Seminggu pertama di kampus, kami diwajibkan
mengikuti Arrival Programme. Dimulai
dari Senin, 23 September 2013.
Setelah bertanya pada seseorang di Building 86,
saya tahu jalan menuju pintu samping menuju halte bis 88. Ternyata dekat, tak
lebih dari 10 menit. Pintu yang Sabtu lalu saya lewati ternyata pintu utama.
Pantas jauh dari halte. Bis datang setiap 15 menit sekali, 2 euro sekali jalan
dari Ede ke Wageningen. Bisnya besar dengan warna biru muda. Saya lega sudah
mengetahui rute ke kampus.
Saya duduk di dekat jendela yang lebar dan
bersih. Ede terlihat cantik di pagi hari dengan ladang-ladang dan rumah-rumah
desanya. Saya semakin suka dengan kota kecil ini.
Sampai di Halte Droevendaalsesteeg, saya turun.
Kampus ada di jalan itu. Jadi, kampus Van Hall Larenstein (VHL) ada di Forum
Building, berbagi kampus dengan Wageningen University. VHL dan WU adalah sister university. Kampus VHL sendiri
ada di tiga kota: Wageningen, Velp, dan Leeuwarden. Wageningen memang
dikhususkan untuk siswa master. Lucunya, kampus VHL di Leeuwarden sebagian
justru digunakan siswa master Universitas Twente.
Begitu turun dari bis, saya langsung ikuti
langkah orang-orang lain. Mereka juga pasti akan kampus. Benar saja, tak lama
nampak Forum Building. Gedung yang biasanya saya lihat di website, sekarang ada
di hadapan. Untuk menuju Forum, saya melewati Gaia, Atlas, Orion, Lumen dan
gedung-gedung lainnya. Satu kompleks kampus ini sangat luas, saya tak
menyadarinya hanya dengan melihat dari website. Banyak ruang terbuka yang luas,
siswa dari berbagai macam negara lalu-lalang. Mellow malam sebelumnya berganti
dengan semangat baru.
Senin itu niatnya saya hanya datang untuk melihat
kampus. Lalu saya ingat kalau ada meeting
pukul 11.30 di lantai 6. Jadwal meeting
itu sendiri dikirim lewat email, saya hampir saja melupakannya karena terpatok
pada jadwal Arrival Programme. Untunglah saya datang pagi,
masih banyak waktu sampai meeting dimulai.
Tipikal orang Belanda, 11.30 tepat meeting sudah dimulai. Saya perhatikan siswa
master Management of Development,
rata-rata didominasi oleh Afrika dan Asia. Ada seorang perempuan yang saya
pikir orang Indonesia, belakangan saya tahu kalau dia orang Filipina.
Pertemuan hari itu hanya membahas garis besar
acara di Arrival Programme. Di hari itu juga kami melihat Ms. Ingrid
pertama kalinya. Dia mendapat tepuk tangan meriah. Selaku Koordinator Siswa
Internasional, dialah yang paling sering berhubungan dengan kami.
Saya pulang ke Ede dengan dua orang teman baru:
Eva dari South Sudan dan Karen dari Filipina. Kami bertiga tinggal di Maurits
Building 86. Sebelum sampai Building 86, Eva mengajak saya ke supermarket dekat
halte bis. Hari itu, saya tahu semuanya akan lebih mudah dengan teman-teman
baru ini.
Selasa, 24 September. Saya kembali ke kampus
pukul 10.00 untuk mengambil money card. Ini
diperuntukkan untuk siswa yang mendapat beasiswa The Netherlands Fellowship Programme (NFP). Tiap kartu sudah terisi
1000 euro. Lumayan. Pulang dari kampus, saya ke stasiun kereta membeli
OV-Chipkaart. Ini adalah kartu serbaguna yang bisa dipakai untuk naik semua kendaraan
umum di Belanda. Kartu itu sendiri seharga 7.5 euro, saya beli saldo 20 euro.
Kalau dengan uang cash, kita harus
membayar 2 euro untuk Ede-Wageningen. Tapi dengan OV-Chipkaart, harganya bisa
lebih murah. Selain itu, kartu ini juga lebih praktis.
Esoknya, Rabu, tak ada kegiatan di kampus.
Setelah mencuci baju (btw, ini pertama kalinya saya mencuci baju dengan mesin
cuci, Eva memberi tahu caranya), saya ke Ede Centrum. Tidak seperti Sabtu lalu
ketika saya harus berjalan kaki ke sana, kali ini saya akan ke Centrum naik
bis. Kali ini saya tahu ada bis
dengan tujuan Centrum.
Saat sedang melihat-lihat, tiba-tiba ada
seseorang yang menyapa.
“Dari Indonesia?”
Saya mengiyakan. Dia bilang dia juga dari
Indonesia. Matanya biru, tapi Bahasa Indonesianya lancar. Umurnya sekitar 50-60
tahun. Mungkin dia separuh Indonesia, separuh Belanda. Dia bilang dia punya
banyak kenalan orang Indonesia, pernah juga ke Indonesia. Saya tak bertanya
lebih banyak juga.
