Sunday 27 October 2013

Race, Kolb, dan Curhat Saat Kuliah


Setelah Introduction Weeks, kuliah yang sebenarnya dimulai tanggal 14 Oktober 2013. Kelas Management of Development mulai dibagi berdasarkan spesialisasinya. Saya bersama 12 teman lain bergabung di kelas Rural Development and Communication.

Mata kuliah pertama adalah Learning and Transformation (L&T) oleh Ms. de Moor. Selama seminggu kami menghabiskan tiga jam di kelas, dilanjut dengan membaca materi di rumah untuk didiskusikan esok harinya.

Ada dua buku wajib untuk L&T: Making Learning Happen oleh Phil Race dan Communication for Rural Innovation oleh Cees Leeuwis. Buku yang pertama mudah dipahami, sedangkan buku kedua punya bahasa abstrak tingkat dewa. Saya perlu mengulang bacaan beberapa kali untuk tahu maksudnya. Kabar baiknya, teman-teman juga punya pengalaman serupa.

Ada tiga kata yang terus diulang di minggu pertama tersebut, yakni knowledge, learning dan transformation. Melalui diskusi, roleplay, dan membaca buku, kami diminta menyimpulkan hubungan di antara ketiga kata tersebut. Tapi sebelum mencapai kesimpulan, kami belajar tentang definisi dan teori tentang ketiganya.

Ripple’s model dari Phil Race adalah salah satu metode pembelajaran yang kami bahas. Race menganggap metodenya lebih aplikatif dan nyata daripada model pembelajaran versi David Kolb yang dianggap ketinggalan jaman.

Menurut Race, ada tujuh faktor yang membuat proses pembelajaran menjadi sukses. Yang pertama adalah wanting (keinginan). Ini bersama dengan needing (kebutuhan) akan menciptakan ripple yang pertama. Wanting dan needing bisa muncul bersamaan, atau hanya muncul salah satu. Akan tetapi keduanya akan memudar tanpa doing (mengerjakan sesuatu). Ripple selanjutnya adalah making sense (membuatnya jadi masuk akal), ini akan diperkuat dengan ripple berikutnya yakni feedback (masukan) dari orang-orang sekitar. Untuk membuat pembelajaran sukses, faktor selanjutnya adalah teaching/explaining (mengajarkan/menjelaskan). Setelahnya, untuk memperdalam pemahaman, diperlukan faktor yang terakhir yakni assessing (penilaian).

Kenapa disebut Ripple’s model? Karena ketujuh faktor tadi seperti ripple (riak air), satu riak memicu riak yang lain. Ketika ketujuh faktor tadi ada, proses pembelajaran dianggap akan mencapai tujuannya yakni understanding (pemahaman yang utuh).

Meskipun aplikatif dalam dunia akademis, model ini punya celah di dua faktor yang terakhir. Kalau seorang guru mendapatkan pemahaman yang semakin utuh dengan mengajarkan sebuah materi ke murid dan memberikan penilaian melalui ujian, hal serupa tidak dapat diterapkan pada jenis learning yang lain seperti  seseorang yang belajar naik sepeda misalnya. Jadi menurut saya, model Race lebih cocok diterapkan untuk para guru atau trainer.

Sementara itu, model pembelajaran versi Kolb lebih umum. Dan lebih abstrak. Kolb membuat modelnya seperti sebuah lingkaran yang tidak terputus. Model ini menjelaskan bagaimana seseorang belajar melalui pengalaman.


Kolb's model of learning

Ada satu hal yang menarik dari mata kuliah ini. Di hari terakhir kelas sebelum autumn break, Ms. De Moor membagi kami menjadi dua kelompok. Masing-masing kelompok menata kursi hingga membentuk lingkaran.

Kami diminta menceritakan kembali tentang apa-apa saja yang telah kami pelajari selama seminggu itu. Uniknya, mendengarkan justru dianggap lebih baik. Kalau tidak benar-benar punya sesuatu yang bermanfaat untuk disampaikan, lebih baik diam dan mendengarkan teman yang lain. Kami harus berbicara dengan suara pelan, bukan selayaknya diskusi. Ketika ada yang bicara, yang lain memperhatikan. Menambahkan kalau ada yang mau ditambahkan. Tidak boleh menyanggah apalagi mencela. Tidak boleh tidak setuju karena apa yang disampaikan adalah refleksi dari apa yang didapat dan dirasa.

Kalau menurut Ms. De Moor, ini seperti meditasi.

Ketika saya mulai berpikir tentang teori-teori, ‘curhatan’ teman-teman ternyata lebih besar dari perkiraan saya. Mereka berpikir tentang bagaimana mengimplementasikan ilmu yang didapat untuk membangun negaranya. Mereka mempertanyakan kenapa pembangunan di negaranya masih tertinggal. Seorang teman perempuan semakin bersemangat ingin memajukan kaum perempuan di tempat dia tinggal setelah mempelajari teori tentang knowledge.

Dan saya? Masih terpaku pada model-model pembelajaran. Duh!

Saya senang dengan ‘curhat’ model tadi. Ini seperti membuka pengetahuan baru, selain tentu saja memperdalam pemahaman tentang materi kuliah. Semoga curhat-curhat seperti itu lebih sering dilakukan.

No comments:

Post a Comment