Sunday, 5 January 2014

Bonjour, Paris! (I)

Saya sudah bersemangat untuk excursion ke Paris sejak kampus mengumumkannya Oktober yang lalu. Iya, VHL memang punya agenda tahunan jalan-jalan ke Paris untuk libur akhir tahun dan ke Barcelona untul libur akhir April. Sebagai penerima beasiswa NFP, saya tak perlu mengeluarkan uang karena kampus sudah mengalokasikannnya untuk kegiatan ini. Ini bukan kegiatan wajib. Kalau saya berniat tidak ikut pun boleh saja. Malahan nanti saya akan dikasih uang sebagai gantinya.

Awalnya saya sempat ingin jalan-jalan sendiri dengan teman kantor yang juga kuliah di Belanda. Tapi karena jadwal libur yang tidak cocok – dia libur seminggu lebih awal – akhirnya saya memutuskan untuk ikut acara jalan-jalan kampus.

Excursion ini berlangsung 4 hari, dari 27 – 30 Desember 2013. Ada sekitar 50 orang yang ikut, termasuk 3 staf dari VHL. Seminggu sebelumnya, kami sudah diberi buku berisi jadwal, informasi tempat yang akan dikunjungi, dan pembagian kamar. Rupanya pembagian kamar didasarkan pada letak geografis negara. Yang asal negaranya sama atau tetanggaan, dijadikan satu kamar. Sebagai satu-satunya cewek dari Asia – yang lain dari Afrika – saya diberi kamar sendiri. Mungkin kalau Karen ikut, dia akan sekamar dengan saya.

Yang saya bayangkan pertama kali tentang Paris adalah Menara Eiffel. Teman saya Mitha yang cinta sama Paris malahan lebih tahu tempat-tempat ngetop di sana, termasuk Musee du Louvre dan Arc de Triomphe. Kebetulan dua tempat itu ada dalam jadwal. Saya yang mau ke Paris, Mitha yang heboh.

Karena semua sudah diatur oleh kampus, saya tak banyak googling. Tapi melihat ada waktu bebas 4 jam di hari kedua, saya mulai berpikir mau kemana. Tiba-tiba saya ingat film Hugo. Ada satu adegan di perpustakaan, yang ternyata settingan lokasinya di Paris. Itu adalah Bibliothèque Sainte-Geneviève. Saya juga ingin ke Musee d’Orsay karena di sana ada jam besar mirip jam di Hugo. Dan oh, saya juga merencanakan pergi ke Sorbonne University. Bagi yang sudah baca tetralogi Laskar Pelangi-nya Andrea Hirata pasti tahu mengapa. Kebetulan ketiga tempat tadi berdekatan letaknya.

Begitulah. Jumat tanggal 27 Desember saya sudah bangun pagi-pagi. Di luar masih gelap ketika saya sampai kampus jam 8. Sekitar jam 9 bis meninggalkan kampus. Perjalanan ke Paris ditempuh sekitar 6 jam, termasuk total waktu satu jam untuk istirahat di Antwerp, Belgia dan Lille, Prancis.

Kami sampai di daerah Avenue de Clichy – tempat Hotel Mirific dimana kami menginap – sore hari. Malamnya kami bersama-sama jalan kaki setengah jam ke Sacre Coeur – gereja Katolik Roma yang terletak di Montmartre, titik tertinggi di Paris. Malam-malam, gerimis, dan jalan mendaki setelah 6 jam perjalanan naik bis, well.. itu bukan ekspektasi saya.


Saya sempat masuk ke Sacre Coeur. Sedang ada kebaktian di situ. Ini pertama kalinya saya masuk gereja. Kami tidak boleh berisik, tidak boleh memotret, dan dilarang menggunakan apapun yang menutup kepala. Saya langsung melepas beanie yang dari awal saya pakai.


Kalau hari pertama saya tak punya kesan apa-apa tentang Paris, hari kedua langsung bikin saya terkagum-kagum sama City of Love itu. Paris itu.. mewah. Itu impresi pertama saya. Bangunannya kuno dengan warna hampir sama, goodluck buat yang kesasar di sana. Tapi beda dengan Amsterdam yang kelihatan sumpek, bangunan-bangunan di Paris dibuat megah dan elegan. Saat itu – bahkan sebelum meninggalkan Paris – saya sudah tahu ingin kembali lagi ke sana.

Musee du Louvre adalah yang pertama dikunjungi. Masih pagi tapi antrian sudah sangat panjang. Untungnya kami tidak masuk museumnya, cuma sempat ke bawah untuk melihat piramida terbalik. Oya, hari itu ada tour guide yang memandu dan memberi informasi tentang tempat-tempat yang kami kunjungi.

Tour guide itu bilang kalau piramida di Musee du Louvre itu didesain oleh seorang Cina-Amerika yang memenangkan lomba. Awalnya banyak yang tidak setuju karena bangunan piramida yang modern di tengah sekeliling bangunan kuno terasa jomplang. Tapi karena dia memasukkan unsur fengshui, konsepnya diterima. Piramida yang di atas adalah lambang The Sun. Di bawah, ada piramida terbalik yang lebih kecil, disebut The Moon. The Sun and The Moon. Yin and Yang. Saya foto di Musee du Louvre dengan kaos dari Mitha. Iya, walaupun sepanjang hari saya memakai jaket karena dingin, khusus untuk foto di situ, saya melepas jaket. See, Ta, I keep my promise. I wish you were there, too.


Dari Musee du Louvre, kami ke Les Invalides yang terkenal sebagai tempat pemakamannya Napoleon Bonaparte.




Dari sana, mestinya kami kembali ke hotel jam 1 dan punya waktu bebas sampai jam 5. Tapi ternyata ada perubahan rencana. Boat tour di Seine River yang harusnya malam diganti jadi sore. Waktu bebas diganti jadi malam hari. Yah, gagal rencana ke Musee d’Orsay, Bibliothèque Sainte-Geneviève, dan Sorbonne University.

Saya duduk di kapal bagian atas; biar deh walaupun anginnya lebih kencang. Ada penjelasan dari speaker tentang tempat-tempat yang kami lewati. Kami lewat Musee d’Orsay juga. Dan oh, kami juga melewati Menara Eiffel. Beberapa orang langsung foto-foto dengan Eiffel sebagai latar.




Sebelum pulang, kami memutari jalan-jalan utama Paris. Semakin malam, semakin cantik kota ini. Pantas Paris terkenal dengan sebutan City of Lights juga. Menara Eiffel yang biasa-biasa saja di siang hari berubah jadi glamor di malam hari dengan cahayanya. Satu jam sekali Eiffel akan berkelap-kelip yang membuat saya dan teman-teman lain tak bisa menahan untuk mengucap ‘wooow’ dan ‘waaaaah’. Wow.. Paris.. WOW!

Pun begitu, sampai di hotel malam hari saya memilih tidur daripada keluar. Seharian itu saya sudah capek dan masih ada kegiatan seharian lagi esok hari.

No comments:

Post a Comment