Mengetahui saya dari Indonesia, dia insist mengajak saya keliling Centrum.
Dia mengajak saya jalan-jalan, memberi tahu mana toko murah, mana yang mahal.
Dia mengajak saya ke second hand shop yang
menjual pakaian juga. Saya beli satu jaket di sini dengan harga jauh lebih
murah dibanding harga toko. Kami sempat minum teh bareng sebelum berpisah.
Kamis, 26 September, saya ke kampus hanya dengan
sweater. Keputusan yang saya sesali kemudian. Saya pikir udara akan hangat
seperti kemarin. Salah besar. Udara dingin dengan angin kencang. Tangan saya
dingin dan kaku.
Saya ke kampus lagi untuk tes X-Ray. Ini wajib
untuk semua siswa baru. Dari sana, saya ke Municipality di Wageningen Centrum
untuk registrasi.
Wageningen Centrum lebih kecil dibanding Ede
Centrum. Turun dari bis, saya beli makan untuk menghangatkan badan.
Ada toko kecil di dekat halte, saya pesan ayam
goreng dan french fries di sana.
Meskipun di gambar terlihat kecil, porsi aslinya ternyata besar. Well.. ini juga yang saya amati di sini.
Porsi makan orang Belanda besar-besar. Saya selalu membagi jadi dua makanan
yang saya beli di luar. Bukan hanya untuk mengirit, tapi juga karena memang
porsinya terlalu besar buat saya. Karena tidak habis, saya minta kantong
makanan untuk dibawa pulang.
Setelah makan, saya ke toko baju untuk membeli
baju. Udara semakin dingin dan saya tahu tak bisa bertahan lama dengan kondisi
ini. Saya beli satu sweater lagi yang lebih tebal, langsung saya pakai saat itu
juga. Lumayan membuat badan menjadi hangat.
Saya sampai di Municipality pukul 13.00 seperti
yang dijadwalkan. Tipikal orang Belanda, waktu haruslah tepat. Tidak boleh
datang lebih awal, apalagi datang terlambat. Kampus sudah membuatkan jadwal
untuk siswa baru, ini memudahkan saya untuk melakukan registrasi.
Gereja di Wageningen Centrum
Baru duduk 15 menit, nama saya dipanggil. Saya
maju ke depan. Ada dua loket, saya datangi loket sebelah kanan. Ibu-ibu petugas
loket hanya mengkonfirmasi semua informasi dari kampus, termasuk kapan saya
datang ke Belanda. Setelah itu, saya mendapat BS number. Dengan BSN, saya bisa membuka tabungan di bank lokal.
Dalam perjalanan balik ke halte bus di Centrum,
saya melihat ada Rabo Bank. Saya datangi untuk mencari tahu prosedur membuka
rekening di sana. Well.. ternyata
saya harus membuat appointment dulu
untuk itu, and it takes weeks! Mereka
bahkan menyarankan saya untuk mencari bank lain yang lebih cepat prosesnya.
Kampus memang merekomendasikan ABN-Amro dan ING. Saya berencana mencoba
mengajukan aplikasi ke ABN-Amro melalui kampus.
Jumat, 27 September. Saya tidak berencana ke
kampus hari itu, namun Eva mengajak saya ke sana untuk mengajukan aplikasi ke
ABN-Amro. Sekitar pukul tiga sore kami sampai kampus, menge-print lembar aplikasi, menandatanganinya
dan menyerahkannya ke Service Point VHL.
Saya berharap tak perlu waktu lama untuk membuka rekening.
Dari kampus, kami ke Wageningen Centrum untuk
makan. Saya kembali ke toko kecil hari sebelumnya. Kali ini saya mencoba Mini
Loempia. Enak! It feels like home..
Setelah ke Centrum, kami ke Asserpark. Itu adalah
permanent student housing untuk Eva.
Dia sudah dikirimi email oleh kampus dari beberapa hari yang lalu, sementara
saya belum mendapatkan email sampai hari itu. Asserpark tidak sejauh Maurits,
namun tetap harus menggunakan sepeda atau bis untuk menuju Forum. Akan sangat
jauh jika harus berjalan kaki.
Saya berharap bisa menempati kamar di
Bornsesteeg. Itu adalah student apartment
yang paling dekat dengan Forum, hanya lima menit berjalan kaki. Apalagi
kalau bisa mendapat private bathroom dan
toilet, saya pasti akan sangat
senang.
Arrival Programme sudah usai.
Minggu depan kami akan mulai Introduction
Day. Tapi sebelum itu, saya sudah merencakan jalan-jalan ke Amsterdam Sabtu
besok! Yay!
Dear anggie..
ReplyDeleteSalam kenal, saya nurul. Akhir september ini,saya akab mulai kuliah di vhl..
Bisa kasih info tentang besarnya biaya hidup disana..n apa aja yg musti saya siapin dr indonesia ? Oh ya..ada kontak pribadi yg bisa saya hub kah? Trimakasih..
Halo Nurul, ada Whatsapp gak? Kirim nomornya ke email saya di anggita.miftah@gmail.com ya..
ReplyDelete