paket dari DHL. Aplikasi visa saya diterima. I’m going to UK, Baby!

3 comments:

  1. Halo!

    Tertarik sama kalimatmu yang bilang belanda better than jerman.
    Padahal gue suka ngebanding2in jerman dan prancis (gue tinggal di prancis) dan menurut gue jerman jauh lebih ramah dan lebih bisa bahasa inggris dibanding prancis hahhaaha.

    Salam kenal,
    Cuni (cunicandrika.com)

    ReplyDelete
  2. Halo Cuni! Salam kenal juga. Ini gak bisa digeneralisir sih, karena saya juga baru ke Jerman sekali dan pas dapat pengalaman gak menyenangkan -___-" Btw, tinggal di Prancis ya? Gimana keadaan di sana sekarang pasca kejadian minggu kemarin? Semoga keadaannya semakin membaik ya >,<

    ReplyDelete
  3. mbak tanya ya.. dari dusseldorf ke koln naik kereta berapa lama dan biayanya berapa ya?.. terima kasih.. salam kenal

    ReplyDelete