Saya sudah
bersemangat untuk excursion ke Paris
sejak kampus mengumumkannya Oktober yang lalu. Iya, VHL memang punya agenda
tahunan jalan-jalan ke Paris untuk libur akhir tahun dan ke Barcelona untul
libur akhir April. Sebagai penerima beasiswa NFP, saya tak perlu mengeluarkan
uang karena kampus sudah mengalokasikannnya untuk kegiatan ini. Ini bukan
kegiatan wajib. Kalau saya berniat tidak ikut pun boleh saja. Malahan nanti
saya akan dikasih uang sebagai gantinya.
Awalnya
saya sempat ingin jalan-jalan sendiri dengan teman kantor yang juga kuliah di
Belanda. Tapi karena jadwal libur yang tidak cocok – dia libur seminggu lebih
awal – akhirnya saya memutuskan untuk ikut acara jalan-jalan kampus.
Excursion ini berlangsung 4 hari, dari 27 – 30 Desember 2013. Ada sekitar
50 orang yang ikut, termasuk 3 staf dari VHL. Seminggu sebelumnya, kami sudah
diberi buku berisi jadwal, informasi tempat yang akan dikunjungi, dan pembagian
kamar. Rupanya pembagian kamar didasarkan pada letak geografis negara. Yang asal
negaranya sama atau tetanggaan, dijadikan satu kamar. Sebagai satu-satunya
cewek dari Asia – yang lain dari Afrika – saya diberi kamar sendiri. Mungkin
kalau Karen ikut, dia akan sekamar dengan saya.
Yang saya
bayangkan pertama kali tentang Paris adalah Menara Eiffel. Teman saya Mitha
yang cinta sama Paris malahan lebih tahu tempat-tempat ngetop di sana, termasuk
Musee du Louvre dan Arc de Triomphe. Kebetulan dua tempat itu ada dalam jadwal.
Saya yang mau ke Paris, Mitha yang heboh.
Karena semua
sudah diatur oleh kampus, saya tak banyak googling.
Tapi melihat ada waktu bebas 4 jam di hari kedua, saya mulai berpikir mau
kemana. Tiba-tiba saya ingat film Hugo. Ada satu adegan di perpustakaan, yang
ternyata settingan lokasinya di Paris. Itu adalah Bibliothèque Sainte-Geneviève.
Saya juga ingin ke Musee d’Orsay karena di sana ada jam besar mirip jam di
Hugo. Dan oh, saya juga merencanakan pergi ke Sorbonne University. Bagi yang
sudah baca tetralogi Laskar Pelangi-nya Andrea Hirata pasti tahu mengapa. Kebetulan ketiga tempat tadi
berdekatan letaknya.
Begitulah.
Jumat tanggal 27 Desember saya sudah bangun pagi-pagi. Di luar masih gelap
ketika saya sampai kampus jam 8. Sekitar jam 9 bis meninggalkan kampus. Perjalanan
ke Paris ditempuh sekitar 6 jam, termasuk total waktu satu jam untuk istirahat
di Antwerp, Belgia dan Lille, Prancis.
Kami
sampai di daerah Avenue de Clichy –
tempat Hotel Mirific dimana kami menginap – sore hari. Malamnya kami bersama-sama jalan kaki setengah jam ke Sacre
Coeur – gereja Katolik Roma yang terletak di Montmartre, titik tertinggi di
Paris. Malam-malam, gerimis, dan jalan mendaki setelah 6 jam perjalanan naik
bis, well.. itu bukan ekspektasi
saya.
Saya sempat masuk ke Sacre Coeur. Sedang ada kebaktian
di situ. Ini pertama kalinya saya masuk gereja. Kami tidak boleh berisik, tidak
boleh memotret, dan dilarang menggunakan apapun yang menutup kepala. Saya langsung
melepas beanie yang dari awal saya pakai.
Kalau hari pertama saya tak punya kesan apa-apa tentang
Paris, hari kedua langsung bikin saya terkagum-kagum sama City of Love itu. Paris itu.. mewah. Itu impresi pertama saya. Bangunannya
kuno dengan warna hampir sama, goodluck buat
yang kesasar di sana. Tapi beda dengan Amsterdam yang kelihatan sumpek,
bangunan-bangunan di Paris dibuat megah dan elegan. Saat itu – bahkan sebelum
meninggalkan Paris – saya sudah tahu ingin kembali lagi ke sana.
Musee du Louvre adalah yang pertama dikunjungi. Masih pagi
tapi antrian sudah sangat panjang. Untungnya kami tidak masuk museumnya, cuma
sempat ke bawah untuk melihat piramida terbalik. Oya, hari itu ada tour guide yang memandu dan memberi
informasi tentang tempat-tempat yang kami kunjungi.
Tour guide itu bilang kalau piramida di Musee du Louvre itu
didesain oleh seorang Cina-Amerika yang memenangkan lomba. Awalnya banyak yang
tidak setuju karena bangunan piramida yang modern di tengah sekeliling bangunan
kuno terasa jomplang. Tapi karena dia memasukkan unsur fengshui, konsepnya
diterima. Piramida yang di atas adalah lambang The Sun. Di bawah, ada piramida terbalik yang lebih kecil, disebut The Moon. The Sun and The Moon. Yin and Yang. Saya foto di Musee du Louvre
dengan kaos dari Mitha. Iya, walaupun sepanjang hari saya memakai jaket karena
dingin, khusus untuk foto di situ, saya melepas jaket. See, Ta, I keep my promise. I wish you were there, too.
Dari Musee du Louvre,
kami ke Les Invalides yang terkenal sebagai tempat pemakamannya Napoleon
Bonaparte.
Dari sana, mestinya kami kembali ke hotel jam 1 dan punya waktu bebas sampai jam 5. Tapi ternyata ada perubahan rencana. Boat tour di Seine River yang harusnya malam diganti jadi sore. Waktu bebas diganti jadi malam hari. Yah, gagal rencana ke Musee d’Orsay, Bibliothèque Sainte-Geneviève, dan Sorbonne University.
Dari sana, mestinya kami kembali ke hotel jam 1 dan punya waktu bebas sampai jam 5. Tapi ternyata ada perubahan rencana. Boat tour di Seine River yang harusnya malam diganti jadi sore. Waktu bebas diganti jadi malam hari. Yah, gagal rencana ke Musee d’Orsay, Bibliothèque Sainte-Geneviève, dan Sorbonne University.
Saya duduk di kapal bagian
atas; biar deh walaupun anginnya lebih kencang. Ada penjelasan dari speaker tentang tempat-tempat yang kami
lewati. Kami lewat Musee d’Orsay juga. Dan oh, kami juga melewati Menara
Eiffel. Beberapa orang langsung foto-foto dengan Eiffel sebagai latar.
Sebelum pulang, kami
memutari jalan-jalan utama Paris. Semakin malam, semakin cantik kota ini.
Pantas Paris terkenal dengan sebutan City
of Lights juga. Menara Eiffel yang biasa-biasa saja di siang hari berubah
jadi glamor di malam hari dengan cahayanya. Satu jam sekali Eiffel akan
berkelap-kelip yang membuat saya dan teman-teman lain tak bisa menahan untuk
mengucap ‘wooow’ dan ‘waaaaah’. Wow.. Paris.. WOW!
Pun begitu, sampai di hotel
malam hari saya memilih tidur daripada keluar. Seharian itu saya sudah capek
dan masih ada kegiatan seharian lagi esok hari.
No comments:
Post a Comment