Selama tinggal di temporary housing di Building 86 Maurits, saya selalu
menunggu-nunggu email dari International
Student Service (ISS) untuk kepastian permanent
housing saya. Eva sudah mendapatkan email setelah seminggu dia tinggal di
Maurits. Dia akan pindah ke Asserpark tanggal 3 Oktober.
Ada beberapa permanent
housing yang disediakan oleh kampus: Building 9 dan 10 Maurits,
Bornsesteeg, Djikgraaf, Asserpark, Beringhem, Haarweg, Hoevestein, dan beberapa
tempat lain yang kurang familiar buat saya. Dari semua itu, yang paling dekat
adalah Bornsesteeg. Hanya lima menit jalan kaki ke kampus. Saya berharap bisa
dapat tempat tinggal di sana.
Hampir dua minggu tinggal di Maurits, saya belum
juga dapat email. Teman-teman lain rata-rata sudah dapat email, bahkan ada yang
sudah pindah ke tempat baru. Hingga akhirnya tanggal 30 September, saya dapat
email juga dari ISS.
Saya deg-degan ketika membuka lampiran email. Apapun yang ada di dalamnya, akan
menjadi tempat tinggal saya selama setahun ke depan. Kalau ada yang keberatan
dengan housing yang dipilihkan
kampus, bisa minta permohonan pindah setelah tinggal selama dua bulan. Tapi itu
pun tidak menjamin tempat selanjutnya bisa cocok seperti yang diminta. Ini
seperti lotere, ada yang beruntung, banyak yang tidak.
Ketika melihat tempat yang dipilihkan kampus, saya
senang bukan main. Bornsesteeg! Bukan hanya itu, saya pun mendapat self-contained room. Artinya, saya
mendapat kamar dengan dapur, kamar mandi, dan toilet pribadi. Whoa! Harga kamar
per bulan 391 euro, sementara kamar lainnya tanpa fasilitas tersebut dihargai
360 euro. Beda 31 euro per bulan rasanya tak seberapa dibanding kenyamanan yang
saya dapat.
Kamar mandi dan toilet pribadi adalah hal yang
paling saya harapkan. Selama tinggal di Maurits, saya berbagi keduanya dengan
teman-teman yang lain, perempuan ataupun lelaki.
Itu sungguh tidak nyaman. Pernah sehabis mandi, saya mendapati lelaki sedang
menggosok gigi di wastafel -_____-“
Selain itu, toilet di Maurits tidak dilengkapi shower. Saya mesti membawa dua botol air
setiap kali ke sana. Belum lagi kalau malam-malam ingin ke toilet. Kamar saya
tidak terlalu jauh dengan toilet, tapi udara sepanjang koridor dingin. Bayangan
punya toilet dan kamar mandi sendiri rasanya menyenangkan.
Masalahnya, saya harus pindah tanggal 1 Oktober. Tanggal
itu pula saya mesti check out dari
Maurits. Saya hanya punya waktu satu hari untuk packing dan pindah ke Bornsesteeg. Masalahnya lagi, terlepas saya
benci harus berbagi toilet dan kamar mandi dengan orang lain di Maurits, sebenarnya
saya sudah merasa nyaman tinggal di sana. Saya sudah menganggap Maurits sebagai
rumah. Saya sudah terbiasa dengan kamar yang hangat. Apalagi saya sudah
punya teman juga. Ketika pindah ke tempat baru, artinya saya harus memulai
semuanya lagi dari awal.
Pulang kuliah, saya segera menata barang dan
memasukannya ke dalam koper. Saya jadi sedih. Padahal baru 12 hari saya tinggal
di Building 86.
Esoknya, tanggal 1 Oktober, pagi-pagi sekali saya
sudah bangun. Jam tujuh – di luar masih gelap – saya sudah mulai menyeret koper
seberat 30 kilo keluar kamar. Yang saya bawa belum semuanya. Sebagian ditinggal di kamar Eva, seperti selimut tebal yang baru saya beli di sini.
Rencananya, saya mau ambil lagi sore nanti.
