Sunday, 6 October 2013

Amsterdam!


Sabtu, 28 September 2013. Pagi itu saya bangun dengan penuh semangat karena rencana pergi ke Amsterdam bersama Eva. Malam sebelumnya saya sudah cek jadwal kereta, saya sudah baca-baca pula buku travelling tentang Belanda. Pukul sembilan kami sudah ada di Stasiun Ede-Wageningen. Saya top up OV-Chipkaart di stasiun karena saldo saya saat itu tak mencukupi untuk membeli tiket kereta Ede-Wageningen ke Amsterdam Centraal sebesar 26 euro pp.

Kami naik kereta pukul 09:41 dari platform 3. Sudah sesak di dalam hingga saya dan Eva – juga beberapa orang lainnya – mesti berdiri di dekat pintu. Saya sih senang-senang saja, selama bisa melihat pemadangan di luar melalui kaca jendela. Nyaris sepanjang jalan saya temui ladang-ladang. Dan oh, akhirnya saya lihat juga sapi dengan corak putih-hitam yang biasanya cuma saya lihat di kemasan susu kotak.

Beberapa orang mulai turun di Stasiun Utrecht. Saya dan Eva langsung menduduki kursi yang kosong. Oya, di dalam kereta ternyata juga ada pedagang asongan. Si Mbak pirang pedagang asongan ini masih muda, umurnya paling 20-an. Kalau di Indonesia sih dia sudah bisa jadi artis atau main di OVJ. Dia jual beraneka biskuit dan minuman panas. Sayang saya tak sempat ambil fotonya.

Kami sampai di Stasiun Amsterdam Centraal pukul 10:39 melalui platform 8a. Selama perjalanan, tidak ada kondektur yang memeriksa tiket, karena semuanya memang menggunakan OV-Chipkaart. Kami hanya tinggal menggesekkan kartu ke mesin otomatis sebelum masuk dan sesudah keluar dari kereta.


Dari Amsterdam Centraal, kami naik Trem Nomor 5 menuju Museum Rijk. Ini perjalanan pertama saya – juga Eva – ke Amsterdam, saya hanya ingin fokus ke satu tempat saja. Museum Rijk yang saya pilih karena ada ikon IAmsterdam di sana. Tulisan putih-merah itu sangat ikonik, saya berniat foto di depannya. Pergi ke tempat lainnya bisa menyusul kemudian. Yang penting saya sudah tahu cara ke sana.

Akhirnya, Amsterdam! Beda dengan Ede ataupun Wageningan yang kecil dan tenang, Amsterdam penuh dengan bangunan-bangunan tua yang tinggi. Rata-rata didominasi warna coklat atau kelabu, berdempetan. Orang-orang ramai berjalan kaki, terlihat pula rombongan tour mengikuti tour leader-nya. Saya melewati juga kanal-kanal khas Belanda, toko-toko souvenir, pasar, taman-taman. Semuanya ada di Amsterdam.

Kami turun di Halte Museumplein dekat Rijk. Dari jauh, tulisan IAmsterdam sudah terlihat. Orang-orang sudah banyak yang berfoto-foto di depannya. Di sebelah kiri Museum Rijk, ada Museum Van Gogh.


Saya dan Eva mulai berfoto-foto juga. Saya memilih huruf A, dan Eva huruf E. Kami tidak masuk museum, mungkin lain kali kalau ke Amsterdam lagi. Alih-alih, kami malah memilih-milih postcard di museum shop.



Dari Rijk, saya ingin ke Srikandi. Itu adalah salah satu resto Indonesia yang terkenal di Belanda. Sempat nyasar, akhirnya kami sampai di Srikandi dan… ternyata sedang direnovasi. Akhirnya saya memutuskan makan di Sama Sebo, resto Indonesia yang lain dekat Srikandi.





Ruangan di dalam Sama Sebo sempit, tapi menimbulkan kesan hangat. Ada suara gending juga dan pernak-pernik yang Indonesia banget. It feels like home.

Demi kangen saya sama masakan Indonesia, saya langsung pesan nasi, rendang, dan tumis tauge. Eva pilih sate ayam.


Aaah.. saya sampai hampir lupa kalau kuliner Indonesia sedemikian enaknya! Total tiga makanan tadi 12 euro, mahal kalau dikurskan ke rupiah. Tapi saya tak mau tahu. Yang penting saya makan rendang hari itu!

Setelah puas, kenyang, dan bahagia makan di Sama Sebo, saya dan Eva kembali ke Amsterdam Centraal naik trem. Dari sana, kami naik kereta ke Ede-Wageningen. Selesai sudah jalan-jalan setengah hari ke Amsterdam. Lain kali saya ada waktu, saya akan ke sana lagi dan mengeksplor Kota 1000 Kanal itu.

No comments:

Post a Comment