Jalan dari Building 86 ke pintu keluar tidaklah
rata. Itu PR besar buat saya. Saya mesti menyeret, mendorong, melakukan apapun
supaya koper terus bergerak. Hari masih gelap, di luar dingin, tapi saya sudah
berkeringat.
Setelah pintu keluar, PR lainnya lebih sulit. Saya
harus melewati jalan setapak yang penuh dengan dedaunan. Setiap kali saya seret
koper, daun-daun yang basah itu berkumpul menjadi satu, menghalangi laju roda
koper. Saya berhenti beberapa menit sekali untuk menyingkirkan daun-daun itu
dari koper saya.
Setelah itu, PR yang sesungguhnya datang ketika
saya harus mengangkat koper melewati tangga. Tangganya pendek sih, cuma terdiri
dari lima anak tangga untuk menuju halte bis. Tapi saya hampir tidak kuat
ketika harus mengangkat koper ke anak tangga pertama. Saya limbung dan hampir
jatuh. Untungnya saya dibantu oleh adrenalin.
Setelah naik dan turun tangga membawa-bawa koper,
mestinya saya naik bis 88. Tapi demi melihat ada taksi di sana, saya berubah
pikiran dan memilih naik taksi. Kalau naik bis 88, saya tetap harus menyeret
koper lagi dari halte ke Forum. Kalau naik taksi, saya langsung bisa turun di
depan Forum.
Sampai di Forum, saya titipkan koper itu ke Service Point. Pulang kuliah sore itu,
saya seret-seret koper lagi ke Bornsesteeg. Kali ini saya dibantu Pastory dari
Tanzania yang juga tinggal di Bornsesteeg.
Saya dapat kamar di lantai 20, kamar paling atas. Kamarnya
lebih sempit dari kamar saya di Maurits, belum terasa homey. Setelah menaruh barang-barang sekenanya, saya bawa koper
kosong ke Maurits dan mengambil sebagian barang yang tertinggal di sana. Proses
tadi pagi berulang, walaupun sekarang lebih ringan. Ketika pindahan usai, saya
terlalu lelah hingga ingin menangis.
Kamis, 3 Oktober, Eva dan Karen mulai mencicil pindahan
juga dari Maurits. Mereka harusnya check
out hari itu, tapi karena ada wisata ke museum, keduanya belum bisa ke
Idealis untuk mengambil kunci kamar. Mereka menitipkan sebagian barang mereka
ke kamar saya. Besoknya, Eva dibantu Shimmy pindah ke Asserpark sementara saya
membantu Karen pindah ke Haarweg.
Karen bilang, mestinya saya minta tolong dia untuk
membantu saya pindahan. Well, sebenarnya
saya tidak enak minta tolong begitu. Kami belum begitu dekat. Karen pun tidak
pernah minta saya menolongnya. Saya hanya inisiatif untuk ikut membantu dia
pindahan, karena saya tahu, pindahan itu melelahkan kalau dilakukan sendirian.
Kamar Karen di Haarweg lebih besar dari kamar
saya, dengan harga lebih mahal. Hanya saja, dia harus berbagi dapur, toilet,
dan kamar mandi dengan teman-teman satu koridornya. Haarweg juga tidak bisa
dibilang dekat dari Forum Building. Karen tetap harus naik bis ke kampus. Sementara
itu, kamar Eva di Asserpark sama luasnya dengan kamar saya. Eva bisa berjalan
kaki ke kampus, namun perlu waktu lebih lama dibanding saya. Dia berencana membeli
sepeda untuk memudahkannya ke kampus. Dari kami bertiga, hanya kamar saya yang self-contained.
Sekarang sudah dua minggu saya tinggal di
Bornsesteeg. Saya sudah kerasan tinggal di sana. Tinggal di lantai 20 punya
keuntungan lebih buat saya. Pemandangan dari balik jendela selalu bisa membuat
saya terpesona. Kalau pagi sedang cerah, saya bisa lihat semburat merah tanda
matahari mulai terbit. Saya anggap itu sebagai bonus.
Dari skala 1-10, saya berikan 8.6 untuk
Bornsesteeg.
No comments:
Post a Comment